Jika Kepala PPATK Kritik Panduan Bankum
Berita

Jika Kepala PPATK Kritik Panduan Bankum

YLBHI menerbitkan Panduan Bantuan Hukum 2014.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Jika Kepala PPATK Kritik Panduan Bankum
Hukumonline
Sebuah panduan bantuan hukum (bankum) tentu berguna memandu siapapun untuk memahami beragam aspek hukum. Ia berguna bukan saja bagi mereka yang menggeluti isu hukum, tetapi juga pencari keadilan yang buta hukum. Sebuah panduan biasanya menggunakan bahasa sederhana dan metode penyajian yang lebih simpel.

Ribuan pencari keadilan datang ke kantor-kantor lembaga bantuan hukum di Indonesia di bawah payung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Beragam isu yang dikeluhkan, beraneka pula kasus yang menimpa para pencari keadilan. Advokat, pengacara publik, asisten pengacara publik, dan paralegal yang bertugas tak hanya bertugas menampung pengaduan, tetapi juga secara singkat menjelaskan aspek hukum masalah yang diadukan.

Karena itu, buku panduan hukum tak hanya penting bagi pencari keadilan tetapi juga bagi mereka yang bergelut mendampingi dan mengadvokasi masyarakat. Urgensi itu pula yang dilihat Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Yusuf, dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, saat menghadiri peluncuran Panduan Bantuan Hukum 2014, di kantor YLBHI Jalan Diponegoro Jakarta, Senin (23/6) lalu.

“Saya apresiasi terbitnya panduan bantuan hukum ini,” kata Yusuf. Pernyataan senada datang dari Denny. “Menurut saya bagus”.

Meskipun mengapresiasi terbitnya buku Panduan Bantuan Hukum 2014, Yusuf tetap melayangkan kritik substansial. Bukan tentang tidak masuknya isu pencucian uang dalam panduan. Yusuf justru menilai ada beberapa substansi dalam hukum perkawinan yang salah. Misalnya ada kekeliruan pemahaman mengenai keabsahan perkawinan siri. Atau, pandangan mengenai perkawinan beda agama.

Dalam buku panduan ditulis bahwa sejak UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pasangan berbeda agama yang hendak menikah dapat mengajukan permohonan perkawinan ke pengadilan. Setelah ada penetapan dari pengadilan, Kantor Catatan Sipil wajib mencatatkan perkawinan tersebut. Menurut Yusuf, bagi penganut agama Islam, larangan perkawinan beda agama sudah jelas.

Yusuf juga mengkritik panduan mengenai pelanggaran HAM berat. Ia menilai buku panduan terlalu berat pada versi Komnas HAM, tanpa melihat catatan-catatan versi jaksa. Termasuk pula mengenai tidak sahnya penyidikan. Yusuf adalah salah seorang jaksa kasus dugaan pelanggaran HAM berat, jauh sebelum bertugas di PPATK. Ia ikut menangani kasus-kasus yang disebutkan dalam buku panduan. Sehingga merasa substansi buku panduan terlalu berpihak. “Saya hanya ingin fairness dalam menulis,” ujarnya. “Kan tujuan buku panduan ini untuk pencerahan masyarakat”.

Yusuf menyarankan agar penyusunan buku panduan ke depan lebih komprehensif. Termasuk menguraikan secara detil bentuk-bentuk tindak pidana korupsi, dan aspek pencegahan korupsi.

Hukum dan politik
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengaku pernah diminta mengisi materi Kalabahu di LBH Yogyakarta. Salah satu yang perlu mendapat perhatian para aktivis LBH adalah paradigma hukum dan politik. Dalam proses pemberian bantuan hukum, paradigma itu sering muncul. Seringkali pendekatan hukum dan pendekatan politik berhadap-hadapan.

Denny mencontohkan penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu yang sering diadvokasi aktivis LBH. Dalam advokasi kasus ini saling terkait politik dan hukum bisa menyulitkan karena institusi yang terlibat tak hanya institusi hukum (Kejaksaan dan Pengadilan), tetapi juga politik (DPR). “Hukum yang berkelindan dengan politik menyulitkan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu,” kata Denny.

Benturan paradigma juga terjadi dalam isu-isu HAM dan pemberantasan korupsi. Dalam HAM, ada benturan antara teks dan implementasi. Dari sisi teks, materi substansi dalam konstitusi Indonesia sudah sangat jelas. Tetapi implementasinya masih menghadapi masalah. Para aktivis LBH, kata Denny, harus bisa menggunakan pertanyaan-pertanyaan paradigmatik ketika mengadvokasi masyarakat. Misalnya, isu hak asasi manusia dalan pengelolaan sumber daya alam.

Dalam kasus korupsi, benturan paradigma terjadi pada isu penyadapan dan pemberian remisi kepada para terpidana korupsi. Meskipun semua kalangan setuju pemberantasan korupsi, tak semua setuju ketika dibawa ke isu penyadapan.

Karena itu, Denny menyarankan agar aktivis LBH lebih memahami masalah secara komprehensif. Dalam hal anggaran bantuan hukum yang diamanatkan UU No. 16 Tahun 2011, misalnya, aktivis Pemberi Bantuan Hukum harus memahami mekanisme penggunaan dan pelaporan anggaran negara (APBN). “LBH harus paham tentang mekanisme anggaran negara,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait