Percuma Punya Peraturan Kalau Tak Transparan
Berita

Percuma Punya Peraturan Kalau Tak Transparan

Pemerintahan terpilih harus melanjutkan agenda reformasi birokrasi.

Oleh:
CR-17
Bacaan 2 Menit
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo. Foto: SGP
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo. Foto: SGP
Indonesia sudah punya banyak peraturan perundang-undangan. Hampir semua lembaga negara punya standar operasi prosedur (SOP). Telah bertahun-tahun isu good governance didengungkan, termasuk dengan pakta integritas. Nyatanya korupsi jalan terus, koordinasi antarlembaga pemerintahan sulit berjalan dengan baik.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Achmad Syahroza, berpendapat ada kesalahan anggapan selama ini, bahwa kalau sudah ada peraturan tertulis dan SOP, maka Indonesia sudah punya good governance. Menurut Syahroza, peraturan dan SOP adalah instrumen yang belum tentu mendorong ke arah governance. Tanpa disadari sangat mungkin regulasi yang dibuat malah tidak mendorong ke arah pendekatan governance.

Pemerintah sudah mencoba membangun sistem. Beragam peraturan perundang-undangan dihasilkan untuk menopang sistem yang dibangun. Termasuk sistem pemberantasan korupsi lewat Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014.

Tetapi menurut Syahroza, yang terpenting dalam menegakkan sistem yang sudah dibangun tersebut adalah transparansi dan akuntabilitas. “Yang paling pokok itu ialah akuntabel dan transparan,” ujarnya di sela-sela seminar ‘Transformasi Etika dan Akuntabilitas Birokrasi dalam Upaya Mengakselarasi Pencapaian Good Governance’ di Jakarta, Kamis (4/9) lalu.

Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN & RB), Eko Prasojo tak menampik bahaya korupsi yang masih menjangkiti birokrasi. Birokrasi sebenarnya adalah tempat implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan yang menopang good governance. Tetapi korupsi di birokrasi dan sumber daya yang tak memiliki kompetensi membuat good governance sulit tercapai.

Rekrutmen pegawai negeri sipil yang kini menggunakan sistem komputerisasi (CAT) adalah contoh upaya perbaikan kompetensi aparatur sipil negara (ASN). Yang menyedihkan, kata Eko, jumlah ASN begitu besar, tak sebanding dengan kualitas yang mumpuni. “Selain tidak memiliki kompetensi, kadang jumlahnya berlebihan namun kualitasnya tidak mumpuni,” ucapnya.

Sistem penerimaan pegawai negeri harus menjalankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan CAT, kandidat bisa langsung mengetahui hasil seleksi, sehingga semakin menutup peluang kongkalikong. Sistem ini juga sejalan dengan kenyataan masyarakat semakin dekat dengan teknologi informasi.  “Sekarang masyarakat tidak siap menunggu, harus dengan online, harus dengan real time,” jelasnya.

Inilah tantangan reformasi birokrasi bagi pemerintahan mendatang. Keberhasilannya sangat ditentukan strategic players yang diberi kepercayaan memimpin lembaga-lembaga pemerintahan. Good governance adalah suatu sistem yang dipergunakan oleh strategic players untuk mengelola sumber daya organisasi secara efisien, efektif, produktif, dan ekonomis dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan mengedepankan prinsip-prinsip akuntabel dan transparan.

Menurut Prof. Syahroza, tujuan akhir penerapan good governance adalah meminimalisasi kebocoran sumber daya (korupsi) dan konflik pemain kunci pemerintahan (key players governance). “Kedua kondisi ini masih belum mampu kita lewati dengan baik,” paparnya.

Eko Prasojo berharap pemerintahan ke depan bisa melakukan kaji ulang atau review terhadap implementasi program pembangunan; apakah sudah transparan dan akuntabel atau belum. Kuncinya bukan hanya merombak struktur kabinet dan regulasi, tetapi juga merombak budaya dan mental birokrat.

“Siapapun presidennya, dan sebaik apapun program yang telah ditetapkan, tidak akan berjalan jika memiliki birokrasi yang tidak capable, birokrasi-birokrasi yang tidak adopted policy,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait