DPR Disarankan Pilih Calon Pimpinan KPK Sesuai Kebutuhan
Utama

DPR Disarankan Pilih Calon Pimpinan KPK Sesuai Kebutuhan

Selain memiliki perspektif pemberantasan korupsi, pimpinan KPK harus memiliki kemampuan manajerial.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus berlangsung. Sejauh ini, terdapat enam calon yang melaju untuk mengikuti fase berikutnya, yakni seleksi wawancara. Dari keenam calon akan disodorkan beberapa nama oleh Pansel kepada Presiden untuk kemudian dipilih DPR.

“Hanya ada satu orang yang terpilih menjadi pimpinan KPK hingga empat tahun mendatang sebelum proses seleksi yang sama dilakukan pada 2015 untuk mengganti keempat pimpinan KPK lainnya,” demikian siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang diterima hukumonline, Minggu (5/10).

Harmonisasi kerja dan kemampuan dalam beradaptasi dengan cepat menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Sebab dengan begitu, calon pimpinan KPK terpilih dapat menyamakan ritme dan pola kerja dengan keempat pimpinan KPK lainnya dalam proses pemberantasan korupsi.

Penindakan korupsi bukanlah kerja utama KPK. Sebab, dalam Pasal 6 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan secara gamblang lima tugas KPK yakni koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan dan monitoring. Selanjutnya, kelima tugas itu dibagi menjadi empat bidang kerja utama. Bidang pencegahan, penindakan, informasi dan data, serta bidang pengawasan dan pengaduan masyarakat.

Merujuk mandat UU KPK, maka kelima pimpinan lembaga antirasuah itu mesti mampu memenuhi keempat tugas utama. Pasalnya, KPK merupakan lembaga yang dibentuk sebagai trigger mechanism bagi lembaga lainnya.

“Dalam komposisi yang sempurna, Pimpinan KPK harus memiliki kemampuan manajerial SDM, kemampuan manajerial keuangan, kemampuan di bidang hukum, serta kemampuan di bidang teknologi informasi,” demikian siaran pers koalisi.

Koalisi berkesimpulan penguatan internal menjadi hal yang tidak dapat ditawar. Koalisi menyebutkan kerja pencegahan perlu dilakukan secara kontinyu dengan pengembangan sistem yang kian mendekati standar aparat penegak hukum di negara maju. Menurut koalisi, Pansel mesti memenuhi kebutuhan KPK dengan memperhatikan komposisi pimpinan KPK yang ada saat ini.

Setidaknya, Pansel mesti menyerahkan nama calon pimpinan KPK yang memiliki kompetensi kepada presiden. “Untuk itu kami koalisi masyarakat sipil anti korupsi meminta Pansel Capim pimpinan KPK memilih orang-orang yang dapat menjadi jawaban atas kebutuhan KPK sebagai lembaga, tidak saja memiliki perspektif anti korupsi, tetapi juga memiliki kemampuan manajerial organisasi,” pungkas koalisi.

Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, mengatakan memilih satu dari enam calon bukan persoalan memiliki mental petarung dalam pemberantasan korupsi. Akan tetapi, lebih pada kebutuhan perbaikan internal KPK. Misalnya, sistem manajerial KPK.

“Jika mendasarkan pada kebutuhan, maka KPK kekurangan pada bidang pencegahan,” ujarnya.

Ia khawatir jika calon yang terpilih tidak memiliki kemampuan manajerial organisasi, bukan tidak mungkin KPK akan ringkih di internal. “Perihal mendesak adalah bidang pengembangan KPK secara kelembagaan,” tambahnya.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting, menambahkan mekanisme pemilihan internal KPK pada prinsipnya sudah cukup memadai. Namun, khusus pengembangan sistem perlu dilakukan perbaikan. Ia mengatakan, dalam konteks kondisi perpolitikan perlu mendapat perhatian.

“Karena kondisi ini membuat calon pimpinan KPK berada dalam titik kritis,” ujarnya.

Miko berpandangan, jika hitungan politik tidak mendapat perhatian oleh Pansel, justru akan berdampak pada eksistensi lembaga antirasuah itu. Ia berharap proses seleksi di DPR dapat berjalan akuntabel dan transparan. Miko khawatir jika tidak dilakukan dengan akuntabel dan transparan, keputusan memilih calon pimpinan KPK oleh DPR diragukan.

“Dikhawatirkan pilihan-pilihan yang diambil DPR tidak dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Tags:

Berita Terkait