Enam Masalah Hukum Putusan Desersi Secara In-Absentia
Berita

Enam Masalah Hukum Putusan Desersi Secara In-Absentia

Pernah dibahas dalam Rakernas Mahkamah Agung

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Enam Masalah Hukum Putusan Desersi Secara In-Absentia
Hukumonline
Selain kesusilaan, perkara hukum yang sering masuk ke lingkungan peradilan militer adalah disersi secara in-absentia. Artinya, anggota militer melakukan disersi dan ketika perkaranya disidik atau disidangkan ia tidak hadir (in-absentia). Undang-Undang Disiplin Militer yang baru saja disetujui bersama DPR dan Pemerintah mungkin memuat upaya pencegahan disersi.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, terutama pada bahan-bahan Rakernas Mahkamah Agung, ada lima masalah penting dalam penyelesaian perkara desersi secara in-absentia. Pertama, berkas perkara tidak dilengkapi dengan pemeriksaan terdakwa oleh penyidik, tetapi pada saat sidang terdakwa hadir. Dalam kasus seperti ini apakah majelis dapat memeriksa dan memutus perkara dengan menjatuhkan hukuman badan dan pemecatan dari dinas militer.

Terhadap masalah ini, bisa dipakai asas pemeriksaan dilakukan tanpa hadirnya terdakwa. Komisi Teknis Peradilan Militer Rakerna Mahkamah Agung pada 2007 menyimpulkan kehadiran terdakwa di persidangan menggugurkan sifat in-absentia perkara. Hakim seharusnya menyatakan tuntutan oditur tidak dapat diterima.

Kedua, jika surat dakwaan bersifat kumulatif, antara desersi dan tindak pidana lain. Apakah disersi diputus in-absentia, sedangkan tindak pidana lain dinyatakan tidak dapat diterima alias N.O (niet ontvankelijke verklaard). Dalam hal ini majelis seharusnya tidak memutus kedua perkara secara in-absentia. Sesuai Pasal 141 ayat (10) dan Pasal 143 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, putusan in-absentia hanya untuk desersi. Seharusnya majelis memutus N.O kedua perkara. Apabila terdakwa ditemukan atau ditangkap belakangan, perkara disidangkan dengan hadirinya terdakwa. Nebis in idem tidak berlaku di sini.

Ketiga, bisakah mengubah tanggal pengumuman putusan dalam hal  terdakwa tiba-tiba ada menjelang pengumuman putusan? Dalam hal ini, Komisi Teknis Peradilan Militer menyimpulkan dalam mengumumkan perkara in-absentia, tanggal pengumuman dan tanggal pada Berita Acara penempelan pengumuman tidak boleh dimanipulasi. Tanggal harus sesuai dengan yang sebenarnya. Hak untuk mengajukan banding harus diberikan sesuai ketentuan, yakni dihitung sejak putusan in-absentia diumumkan.

Keempat, siapa yang membayar biaya perkara dalam hal putusan desersi secara in-absentia? Merujuk Pasal 180 UU Peradilan Militer, yang membayar biaya perkara adalah pihak yang dihukum. Jika terdakwa in-absentia dijatuhi hukuman, maka dialah yang menanggung beban biaya perkara. Cuma, Komisi Teknis Peradilan Militer tak memberikan jawaban apabila terdakwa tak pernah lagi ditemukan. Bagaimana pertanggungjawaban biaya perkara itu dalam konteks keuangan negara?

Kelima, bolehkah hakim langsung memeriksa saksi pada sidang pertama padahal terdakwa tak ada meskipun sudah dipanggil tiga kali secara sah? Dalam hal ini, pertama-tama hakim harus memastikan pada sidang perdana dan kedua bahwa terdakwa sudah dipanggil secara patut dan sah tiga kali berturut-turut. Jika sudah yakin prosedur pemanggilan dilakukan secara sah, maka pada sidang ketiga hakim menyatakan perkara diperiksa secara in-absentia. Selanjutnya oditur membacakan surat dakwaan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan saksi-saksi.

Keenam, terdakwa datang setelah putusan desersi secara in-absentia dijatuhkan. Ia beralasan surat panggilan sidang tak sampai, atau salah alamat karena yang bersangkutan sudah pindah kesatuan, atau lagi bertugas sebagai penjaga perdamaian PBB di luar negeri.

Dalam hal ini, jika perkara belum berkekuatan hukum tetap, terdakwa bisa mengajukan upaya hukum banding. Jika sudah berkekuatan hukum tetap ia bisa mengajukan peninjauan kembali (PK). Dalam hal terdakwa belum bisa menghadap, panitera pengadilan militer membuat catatan, lalu dilampirkan dalam berkas perkara dan ditulis dalam buku register perkara.

Tentu saja ada banyak pertanyaan lain yang muncul di lingkungan peradilan militer. Tetapi enam persoalan ini sempat dibahas dalam Rakernas Mahkamah Agung.
Tags: