Pemerintah Dukung Pilpres 2014 Satu Putaran
Berita

Pemerintah Dukung Pilpres 2014 Satu Putaran

Penerapan Pasal 6A ayat (3), (4) UUD 1945 belum pernah disimulasikan sebelumnya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Sidang pengujian konstitusionlaitas Pasal 159 ayat (1) UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) terkait syarat sebaran pemenangan pilpres kembali digelar di MK. Agenda sidang kali ini mendengarkan  keterangan/tanggapan pemerintah dan sejumlah ahli yang dihadirkan pemohon yaitu mantan hakim MK, Harjono dan Prof HAS Natabaya serta Dosen FH Unand Prof Saldi Isra.  

Uji materi UU Pilpres itu diajukan tiga pemohon yakni Forum Pengacara Konstitusi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan dua orang advokat atas nama Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang. Ketiga pemohon meminta tafsir atas syarat sebaran perolehan suara 20% dalam Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres dihubungkan dengan Pasal 6A ayat (3) dan (4) UUD 1945 demi kepastian hukum.  

Pemerintah secara tersirat mendukung permintaan pemohon uji materi UU Pilpres yang meminta pelaksanaan Pilpres 2014 hanya satu putaran dalam hal hanya ada dua pasangan calon. “Ini sejalan dengan UU Pilpres yang harus dilaksanakan secara efektif dan efisien,” kata Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum, Politik, dan Hubungan Antarlembaga Reydonnyzar Moenek saat membacakan tanggapan pemerintah di Gedung MK, Senin(23/6)

Dia mengatakan melihat kondisi saat ini yang hanya adadua pasangan calon harus dilepaskan dari ketentuan dalam UUD 1945 maupun UU Pilpres yang mengasumsikan lebih dari dua pasangan. “Sehingga ini seolah merupakan kondisi pintas ketentuan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 159 ayat (2) UU Pilpres yang didalamnya hanya mensyaratkan perolehan suara terbanyak tanpa batasan prosentase perolehan suara di setiap provinsi,”kata Donny Moenek.

Menurutnya, apabila tetap diberlakukan persyaratan prosentase perolehan suara setiap provinsi pada Pilpres yang hanya diikuti dua pasangan calon dapat diprediksikan pilpres putaran kedua angka besaran prosentase perolehan suara tidak akan berubah secara signifikan.

“Hal ini akan memperpanjang proses Pilpres dan berpotensi mengakibatkan kekosongan kekuasaan (vacuum of power) karena pada 20 Oktober 2014 harus sudah ada presiden baru,”kata Donny Moenek di hadapan majelis pleno MK yang dipimpin Hamdan Zoelva.

Timbulkan masalah
Sementara Harjono menilai Pasal 6A ayat (3), (4) UUD 1945 semangatnya agar ada keseimbangan dukungan pemilih di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa terhadap presiden terpilih. Namun, ternyata setelah dirumuskan kembali penerapan Pasal 6A ayat (3), (4) UUD 1945 menimbulkan persoalan hukum. Terlebih, pasal itu belum pernah disimulasikan sebelumnya. “Jadi makna Pasal 6A UUD 1945 memang harus dipecahkan,” kata Harjono.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: