Andi Mallarangeng: Jaksa Paksakan Circumstantial Evidence
Berita

Andi Mallarangeng: Jaksa Paksakan Circumstantial Evidence

Andi meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Menpora Andi Mallarangeng. Foto: RES.
Mantan Menpora Andi Mallarangeng. Foto: RES.
Circumstantial evidence atau biasa disebut bukti tidak langsung (indirect evidence) kerap digunakan dalam pembuktian tindak pidana, termasuk korupsi. Dalam nota pembelaannya, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng mengkritik penuntut umum KPK yang memaksakan penggunaan circumstantial evidence.

Andi menganggap penuntut umum tidak menggunakan bukti yang nyata untuk membuktikan keterlibatannya dalam korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. “Dan untuk itu, jaksa harus menggunakan spekulasi yang terlalu jauh,” katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7).

Hal ini, menurut Andi, terlihat dengan tidak ada satupun saksi yang membuktikan ia telah menyalahgunakan kewenangan, serta melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Andi menilai penuntut umum hanya merangkai-rangkai sejumlah kejadian untuk menciptakan sebuah cerita sesuai yang mereka kehendaki.

Andi menilai penuntut umum menafsirkan keterangan para saksi secara liar. Misalnya, mengenai pertemuan awal di rumah pribadi Andi dengan pihak PT Adhi Karya (AK). Walau saksi Teuku Bagus Mokhammad Noor dan Arief Taufiqurrahman membenarkan pertemuan itu, bukan berarti Andi merencanakan proyek Hambalang dimenangkan PT AK.

Kemudian, mengenai rapat perencanaan, dana Hambalang, dan pertemuan dengan anggota Komisi X DPR. Andi menjelaskan, sepanjang persidangan tidak seorang pun saksi yang dapat digunakan penuntut umum untuk mendukung kesimpulan mengenai keterlibatan Andi dalam perencanaan jahat proyek Hambalang yang merugikan negara.

Ia menyatakan kedatangan sejumlah anggota Komisi X ke kantor Kemenpora hanya sebuah interaksi eksekutif dan legislatif yang sehat. Tidak ada maksud Andi sama sekali untuk membicarakan proyek Hamabalang, apalagi secara khusus memperkenalkan Sesmenpora Wafid Muharram kepada para anggota Komisi X tersebut.

Begitu pula dengan pertemuan di restauran Arcadia. Andi mengaku pertemuan itu bukan inisiatifnya. Apabila penuntut umum menuduh Andi menyampaikan kepada Angelina Sondakh bahwa uang terima kasih proyek Hambalang diberikan lewat adiknya, Choel Mallarangeng, mengapa Angelina tidak pernah dihadirkan sebagai saksi?

“Tuduhan ini sempat membuat saya terkesima. Saya tidak pernah mengatakan hal itu. Saya tidak pernah melakukan pencemaran terhadap jabatan saya dengan melontarkan kalimat atau ungkapan serendah itu. Lalu, dari mana jaksa KPK memperoleh infonya? Mereka tanpa merasa bersalah melontarkan tuduhan serendah itu,” ujarnya.

Mengenai Choel yang menerima aliran dana proyek Hambalang, Andi mengungkapkan, adiknya itu telah mengakui perbuatannya sejak awal diperiksa penyidik KPK. Choel juga sudah mengembalikan dana AS$550 ribu yang diterimanya dari Wafid melalui Deddy Kusdinar, serta Rp2 miliar yang diberikan Herman Prananto.

Sebagai kakak, Andi ikhlas menerima permintaan maaf Choel. Namun, Andi menyadari, pengakuan dan pengembalian dana yang diterima Choel tidak lantas menghapus kesalahan Choel. Betapa pun rasa sayang Andi kepada Choel, prinsip keadilan harus tetap dikedepankan. Kalau tidak, Andi justru akan menjerumuskan adiknya.

Persoalannya, lanjut Andi, penuntut umum menganggap Choel sebagai perantara. Choel dianggap menerima dana-dana itu untuk Andi. Padahal, tidak ada seorang pun saksi yang dapat memastikan apakah benar Andi menerima dana dari Choel? Di mana, kapan, dan berapa persisnya dana yang diterima Andi dari Choel?

Andi menerangkan sebenarnya tidak ada jawaban bagi pertanyaan penting tersebut karena ia memang tidak pernah menerima satu rupiah pun dana-dana dari proyek Hambalang. Lalu, apa dasar kesimpulan penuntut umum yang bersikeras menafikan kesaksian di persidangan dengan menyatakan Andi merima uang melalui Choel?

Selanjutnya, mengenai perkenalan Choel dengan Wafid di ruang kerja Andi. Mantan Menpora ini menuturkan perkenalan Choel dan Wafid hanya perkenalan biasa. Saat Andi sedang mengatur kursi, foto-foto, dan program komputer bersama Choel, Wafid masuk ke ruangan Andi. Otomatis Andi memperkenalkan Wafid dengan Choel.

Andi menegaskan dalam pertemuan itu, ia tidak pernah memerintahkan Wafid untuk berhubungan dengan Choel dalam pengurusan proyek Hambalang. Terlebih lagi ketika Choel, Wafid, Deddy, Fakhruddin, dan Arief menggunakan kantor Andi sebagai tempat pertemuan. Andi mengaku hal tersebut dilakukan tanpa sepengetahuannya.

Selain itu, Andi membantah telah memperkaya orang lain dengan memberikan THR kepada anggota DPR, THR kepada pegawai Kemenpora, membiayai tiket pertandingan bola di Senayan, rombongan Menpora menyaksikan final Piala AFF di Malaysia, protokoler Menpora, kiriman bunga, serta perawatan istri dan ibunya.

Andi mengatakan dirinya tidak pernah diberitahukan oleh Wafid bahwa uang yang digunakan berasal dari proyek Hambalang. Tidak ada bukti lisan maupun tulisan yang menunjukan adanya perintah Andi kepada Wafid untuk menggunakan dana proyek Hambalang dalam pemberian THR dan membiayai sejumlah kegiatan tersebut.

Ia menilai penuntut umum dmengaitkan-ngaitkan pemberian itu dengan kalimat yang pernah dilontarkan Andi, yaitu “Sudahlah… Di Komisi X itukan teman-teman saya”. “Itu hanya interpretasi sepihak dari potongan kalimat tadi, untuk mencari-cari kesalahan saya dengan merangkai berbagai hal yang seolah-olah berhubungan,” tuturnya.

Atas dasar itu, Andi merasa sangat sulit menerima dengan akal sehat jika penuntut umum meminta majelis hakim memerintahkan pengembalian semua dana yang dianggap telah ia nikmati. Pasalnya, Andi tidak pernah memerintahkan, bahkan menikmati dana-dana sebagaima dituduhkan penuntut umum dalam surat tuntutannya.

Andi menyadari tuntutan berat 10 tahun penjara merupakan sebuah strategi untuk mengunci opini dan menyelamatkan reputasi KPK. Andi meminta majelis menimbang semua fakta hukum dengan seksama Andi dengan kerendahan hati memohon kepada majelis untuk membebaskannya dari semua tuntutan penuntut umum.

Untuk diketahui, penuntut umum meminta majelis menyatakan Andi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 3 UU jo Pasal 18 Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Andi dituntut 10 tahun penjara, denda Rp300 juta subsidair enam bulan kurungan, dan uang pengganti Rp2,5 miliar.
Tags:

Berita Terkait