Porsi Asing dalam Industri Asuransi Akan Dikurangi
Utama

Porsi Asing dalam Industri Asuransi Akan Dikurangi

Pemerintah masih membahas besarannya untuk dimasukkan ke dalam Peraturan Pemerintah.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Kepala Pengawas Eksekutif Industri Keuangan Non Bank OJK, Firdaus Djaelani. Foto SGP.
Kepala Pengawas Eksekutif Industri Keuangan Non Bank OJK, Firdaus Djaelani. Foto SGP.
Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengurangi porsi asing dalam industri asuransi. Otomatis, kesepakatan tersebut akan mengubah porsi asing yang selama ini ada pada PP No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, dengan jumlah maksimal 80 persen.

Sayangnya, dalam RUU Perasuransian yang akan segera dibawa ke paripurna DPR untuk disetujui menjadi UU itu tidak disebutkan secara jelas berapa porsi asing. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria badan hukum asing dan kepemilikan badan hukum asing serta kepemilikan warga negara asing dalam perusahaan asuransi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

“Kepemilikan asing dibatasi secara kualitatif dan kuantitatif,” kata Sekretaris Panitia Kerja RUU Perasuransian Fauzi Ahmad di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (15/9). Namun, lanjut Fauzi, DPR mengusulkan agar angka porsi asing diubah menjadi 40 persen.

Kepala Pengawas Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani, sepakat dengan pengurangan porsi asing dalam industri asuransi. “Ya tidak membatasi, tapi agak mengurangi. Sekarang kita 80 persen,” ujarnya.

Ia menuturkan, salah satu alasan pengurangan porsi asing, lantaran saat ini sudah banyak pemilik modal dalam negeri yang pendanaannya kuat. Menurutnya, pendanaan kuat menjadi alasan penting dalam industri asuransi yang memiliki komitmen jangka panjang, yakni sebuah perusahaan asuransi jiwa, misalnya baru memperoleh laba setelah berdiri lima sampai enam tahun.

Menurutnya, untuk porsi asing bagi perusahaan asuransi baru hanya diperbolehkan dimiliki oleh badan hukum asing. Sedangkan untuk warga negara asing hanya boleh memiliki saham di perusahaan asuransi melalui transaksi di bursa efek. Ketentuan ini dipercaya bisa mendorong perusahaan asuransi lebih banyak lagi untuk go public.

“Saya lebih cenderung mau mendorong mereka go public biar lebih banyak masyarakat menjadi pemegang saham perusahaan asuransi,” tutur Firdaus.

Tapi sayangnya, Firdaus belum bisa menjelaskan secara pasti jumlah ideal porsi asing di industri asuransi. Menurutnya, porsi asing ini harus dikaji terlebih dahulu oleh sejumlah stakeholder. “Kita kaji dulu, kalau asing itu kan data, ada keinginan mayoritas ada keinginan untuk tidak mayoritas,” katanya.

Kajian mengenai berapa porsi asing dalam industri asuransi akan segera dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menteri Keuangan Chatib Basri hingga kini belum bisa memastikan berapa pastinya angka porsi asing dalam setiap perusahaan asuransi. Meski begitu, Kemenkeu menilai bahwa permodalan menjadi alasan penting bagi industri asuransi untuk berkembang.

“Itu belum dibahas di tingkat Peraturan Pemerintah (PP), namun intinya adalah bagaimana industri asuransi bisa jalan sebaik-baiknya dan bisa ekspansi dengan permodalan yang cukup,” kata Chatib.

Menurutnya, persoalan yang penting ke depan adalah bagaimana caranya agar industri asuransi bisa tumbuh dengan baik. Atas dasar itu, Chatib berharap seluruh stakeholder fokus untuk lebih mengembangkan lagi industri asuransi di dalam negeri. Sehingga, permodalan menjadi sebuah kebutuhan penting bagi industri asuransi.

“Makanya kita tidak membedakan antara asing dan lokal dulu, namun yang kita pastikan adalah bagaimana industri ini bisa tumbuh karena industri asuransi seperti bank yang membutuhkan permodalan,” kata Firdaus mengomentari pernyataan Menkeu.
Tags:

Berita Terkait