RUU Larangan Minuman Beralkohol Resmi Inisiatif DPR
Utama

RUU Larangan Minuman Beralkohol Resmi Inisiatif DPR

Berisi 22 pasal. Mengatur mulai dari larangan, pengawasan, peran serta masyarakat, hingga ketentuan pidana dan denda. Teknis pengawasan dilakukan tim terpadu.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Rapat paripurna DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol menjadi inisiatif DPR. Palu sidang diketuk pimpinan rapat paripurna Priyo Budi Santoso setelah seluruh anggota memberikan persetujuan di Gedung DPR, Selasa (24/6). Dengan persetujuan itu, RUU tersebut akan dilakukan pembahasan di tingkat II.

“Dengan demikian RUU Larangan Minuman Beralkohol resmi menjadi inisiatif DPR,” ujarnya.

Dalam laporan akhir, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Ahmad Dimyati Natakusuma mengatakan, tujuan penyusunan rancangan regulasi tersebut dalam rangka melindungi masyarakat dari dampak negatif miniman beralkohol. Masifnya peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat perlu ditumbuhkan kesadaran bagi masyarakat akan dampak yang ditimbulkan dari alkohol. RUU inisiatif DPR itu berjumlah 22 pasal.

Menurut Dimyati, selain dampak kesehatan yang ditimbulkan dari minuman beralkkohol, juga dampak psikologis bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Dalam draf awal RUU tersebut dijelaskan definisi minuman beralkohol yakni mengandung etanol (C2 H5 OH) hasil pertanian.

Selain itu etanol hasil pertanian mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi, atau fermentasi tanpa destilasi. Dengan cara memberikan perlakuan terlebih dulu atau sebaliknya. Selain itu menambahkan bahan lain atau tidak, maupun diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.

Dalam RUU tersebut juga diatur klasifikasi jenis minuman beralkohol yang dilarang dalam golongan A. Menurutnya, golongan A merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1 persen hingga 5 persen. Sedangkan golongan B, kandungan kadar etanol melebihi 5 persen hingga 20 persen. Kemudian golongan C, kadar etanol melebihi dari 20 persen hingga 55 persen, dan minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkohol racikan.

Dimyati menjelaskan, sebanyak empat pasal termaktub dalam Bab Larangan. Bab itu mengatur mulai larangan memproduksi minuman beralkohol golongan A, B, C, minuman beralkohol tradisional, hingga minuman beralkohol hasil racikan. Selain itu pula mengatur larangan memasukan, menyimpan, mengedarkan dan atau menjual minuman beralkohol golongan A,B,C, minuman beralkohol tradisional, hingga minuman beralkohol hasil racikan di wilayah Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia.

“Namun larangan tersebut tidak berlaku untuk kepentingan terbatas, dan pengaturannya diatur dalam Peraturan Pemerintah,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan, RUU tersebut mengatur pula pengawasan. Menurutnya, pengawasan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah. Ia berpendapat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah berwenang melaklsanakan pengawasan minuman beralkohol. Mulai dari tingkat produksi, memasukan, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Sedangkan teknis pengawasan nantinya dibentuk tim terpadu. Menurutnya, tim terpadu dibentuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tim terpadu nantinya terdiri dari unsur Kementerian Perindustrian, Perdagangan, instansi pemerintah dibidang pengawasan obat dan makanan. Selain itu juga unsur Polri, Kejaksaan Agung, serta perwakilan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Peran masyarakat diberikan ruang dalam melakukan pengawasan minuman beralkohol. Misalnya, memberikan laporan kepada instansi berwenang jika terjadi pelanggaran terhadap larangan produksi, distribusi, perdagangan dan atau konsumsi minuman beralkohol. Peran masyarakat pun dapat dilakukan melalui perseorangan maupun berkelompok.

Selain itu, kata Dimyati, RUU tersebut mengatur ketentuan pidana. Dalam draf RUU tertuang tiga pasal mengatur ketentuan pidana. Ancaman pidana bagi pelanggar UU tersebut berupa ancaman maksimal dan kewajiban membayar denda.

“RUU ini juga mengatur ketentuan pidana bagi pelaku pelanggar larangan minuman beralkohol dengan ancaman pidana dan atau denda,” pungkas anggota Komisi II itu.
Tags:

Berita Terkait