Hotman Minta Presiden SBY Turun Tangan Awasi Kasus JIS
Berita

Hotman Minta Presiden SBY Turun Tangan Awasi Kasus JIS

Khawatir penanganan kasus JIS bisa mencoreng nama Indonesia di dunia internasional.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Pengacara dua guru JIS, Hotman Paris Hutapea. Foto: RES.
Pengacara dua guru JIS, Hotman Paris Hutapea. Foto: RES.
Pengacara dua guru Jakarta International School (JIS) tersangka kasus pencabulan, Hotman Paris Hutapea meminta Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk ikut turun tangan mengawasi penanganan kasus ini.

Hotman mengatakan Presiden SBY harus mengawasi penyidik agar bertindak sebagai aparat hukum yang objektif agar nama Indonesia tidak tercoreng di dunia internasional. “Kasus ini setiap hari diberitakan di semua koran dan media di Kanada,” sebutnya dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Rabu (23/7).

“Kenapa Presiden Republik Indonesia belum menanggapi serius protes dari Dubes Amerika Serikat, Dubes Inggris dan Dubes Australia di Jakarta? Apakah kita tidak malu apabila nanti turun tangan Presiden Amerika Serikat, Perdana Menteri Inggris, Perdana Menteri Australia dan Perdana Menteri Kanada untuk mengingatkan aparat kita agar bertindak sesuai undang-undang?” sebutnya.

“Kepada siapa harus mengadu agar didengar tangisan dari para istri dan keluarga tersangka? Apakah mengadu ke Bapak Susilo Bambang Yudhoyono atau Bapak Joko Widodo?” tambahnya.

Selama ini, Hotman mengklaim bahwa penyidik kepolisian belum memiliki bukti yang cukup untuk menjerat dua kliennya yang kini ditahan menjadi tersangka. Ia bahkan mengatakan ini merupakan kasus teraneh yang ditanganinya selama 30 tahun berprofesi sebagai advokat. Sedangkan, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Rikwanto menegaskan penyidik sudah mengantongi dua alat bukti. 

Sebelumnya, Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana mengatakan, kedutaan besar negara sahabat boleh menunjukkan keprihatinan atas penahanan dua guru Jakarta International School (JIS) asalkan tetap terukur.

"Boleh saja tiga kedutaan besar itu bersuara berbeda tetapi harus tetap terukur dan menghormati proses hukum di Indonesia. Jangan sampai publik marah karena pihak asing dinilai mengintervensi proses hukum Indonesia," kata Hikmahanto Juwana dihubungi di Jakarta, pekan lalu.

Hikmahanto mengatakan, kasus JIS telah menjadi perhatian publik. Karena itu, bila ada pihak-pihak yang berupaya mengintervensi, baik dari internal penegak hukum maupun dari luar, pasti akan menimbulkan kemarahan publik.

Menurut Hikmahanto, jangan sampai ada perbedaan perlakuan antara tersangka kasus JIS yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu para tenaga kebersihan yang merupakan warga negara Indonesia, dengan terduga pelaku lain yang warga negara asing.

"Pihak kedubes pendiri JIS kalau ingin membantu guru yang ditahan polisi, lebih baik menunjuk pengacara saja. Atau kalau itu sudah dilakukan ya berkoordinasi dengan pengacara. Jangan sampai keluar pernyataan yang menuding polisi Indonesia tidak profesional dan sebagainya," tuturnya.

Apalagi, kata Hikmahanto, dua guru yang sudah ditahan itu bukan warga asal negara kedutaan besar pendiri JIS. Karena itu, cukup aneh bila ketiga kedutaan besar itu menanggapi kasus itu secara berlebihan.

Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya telah menangkap dua guru JIS yaitu Neil Bantleman (Kanada) dan Ferdinant Tjiong (Indonesia) pada Senin (14/7) malam.

Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Rikwanto mengatakan penyidik memiliki pertimbangan secara objektif dan subjektif terkait keputusan untuk melakukan penahanan.

"Subjektifnya, pertimbangannya untuk keamanan agar mereka tidak melarikan diri, tidak mengulangi perbuatannya, kemudian tidak menghilangkan barang bukti. Maka dengan pertimbangan subjektif ini dilakukan penahanan," kata Rikwanto.

Sedangkan pertimbangan secara objektif, kata Rikwanto, adalah perbuatan yang dilakukan tersangka diancam dengan ancaman di atas lima tahun penjara, sehingga memang bisa dilakukan penahanan.

Rikwanto mengatakan pertimbangan-pertimbangan tersebut diputuskan penyidik berdasarkan kajian-kajian dan diskusi tentang apa penting dan tidaknya dilakukan penahanan terhadap tersangka.

Langkah penyidik itu sempat dipertanyakan tiga kedutaan besar pendiri JIS yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Australia.
Tags:

Berita Terkait