Minim Perlindungan Kesehatan dalam RUU Pertembakauan
Berita

Minim Perlindungan Kesehatan dalam RUU Pertembakauan

Penolakan juga muncul di lingkungan pemerintah.

Oleh:
CR-17
Bacaan 2 Menit
Minim Perlindungan Kesehatan dalam RUU Pertembakauan
Hukumonline
Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Kartono Mohamad, bependapat perlindungan kesehatan dalam RUU Pertembakauan yang diusung DPR sangat minim. Padahal pengendalian tembakau justru untuk melindungi kesehatan. Karena itu, Kartono merasa heran mengapa RUU Pertembakauan tetap didorong masuk Prolegnas.  

"Dalam naskah RUU tersebut hanya satu pasal yang menyebut perlindungan kesehatan. Kemudian lebih banyak bicara tentang perlindungan industri rokok sementara sedikit tentang perlindungan petani tembakau," ujar Kartono dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Kartonoi berpendapat tidak ada alasan mendesak untuk membuat Undang-Undang khusus tembakau. Jika ingin melindungi petani tembakau, wilayah pertanian tembakau di Indonesia hanya terdapat di tiga provinsi. Itu pun tidak merata di seluruh kabupaten. Sehingga kontribusi tembakau terhadap ekonomi juga tidak besar.

Lagipula di Indonesia lebih banyak petani padi dibanding petani tembakau. Dalam perspektif perlindungan petani, Indonesia sudah memiliki instrumen hukumnya, yakni UU No. 19  Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

“Kelihatan sekali RUU ini didukung industri rokok karena isinya lebih banyak tentang rokok. Misalnya, dibolehkan iklan rokok, peringatan bergambar tidak diperlukan dan aturan tentang kebebasan impor tembakau yang sebenarnya sudah diatur dalam UU perdagangan," kata mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia itu.

Dengan alasan tersebut, Kartono berharap Presiden SBY dapat menolak RUU Pertembakauan dan segera mengaksesi Framework Convention  on Tobacco Control (FCTC) untuk melindungi generasi penerus dari bahaya rokok.

Sejalan dengan Kartono, Hery Chariansyah, Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, mendesak Presiden SBY sebagai kepala pemerintahan segera aksesi Kerangka Kerja Pengendalian Produk Tembakau (FCTC) sebelum berakhir masa jabatannya.

Menurut Hery, FCTC tidak akan mematikan industri rokok atau petani tembakau. FCTC bertujuan untuk melindungi generasi masa kini dan masa datang dari akibat buruk konsumsi rokok dan paparan asap rokok terhadap kesehatan dengan pengaturan penjualan rokok dan pembatasan akses masyarakat terutama anak-anak dan pemuda terhadap produk rokok.

“Jika sampai dengan batas akhir kekuasaannya Presiden SBY tidak juga melakukan aksesi FCTC, maka patut disebut Pemerintahan SBY tidak berpihak terhadap perlindungan anak dan gagal lindungi anak dari rokok,” ujar Hery.

Di lingkungan pemerintahan, ternyata penolakan terhadap RUU Pertembakauan massif. Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI Ekowati Rahajeng mengatakan kementerian telah menyampaikan penolakan RUU Pertembakauan secara resmi melalui surat yang dilayangkan kepada Presiden SBY. Selain itu, sudah diadakan advokasi di sektor pemerintahan, dan sosialisasi kepada masyarakat luas.

"Semua Kementerian sepakat untuk menolak RUU Pertembakauan tersebut. Kami dari Kemenkes yang ditunjuk menjadi koordinatornya. Dari UU itu lebih banyak berbahaya bagi  kesehatan masyarakat," kata Ekowati pada diskusoi ‘FCTC versus RUU Pertembakauan’ di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (26/8) lalu.
Tags:

Berita Terkait