Di Jalur yang Benar, Sopir Bus Lolos Dari Hukuman
Edsus Lebaran 2014

Di Jalur yang Benar, Sopir Bus Lolos Dari Hukuman

Tidak terbukti adanya unsur kelalaian/kealpaan pada sopir bus.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: RES (Ilustrasi)
Foto: RES (Ilustrasi)
Apes, mungkin itu istilah yang tepat untuk menggambarkan nasib yang menimpa Djasman, seorang sopir bus yang lahir di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, 40 tahun lalu. Gara-gara melindas kaki kaki seorang pengendara motor yang jatuh di depan bus Santoso yang ia kemudikan, Djasman harus berurusan dengan proses hukum.

Peristiwanya terjadi pada 13 Februari 1987 di Desa Kejawar Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Saat itu Djasman mengendarai Bus Santoso bernomor polisi AA 2587 A dari Purwokerto ke Semarang. Saat melintas di Desa Kejawar, pada jalan yang menurun ia berpapasan dengan truk yang berjalan pelan.

Di belakang truk itu ada tiga pengendara sepeda motor. Pengendara sepeda motor yang terdepan mendahului truk, disusul dengan sepeda motor yang ada di belakangnya. Namun, ketika sepeda motor kedua itu akan menyalip truk, kendaraan Djasman posisinya hampir sejajar dengan truk tersebut.

Alhasil sepeda motor kedua itu menyerempet bagian belakang truk kemudian jatuh, lalu ditabrak pengendara sepeda yang ketiga. Ketika jatuh pengendara sepeda motor ketiga terhempas ke kanan. Menghadapi situasi tersebut Djasman tidak berusaha mengerem atau meminggirkan bus yang dikendarainya.

Kaki kiri Achmad Ngadenan, pengendara sepeda motor itu, tergilas roda kanan bus Djasman. Achmad menderita luka-luka berupa patah tulang tungkai bawah sebelah kiri dan robek sepanjang 30 cm disertai pendarahan. Luka itu membuat Achmad meregang nyawa.

Atas peristiwa tersebut, Djasman diproses secara hukum. Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Banyumas, Jawa Tengah, pada 8 Maret 1988, jaksa menuntut Djasman pidana penjara selama dua tahun.

Kemudian, Pengadilan Negeri Banyumas, Jawa Tengah memutus berdasarkan Pasal 359 KUHP Djasman dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal. Dari tuntutan dua tahun penjara, Djasman hanya dihukum penjara enam bulan dan membayar ongkos perkara sebanyak-banyaknya seribu rupiah.

Atas putusan pengadilan tingkat pertama, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Semarang. Lewat putusan bernomor 443/Pid/1989/PT.Smg, pengadilan tinggi menerima permohonan banding tersebut. Hukuman Djasman ditambah oleh majelis hakim banding menjadi delapan bulan penjara dan membayar biaya perkara Rp1.500.

Tidak terima dihukum lebih berat, Djasman mengajukan kasasi atas putusan banding. Djasman bersikeras merasa tidak bersalah karena waktu kejadian ia berada di jalur yang benar. Djasman berdalih korban jatuh dari sepeda motor karena terserempet sepeda motor yang ada di depannya sehingga terlindas roda bus yang dikendarai Djasman. Dia juga mengaku telah berhati-hati dan hafal jalur yang dilintasi.

Di tingkat Mahkamah Agung (MA), nasib baik akhirnya berpihak pada Djasman. 19 Januari 1993, majelis hakim agung yang terdiri dari Adi Andojo Soetjipto (Ketua Sidang), beranggotakan Tommy Boestomi dan Martina Notowidagdo mengabulkan permohonan kasasi Djasman sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi di Semarang dan Pengadilan Negeri Banyumas.

Dalam Putusan No.1104 K/Pid/1990, majelis kasasi berpendapat dalil-dalil keberatan-keberatan Djasman dapat dibenarkan. Majelis menilai korban jatuh karena terserempet pengendara sepeda motor yang ada di depannya. Karena jatuh ke kanan maka korban tergilas roda bus yang dikemudikan Djasman.

Selain itu majelis mengatakan bus yang dikemudikan Djasman berada di jalur yang benar atau di sebelah kiri. Makanya, majelis berpendapat tidak ditemukan unsur kelalaian/kealpaan pada diri Djasman. Adanya perdamaian antara keluarga korban dan Djasman, serta keluarga korban menyatakan tidak akan mengajukan tuntutan, dianggap majelis sebagai hal yang meringankan Djasman.

“Terdakwa (Djasman,-red) harus dibebaskan dari dakwaan tersebut dan biaya perkara dibebankan kepada negara. Menimbang, oleh karena terdakwa dibebaskan maka kepadanya harus diberikan rehabilitasi,” kata Ketua Sidang, Adi Andojo Soetjipto dalam putusan.
Tags: