Menag: PP Aborsi Sudah Sesuai dengan Fatwa MUI
Berita

Menag: PP Aborsi Sudah Sesuai dengan Fatwa MUI

Kemenkes siapkan empat permen.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Kementerian Agama. Foto: Sgp
Kementerian Agama. Foto: Sgp

Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menilai Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi sudah sesuai dan sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia.

"PP aborsi sudah sesuai dengan ketentuan fatwa MUI karena aborsi dimungkinkan dengan beberapa syarat," kata Lukman yang baru saja dianugerahi Bintang Mahaputera Adipradana di Istana Negara, Rabu.

Ia menambahkan, syarat aborsi tersebut boleh dilakukan karena mengancam jiwa si ibu dan tidak ada cara lain. Kedua, aborsi bisa dilakukan bila ada alasan medis baik fisik dan psikis, yang keduanya mengancam keselamatan si ibu.

Sedangkan hak menentukan aborsi tersebut adalah ahli medis, para dokter. Selain itu, ada batasan usia tertentu bahwa usia kandungan tak lebih dari sebelum kandungan miliki ruh, jiwa.

"Itu ketentuan-ketentuan yang sudah sejalan dengan komisi fatwa MUI," katanya.

Namun ditanyakan, apakah Kementerian Agama turut dalam membuat Peraturan Pemerintah tersebut, Lukman tidak memberikan jawaban yang jelas.

"Itu sudah sesuai dengan MUI. Ini sudah terlalu teknis, saya nggak tau persis, karena kalau PP di tingkat Dirjen. Saya selaku menteri, saya belum tahu secara persis teknisnya seperti apa," katanya.

Sementara itu, PP tentang Reproduksi Kesehatan tersebut merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. PP 61/2014 yang ditandatangani pada 21 Juli 2014 tersebut mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat perkosaan sesuai UU 36/2009 Pasal 75 ayat 1.

Pasal tersebut menyatakan, larangan aborsi kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban.

Kementerian Kesehatan menyatakan masih banyak peraturan pendamping yang harus disusun sebelum PP No.61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi atau yang sering dijuluki "PP Aborsi" karena memuat tentang pasal pengakhiran kehamilan itu berlaku.

"Secara operasional PP itu masih membutuhkan sekitar lima permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) yang sedang dalam penyusunan," kata Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono ketika ditemui di seminar tentang Kekerasan Pada Anak di Jakarta, Selasa.

Anung juga menegaskan bahwa PP itu bukan hanya mengatur mengenai aborsi namun menitikberatkan terhadap kesehatan reproduksi mulai dari masa sebelum kehamilan, masa kehamilan, melahirkan dan paska melahirkan.

"Di dalam PP itu memang diatur satu dua pasal tentang kegiatan pengakhiran kehamilan terkait perkosaan dan lainnya," ujar Anung.

Sebelum dapat dilaksanakan, PP tersebut membutuhkan peraturan turunan yang saat ini sedang disiapkan oleh Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya.

"Kemenkes mungkin ada sekitar empat permen (peraturan menteri) yang harus disiapkan, Kementerian Pendidikan juga akan menyusun peraturan untuk memasukkannya (kesehatan reproduksi) ke kurikulum," kata Anung.

Para akademisi dan praktisi kesehatan juga diminta untuk dapat menyiapkan substansi yang dibutuhkan dalam penyusunan peraturan-peraturan tersebut, termasuk sosialisasi kepada masyarakat yang akan disampaikan melalui jalur komunikasi, informasi dan edukasi baik menggunakan pendekatan formal (pendidikan) maupun informal.

Dalam PP tersebut pengakhiran kehamilan secara sengaja (aborsi) diperbolehkan dengan beberapa syarat antara lain korban perkosaan.

"Tapi itu akan didalami lagi, siapa saja yang bisa memberikan opini untuk mengakhiri kehamilan, baik dari segi kesehatan maupun lainnya seperti agama. Tapi kita (Kementerian Kesehatan) konsentrasinya di pelayanan kesehatan seperti standar tenaga kesehatan yang boleh, fasilitas apa yang bisa," papar Anung.

Tags: