Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Even Sembiring mendorong agar KPK mulai menerapkan pidana untuk pelaku korporasi. Apabila mengacu ketentuan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), selain perorangan, korporasi merupakan salah satu subjek pelaku dalam tindak pidana korupsi. Ia berharap KPK menetapkan ke-27 korporasi itu sebagai tersangka.
“Kami berharap untuk pertama kalinya KPK menetapkan korporasi sebagai tersangka. Kami juga berharap KPK lebih progresif menindaklanjuti korupsi kehutanan di Riau dengan menarik satu persatu korporasi penerima izin yang mengakibatkan kerugian negara dan merusak ekosistem hutan Riau,” katanya, Selasa (16/9).
Even menjelaskan, dari 27 korporasi yang dilaporkan, 20 diantaranya diduga terlibat dalam perkara korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, Hutan Tanaman (IUPHHKHT) di Kabupaten Siak dan Pelalawan, Riau yang telah memidanakan mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafar dan Bupati Siak Arwin AS.
Ada pula beberapa korporasi yang diduga terlibat dalam perkara korupsi penerbitan URKT/RKT dengan terpidana Gubernur Riau Rusli Zainal. Even menyebut, dalam perkara ini, Rusli telah divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Namun, penerbitan izin itu diduga dilakukan Rusli saat menjabat Bupati Indragiri Hilir.
Selain itu, Koalisi juga melaporkan lima korporasi lain yang diduga terlibat dalam perkara terpidana korupsi Thamsir Rachman. Modus mantan Bupati Indragiri Hulu hampir serupa dengan kasus Bupati Pelalawan dan Siak. Ia diduga telah menerbitkan IUPHHKHT yang telah merugikan negara dan memperkaya korporasi.
No | Bupati Indragiri Hulu Thamsir Rachman | Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafar | |
1 | PT Artelindo Wiratama | 13 | PT Merbau Pelalawan Lestari |
2 | PT Citra Sumber Sejahtera | 14 | PT Selaras Abadi Utama |
3 | PT Bukit Batabuh Sei Indah | 15 | PT Uniseraya |
4 | PT Mitra Kembang Selaras | 16 | CV Tuah Negeri |
5 | PT Sumber Maswana Lestari | 17 | CV Mutiara Lestari |
18 | CV Putri Lindung Bulan | ||
Bupati Indragiri Hilir Rusli Zainal | 19 | PT Mitra Tani Nusa Sejati | |
6 | PT Bina Duta Laksana | 20 | PT rimba Mutiara Permai |
7 | PT Riau Indo Agropalma | 21 | CV Bhakti Praja Mulia |
22 | PT Triomas FDI | ||
Bupati Siak Arwin AS | 23 | PT Satria Perkasa Agung | |
8 | PT Bina Daya Bintara | 24 | PT Mitra Hutani Jaya |
9 | PT Seraya Sumber Lestari | 25 | CV Alam Lestari |
10 | PT Balai Kayang Mandiri | 26 | PT Madukoro |
11 | PT Rimba Mandau Lestari | 27 | CV Harapan Jaya |
12 | PT National Timber and Forest Product |
Even menduga, IUPHHKHT untuk ke-27 korporasi itu telah diterbitkan secara melawan hukum. Terlebih lagi, 20 korporasi di Pelalawan dan Siak, sudah secara jelas disebut dalam putusan perkara korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap. Untuk itu, koalisi melaporkan ke-27 korporasi dengan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.
Ia mengungkapkan, ke-27 korporasi tersebut telah menebang hutan alam untuk ditanami akasi sepanjang tahun 2003-2006 untuk kebutuhan pabrik bubur pulp dan paper yang terafiliasi dengan Grup APP milik Eka Tjipta Widjaja (Sinarmas Grup) dan Grup APRIL milik Sukanto Tanoto (Grup Raja Garuda Eagle).
Kemudian, meski izin ke-27 korporasi diduga mengandung unsur korupsi, hingga tahun 2014, mereka masih melakukan penebangan hutan alam untuk ditanami akasia-eukaliptus. Koalisi menilai, bila KPK tidak segera menindaklanjuti, kerugian negara akan semakin bertambah dan terus memperkaya ke-27 korporasi.
Walau mengetahui KPK belum pernah menetapkan korporasi sebagai tersangka, Even berharap KPK mulai menerapkan pidana korporasi dengan mengacu beberapa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Selain mantan Bupati Siak dan Pelalawan, sudah ada Kepala Dinas Kehutanan yang juga telah berkekuatan hukum tetap.
“Nah, kami berharap, KPK dapat berangkat dari dua putusan Pelalawan dan Siak, dimana dalam putusan disebutkan ada aliran dana yang diserahkan korporasi dan ada keuntungan yang diperoleh korporasi. Jalur ini dapat dijadikan KPK sebagai alat untuk menarik korporasi menjadi tersangka di kasus korupsi kehutanan di Riau,” ujarnya.
Even meyakini tidak sulit bagi KPK untuk mendapatkan alat bukti dan menyelidiki dugaan korupsi yang dilakukan ke-27 korporasi. Apalagi KPK sebelumnya telah menangani perkara korupsi mantan Bupati Siak dan Pelalawan. Dalam fakta persidangan juga sudah terungkap adanya aliran dana yang bersumber korporasi.
Oleh karena itu, Even menganggap ke-27 korporasi dapat turut dimintakan pertanggungjawaban pidana. Sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU Tipikor, dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.
Selanjutnya, sebagaimana ketentuan Pasal 17 dan 18 UU Tipikor, korporasi tersebut dapat dijatuhi pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan. Penutupan yang dimaksud adalah pencabutan izin usaha atau penghentian kegiatan untuk sementara waktu sesuai dengan putusan pengadilan.
Even berharap KPK segera menindaklanjuti laporan Koalisi. “Siapa sih yang tidak ingin perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan dicabut izinnya. Ini menjadi contoh untuk penyelematan lingkungan hidup kita. Kalau ini sampai di proses peradilan, kami berharap pengadilan bisa mencabut izin perusahannya mereka,” tuturnya.
Sejauh ini, walau UU Tipikor mengatur pemidanaan terhadap pelaku korporasi, KPK belum pernah menetapkan korporasi sebagai tersangka. Namun, bukan berarti hal itu tidak mungkin dilakukan oleh KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku KPK siap menindaklanjuti. “Tentu bahan itu akan ditelaah lebih lanjut,” tandasnya.