Baleg Usul Penambahan RUU Prolegnas 2014
Berita

Baleg Usul Penambahan RUU Prolegnas 2014

RUU dimaksud adalah revisi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Badan Legislasi (Baleg) resmi mengajukan penambahan RUU Prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014. Hal itu diungkapkan Ketua Baleg Ignatius Mulyono dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (16/9).

“Perkenankan saya atas nama Badan Legislasi menyampaikan laporan hasil koordinasi Baleg dengan Menteri Hukum dan HAM dalam rangka penambahan Prolegnas RUU prioritas 2014,” ujarnya.

Menurutnya, penambahan RUU Prolegnas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Merujuk Pasal 16 UU No.12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan, perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam suatu Prolegnas. Penyusunan Prolegnas antara DPR dan pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan yang khusus menangani bidang legislasi. “Yakni Baleg,” imbuhnya.

Prolegnas menjadi dasar pengajuan RUU oleh DPR maupun pemerintah dan DPD. Kendati demikian, DPR dan pemerintah mengajukan RUU di luar Prolegnas yang sudah ditetapkan dengan alasan keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU 12/2011.

Ayat (2) menyatakan, “Dalam keadaan tertentu DPR, presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas mencakup; a. Mengatasi keadaan luar baisa, keadaan konflik, atau bencana alam. B. Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang mengelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum”.

Dikatakan Ignatius, Baleg menerima pengajuan usulan penambahan satu RUU dari pemerintah, yakni RUU tentang Pemerintahan otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua agar dimasukan dalam Prolegnas RUU prioritas 2014. Baleg dan Menkumham melakukan rapat kerja. Dalam rapat disepakati usulan pemerintah terkait RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua untuk diparipurnakan.

Alasan kesepakatan itu didasari oleh penyelenggaraan pemerintahan di tanah Papua  melalui regulasi yang ada dinilai tidak mampu mengatasi kondisi kekinian. Regulasi dimaksud UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang telah diubah menjadi UU No. 35 Tahun 2009.

“(UU tersebut, red) menampakan ketidakmampuan untuk mengakomodir dinamika perkembangan masyarakat Papua,” ujarnya.

Anggota Komisi II itu mengatakan, jika disetujui penambahan RUU tersebut, maka RUU prioritas Prolegnas berubah. Semula berjumlah 68 RUU dan 5 RUU Kumulatif terbuka, menjadi 69 RUU dan 5 Kumualtif Terbuka. Ignatius menyadari beban DPR dalam menyelesaikan sejumlah RUU semakin berat. Apalagi di penghujung masa bakti anggota dewan periode 2009-2014 masih menyisakan puluhan RUU.

Namun demikian, Ignatius yakin bila ada tekad  dan komitmen bersama  antara DPR dan pemerintah dalam menyelesaikan sejumlah RUU, setidaknya beban akan berkurang. “Tentunya target Prolegnas akan tercapai. Oleh sebab itu kami mengharapkan dukungan dari pimpinan DPR dan pimpinan fraksi agar penambahan  Prolegnas dapat direalisasikan sesuai rencana sehingga dapat menjadi sumbangan penting dalam peningkatan kinerja DPR,” ujarnya.

Menyikapi usulan Baleg, pimpinan rapat paripurna Priyo Budi Santoso menanyakan kepada sejumlah anggota dewan yang hadir. Menurutnya, jika mendapat persetujuan maka terdapat perubahan jumlah RUU prioritas Prolengas 2014.

“Apakah laporan pimpinan Baleg yaitu memasukan melakukan penyempurnaan UU Otsus Papua bisa kita setujui?,” ujarnya. “Setuju,” jawab serentak anggota dewan yang hadir.
Tags:

Berita Terkait