YLBHI Ikut Tolak RUU Pertembakauan
Berita

YLBHI Ikut Tolak RUU Pertembakauan

Karena diduga mengutamakan kepentingan bisnis industri tembakau ketimbang hak atas kesehatan masyarakat.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
YLBHI Ikut Tolak RUU Pertembakauan
Hukumonline
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menolak pembahasan RUU Pertembakauan. Menurut Direktur Program YLBHI, Yasmin Purba, RUU Pertembakauan melegalkan pelanggaran HAM yang kerap terjadi dalam industri tembakau. Padahal, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Ekonomi Sosial Budaya (Ekosob) yang melidungi hak atas kesehatan, upah, pekerjaan dan standar hidup yang layak bagi masyarakat. Begitu pula konvensi hak anak.

Sejumlah elemen masyarakat juga pernah menyampaikan penolakan atas RUU Pertembakauan. Bahkan saat masuk Prolegnas, RUU ini diprotes anggota Dewan.

Yasmin menilai RUU Pertembakauan bertentangan dengan kovenan internasional tersebut karena tidak memprioritaskan pemenuhan hak masyarakat atas kesehatan, malah melindungi bisnis industri tembakau. “Seperti yang termaktub dalam pasal 3 RUU Pertembakauan, secara terang-terangan RUU itu ditujukan untuk meningkatkan industri tembakau,” kata Yasmin dalam jumpa pers di kantor YLBHI di Jakarta, Senin (29/9).

Yasmin mencatat ada sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi dalam Industri tembakau, diantaranya terkait dengan hak buruh tani dan buruh anak dalam pertanian tembakau. Dimana anak dibawah umur dipekerjakan dengan upah Rp5 ribu per hari. Sedangkan untuk buruh tani dewasa dibayar Rp15 rb per hari. Besaran upah itu menurut Yasmin tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi buruh tani.

Hal serupa juga dialami buruh yang bekerja di pabrik rokok. Menurut Yasmin upah buruh industri rokok tergolong paling rendah diantara indsutri lain di Indonesia. Ironisnya, RUU Pertembakauan mengamanatkan pemerintah untuk mengembangkan produk tembakau agar berkualitas. Padahal, industri rokok hanya memberi pemasukan sebesar Rp80 triliun untuk negara sedangkan kerugiannya mencapai Rp245 triliun per tahun.

Parahnya lagi, Yasmin melanjutkan, pembahasan RUU Pertembakauan dilakukan secara diam-diam oleh DPR. Organisasi masyarakat sipil pun kesulitan memantau proses pembahasan RUU Pertembakauan karena rapat-rapat tidak dilakukan di DPR, tapi di tempat lain. Oleh karenanya, YLBHI cemas jika RUU Pertembakauan itu tiba-tiba disahkan.

Pada kesempatan yang sama Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, mengatakan harusnya pemerintah terlebih dulu meratifikasi konvensi FCTC sebelum membahas RUU Pertembakauan. Sehingga, ketentuan internasional yang mengatur dampak produk tembakau dapat diadopsi dalam RUU Pertembakauan.

Bahrain melihat wacana awal yang berkembang dalam pembahasan RUU Pertembakauan seputar perlindungan kesehatan masyarakat dari produk tembakau. Sekarang, isunya bergeser menjadi perlindungan petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Namun, Bahrain yakin pergeseran isu itu hanya digunakan untuk menutupi tujuan yang sebenarnya dari RUU Pertembakauan yaitu melindungi bisnis industri tembakau besar. “RUU Pertembakauan tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu RUU Pertembakauan harus dibatalkan” tukas Bahrain.

Menurut Bahrain, Presiden SBY harus segera meratifikasi FCTC sebelum masa pemerintahannya berakhir. Sebab, selama ini Presiden SBY dinilai selalu menunda proses ratifikasi FCTC. Jika ratifikasi itu tidak dilakukan Bahrain menduga ada proses transaksional yang terjadi untuk menghambat ratifikasi FCTC. Jika disahkan, YLBHI siap memboyong UU Permbakauan ke Mahkamah Konstitusi.
Tags: