Dinilai Cacat Formal, UU Pilkada Minta Dibatalkan
Berita

Dinilai Cacat Formal, UU Pilkada Minta Dibatalkan

Kalau permohonan ini dikabulkan secara otomatis berlaku UU Pemda yang mengatur pilkada langsung.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Dinilai Cacat Formal, UU Pilkada Minta Dibatalkan
Hukumonline
Seorang mantan calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Boyamin Saiman secara resmi turut mendaftarkan pengujian UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke MK. Mereka menilai proses persetujuan RUU Pilkada itu dinilai cacat secara formil karena mengabaikan opsi Fraksi Demokrat yang menginginkan pilkada langsung oleh rakyat dengan 10 perbaikan dan hak DPD.

“Konstitusi menjamin persamaan dan kesetaraan setiap anggota DPR. Jadi pemberian hak istimewa (privilege) bagi sebagian anggota DPR dalam hal ini pimpinan DPR menganulir opsi ketiga fraksi Demokrat jelas bertentangan konstitusi,” ujar Boyamin usai mendaftarkan pengujian UU Pilkada ini di Gedung MK, Kamis (2/10).

Boyamin menjelaskan rapat paripurna yang menyetujui pengesahan RUU Pilkada kemarin sengaja tidak menampilkan opsi ketiga usulan Fraksi Demokrat mengakibatkan Fraksi Demokrat walk out. Meskipun walk out seharusnya pimpinan sidang Priyo Budi Santoso tetap menyampaikan kepada semua anggota DPR untuk dijadikan opsi voting karena sebelumnya sudah diusulkan anggota DPR melalui Fraksi Demokrat.

“Hapusnya opsi ketiga itu dan walk out-nya Fraksi Demokrat justru melengkapi cacat formal pengesahan dan pemberlakun UU Pilkada itu,” lanjut Boyamin.

Menurut dia opsi ketiga usulan fraksi Demokrat berupa pilkada langsung dengan 10 perbaikan adalah sah yang harus dimintakan persetujuan kepada seluruh anggota yang hadir pada saat rapat paripurna. Hal ini dianalogikan dengan proses pemilu legislatif, pilpres, atau pilkada ketika partai atau peserta pemilu telah memenuhi syarat harus ditampilkan untuk dipilih dan tidak ada kewenangan apapun mencoretnya.

“Apalagi, alinea keempat Pembukaan UUD 1945 mengutamakan budaya bermusyawarah mufakat dalam mengambil keputusan bersama dengan semangat kekeluargaan,” katanya.

Cacat formal lainnya, kata Boyamin, tidak dilibatkan lembaga DPD dalam proses pengesahan RUU Pilkada ini menjadi UU Pilkada. Padahal, DPD pun sebagai lembaga kedaulatan rakyat yang semestinya memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan daerah. “Bagaimanapun pilkada menyangkut isu otonomi daerah,” kata Boyamin.

Karenanya, pihaknya meminta MK membatalkan UU Pilkada ini karena bertentangan dengan UUD 1945. “Kalau permohonan ini dikabulkan secara otomatis berlaku UU Pemda yang mengatur pilkada langsung,” tutupnya.

Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat ramai-ramai mendaftarkan pengujian UU Pikada ke MK. Pertama, permohonan yang diajukan enam warga negara dan empat organisasi nonpemerintah. Permohonan kedua diajukan advokat senior OC Kaligis. Permohonan ketiga diajukan 13 warga negara.

Permohonan keempat diajukan 17 buruh harian dan lembaga Survei yang diwakili Kuasa Hukumnya Andi M Asrun. Permohonan kelima diajukan elemen masyarakat Poso. Jumlah permohonan diperkirakan akan bertambah. Dengan begitu, sudah ada enam pemohon yang tercatat memohon pengujian UU Pilkada ini.
Tags: