Ada Kesempatan Asing Tambah Porsi Kepemilikan di RUU Perbankan
Utama

Ada Kesempatan Asing Tambah Porsi Kepemilikan di RUU Perbankan

Setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi dan melalui persetujuan DPR.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP (Ilustrasi)
Foto: SGP (Ilustrasi)
Sampai saat ini, draf RUU Perbankan belum resmi menjadi usul inisiatif DPR. Atas dasar itu, draf RUU tersebut belum bisa dibahas secara intensif oleh pemerintah dan dewan. Melalui rapat paripurna lalu, DPR menyepakati agar draf RUU Perbankan diteruskan ke anggota dewan periode 2014-2019 untuk menambahkan sejumlah substansi.

"Belum disahkan di paripurna, jadi itu tinggal diteruskan oleh DPR berikutnya, istilahnya carry over, apakah akan ditambah atau seperti apa. Tapi substansi yang lama tidak dihapus," kata Anggota DPR dari Fraksi PAN Muhammad Hatta di Komplek Parlemen, Kamis (2/10).

Hatta yang pada periode 2009-2014 menjabat sebagai Anggota Komis XI, kembali terpilih menjadi anggota DPR periode 2014-2019. Menurutnya, dalam draf RUU tersebut ada kesempatan bagi asing untuk menambah porsi kepemilikannya. Penambahan porsi kepemilikan asing ini bisa dilakukan, namun harus melalui persetujuan DPR.

"Kalau asing mau tambah saham di bank itu, dia harus minta persetujuan DPR," katanya.

Namun sebelum ditambah, lanjut Hatta, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi oleh asing. Ketiga syarat tersebut adalah memiliki rekam jejak tata kelola yang baik, kecukupan modal dan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Setelah tiga syarat ini dipenuhi, asing harus meminta persetujuan untuk penambahan porsi ke DPR.

Dalam draf RUU Perbankan, kata Hatta, ditegaskan bahwa porsi asing dalam perbankan di Indonesia sebesar 40 persen. Namun, angka itu masih bisa ditambah jika tiga syarat tersebut dipenuhi dan dewan menyetujuinya. Sayangnya, tak ada batas atas maksimal berapa persen porsi kepemilikan asing di perbankan.

Jika RUU Perbankan ini disetujui jadi UU, lanjut Hatta, bagi perbankan yang selama ini porsi kepemilikan asingnya telah lebih dari 40 persen, harus menyesuaikan aturan. Misalnya, terdapat bank yang porsi asingnya mencapai 99 persen, ke depan harus menyesuaikan aturan bahwa kepemilikan asing maksimal 40 persen. Jika ingin lebih dari itu, maka asing tersebut harus memenuhi tiga syarat dan meminta persetujuan dari dewan.

"Jadi semua itu yang 99 persen, mereka harus berekspansi merekrut kawan-kawan modal lokal. Kalaupun mereka tidak (merekrut modal lokal, red), mereka harus ngobrol dengan kita, kita akan bicarakan lagi," ujar Hatta.

Hatta mengatakan, substansi ini merupakan cerminan dari asas resiprokal. Menurutnya, asing yang ingin kepemilikannya lebih dari 40 persen harus memberikan perlakuan yang sama untuk perbankan Indonesia di luar negeri. Bukan hanya itu, tiga syarat agar asing bisa menambah porsi kepemilikannya tersebut merupakan cerminan untuk mengetahui apakah di luar negeri bank tersebut bermasalah atau tidak.

"Dengan membuat aturan ketat seperti itu, jadi DPR membantu bank-bank lokal BUMN untuk ekspansi kita bisa lakukan seperti itu, jadi G to G nya seperti apa. Jadi maksud dari ayat itu, kita lihat G to G nya," tutur Hatta.

Pasal 35 ayat (1) draf RUU Perbankan yang diperoleh hukumonline menyatakan, batas kepemilikan saham bank umum bagi setiap warga negara asing dan atau badan hukum asing secara keseluruhan paling banyak 40 persen. Pada ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal batas kepemilikan saham bank umum bagi setiap warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara keseluruhan lebih dari 40 persen, OJK menyampaikan kondisi tersebut kepada FKSSK disertai dengan data, dokumen dan keterangan mengenai kondisi tersebut.

Sedangkan di ayat (3) dijelaskan, FKSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merekomendasikan pada OJK untuk memberikan tenggat waktu untuk memenuhi batas kepemilikan saham bank umum bagi setiap warga negara asing dan/badan hukum asing secara keseluruhan paling banyak 40 persen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pada ayat (4) berbunyi, OJK dapat mengubah batas kepemilikan saham bank umum bagi warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan antara lain rekam jejak, tata kelola yang baik, kecukupan modal dan kontribusi terhadap perekonomian nasional atas persetujuan DPR.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Aviliani mengatakan, penerapan batas kepemilikan asing pada bank umum harus hati-hati. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2015, kebutuhan tambahan modal bagi perbankan nasional mencapai Rp113 triliun, untuk menjaga loan to deposit ratio (LDR) sebesar 90 persen.

"Untuk mempertahankan rasio 90 persen di tahun 2015, total dana yang dibutuhkan untuk membiayai sektor perbankan saja lebih dari Rp113 Triliun, sementara kapasitas pasar modal Indonesia hingga saat ini hanya mampu menyediakan dana sebesar Rp30 Triliun," katanya, beberapa waktu lalu.

Ia menilai, konsolidasi perbankan akan terjadi dengan sendirinya apalagi berkaitan dengan kebutuhan modal. Atas dasar itu, Aviliani mengatakan, sebaiknya yang dibatasi bukan porsi kepemilikan asing dalam sebuah bank umum, melainkan sejumlah hal yang bersifat substansial.

"Sebaiknya yang dibatasi bukan soal kepemilikan asing namun hal-hal yang lebih substansial," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait