Keterlibatan Pemerintah dalam DAN Perlu Dibatasi
Berita

Keterlibatan Pemerintah dalam DAN Perlu Dibatasi

Diharapkan menjadi lembaga yang objektif mulai pemberian sanksi, hingga pemberian kelulusan lisensi ujian advokat.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi di DPR. Foto: RFQ
Suasana diskusi di DPR. Foto: RFQ
Dewan Advokat Nasional (DAN) dalam Revisi UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat memiliki kewenangan yang cukup besar dalam menjaga etika profesi kurikulum pendidikan dan ujian advokat. Sejumlah orang yang akan menempati anggota dewan advokat sejatinya perlu diseleksi dengan ketat, termasuk keterlibatan pemerintah dalam DAN perlu dibatasi. Hal ini disampaikan praktisi hukum Kongres Advokat Indonesia (KAI), Erman Umar, dalam diskusi di Gedung DPR, Selasa (9/9).

Menurutnya, anggota DAN nantinya bukan tidak mungkin diseleksi oleh panitia yang dibentuk oleh pemerintah. Sedangkan pemilihan dilakukan oleh DPR. Namun, anggota terpilih DAN belum tentu tunduk terhadap DPR atas tekanan politik. Ia percaya DAN akan berjalan objektif sesuai moralitas yang dimiliki anggota DAN.

Kendati demikian, ia menekankan keterlibatan pemerintah dalam DAN tetap harus dibatasi. “Kita organisasi independen. Prinsipnya, adanya perubahan dan adanya DAN harus dijaga,” ujarnya.

Ketua Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN), Frans Hendra Winarta, mengatakan DAN merupakan bentukan pemerintah. Menurutnya, RUU Advokat memberikan ruang pemerintah untuk campur tangan melalui DAN.

Ia berpandangan lisensi dan penyelenggaraan ujian idelanya memang dilakukan oleh negara, termasuk pihak yang memberikan kelulusan terhadap profesi. “Ujian itu negara yang berikan. Tapi sejauh mana negara ikut campur tangan,” katanya.

Senada dengan Erman Umar, menurut Frans, campur tangan pemerintah dalam DAN perlu dibatasi termasuk pemilihan ketua umum organisasi. Ia berpendapat, selain penyelenggaraan dan standar ujian dilakukan oleh negara, DAN juga memberikan sanksi terhadap advokat yang melakukan pelanggaran etika. Misalnya, jika terduga pelanggar etik terbukti bersalah oleh organisasi dan dilakukan pemecatan, maka dapat mengajukan banding ke DAN.

“Jadi yang menentukan pelanggaran etik itu negara,” katanya.

Anggota Panja RUU Advokat Nudirman Munir mengatakan, advokat merupakan profesi terlantar yang diterlantarkan. Menurutnya, advokat acapkali dipandang sebelah mata oleh penegak hukum lainnya. Oleh karena itu, perlu diperkuat peran dan fungsi advokat. Menurutnya, keberadaan DAN dalam RUU Advokat merupakan bagian penguatan advokat.

Meski nantinya dimungkinkan banyak organisasi advokat maupun hanya satu organisasi advokat, tetap satu kode etik advokat. Nah, keberadaan DAN ini nantinya memiliki peranan yang cukup banyak dalam penegakkan kode etik. Ia tak menampik, banyak organisasi advokat yang ada saat ini memiliki kode etik masing-masing.

Ia khawatir jika saja terdapat advokat yang merupakan anggota organisasi advokat tertentu dipecat karena diduga pelanggaran etik dapat berpindah ke organisasi lainnya. Untuk itulah, DAN akan bersikap objektif dalam menentukan sikap atas dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan advokat.

Menurutnya, anggota dewan advokat terdiri dari mantan advokat senior, akademisi, dan tokoh masyarakat. Memang idealnya komposisi lebih didominasi dari kalangan mantan advokat. “Jadi mereka yang duduk tidak punya kepentingan. Sehingga sanksi yang diberikan jadi objektif,” ujar Nudirman.

Sementara itu, Ketua DPN PERADI Otto Hasibuan mengatakan, DAN akan mengekang profesi advokat di bawah pengawasan pemerintah. Apalagi, DAN mendapat anggaran dari pemerintah. Ia khawatir akan berdampak pada independensi DAN.

“Anggota DAN itu direkrut pemerintah, kepengurusannya dibentuk pemerintah, gajinya berasal dari pemerintah. Sehingga, otomatis tanggungjawabnya ke pemerintah. Padahal di seluruh dunia, profesi advokat itu independen dan jauh dari kekuasaan pemerintah,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait