MA Berharap PP Diversi Segera Terbit
Berita

MA Berharap PP Diversi Segera Terbit

Agar bisa mengikat aparat penegak hukum lain.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Mahkamah Agung (MA) berharap pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah pelaksana UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pasalnya, UU SPPA itu telah mewajibkan polisi, jaksa, dan hakim melakukan diversi (musyawarah) dalam kasus pidana yang melibatkan anak dalam upaya restorative justice (pemulihan keadilan) bagi semua pihak.

Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur mengatakan meski telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, MA tetap membutuhkan PP agar bisa mengikat para pihak dalam sistem peradilan pidana.

Ridwan mengatakan belum tersedianya PP tersebut membuat pelaksanaan Perma No.  4 Tahun 2014 diperkirakan tidak bisa sepenuhnya dilaksanakan. Sebab, Perma itu hanya mengikat dan wajib dilaksanakan di kalangan internal pengadilan (hakim), tidak mengikat instansi kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan. “Sampai sekarang PP belum turun, padahal bagian penting pelaksanaan UU SPPA adalah peraturan pemerintah, bukan Perma,” kata  Ridwan Mansyur di MA, Jum’at (28/8).

Perma No. 4 Tahun 2014 salah satu upaya MA untuk mengisi kekosongan hukum acara tentang pelaksanaan diversi dalam sistem peradilan anak. Aturan itu hanya ditujukan untuk internal hakim, tetapi bisa saja diikuti penegak hukum lain (tidak wajib). “Karena itu, MA tidak bisa menunggu lagi karena per 1 Agustus 2014 UU SPPA harus sudah diberlakukan. Makanya kita terbitkan Perma itu,” katanya.

Menurut Ridwan, pemerintah pernah berjanji akan menerbitkan PP tersebut awal Agustus atau sebelum MA memberlakukan Perma. Hingga kini janji itu belum terwujud. Padahal di Perma itu masih terdapat poin yang membutuhkan PP. Poin terpenting yang yang mesti diatur dalam PP tersebut selain hukum acaranya, mengenai lokasi pelaksanaan rehabilitasi anak.

“Kalau di Jakarta sih tak masalah, disini ada gedung Badan Narkotika Nasional (BNN) atau banyak rumah sakit, tetapi bagaimana kalau di daerah seperti di Solok atau Papua? Gedung BNN di sana mungkin tidak memadai. Karena itu, pemerintah perlu menyediakan bangunan rehabilitasi anak yang melanggar tindak pidana yang diatur dalam PP,” tuturnya.

MA memandang kekurangan Perma diversi juga membutuhkan peraturan teknis mengenai sertifikasi hakim, jaksa, dan penyidik yang menangani kasus tindak pidana yang melibatkan anak. “Sertifikasi itu penting, pihak kejaksaan dan kepolisian juga perlu menyediakan ruang khusus diversi atau mediasi. Ini semua mesti diatur dalam PP,” tegasnya.

Diversi adalah penyelesaian kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak dengan jalan musyawarah, mendamaikan atau dikenal dengan mediasi antara pihak korban dengan pelaku. Hakim yang menangani kasus adalah hakim tunggal dan berstatus sebagai fasilitator dengan syarat adanya pengakuan dari anak yang melakukan tindak pidana dan korban tidak keberatan. “Hakim fasilitator wajib diversi selama 30 hari, yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menangani perkara anak yang bersangkutan,” Ridwan.

Selain mewajibkan hakim untuk melakukan upaya diversi, Perma tersebut mewajibkan penyidik di kepolisian dan jaksa penuntut untuk melakukan diversi sebelum perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan.

Selain itu, syarat diversi berlaku pada anak yang telah berusia 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun baik telah menikah maupun belum menikah. Syarat ancaman hukumannya adalah di bawah 7 tahun. Bahkan, ancaman hukumannya bisa di atas 7 tahun kalau dakwaannya kumulatif (berlapis) termasuk di dalamnya tindak pidana yang ancamannya di bawah 7 tahun.

Sanksinya, lanjut Ridwan, bisa dengan ganti kerugian, pengembalian barang bukti, perintah melakukan tindakan tertentu, hukuman bersyarat, dikembalikan ke orang tuanya, dilakukan pembinaan di tempat-tempat tertentu. Sanksi bagi penyelesaian diversi ini dituangkan melalui penetapan pengadilan yang ditandatangani ketua pengadilan.
Tags:

Berita Terkait