Capim KPK: KPK Jangan Hanya Mengepel Lantai Kotor
Berita

Capim KPK: KPK Jangan Hanya Mengepel Lantai Kotor

Fokus ke penindakan sama saja membersihkan lantai kotor, tetapi atap yang bocor tidak ditambal.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Sejumlah calon pimpinan KPK saat menjalani uji kompetisi. Foto: RES
Sejumlah calon pimpinan KPK saat menjalani uji kompetisi. Foto: RES
Ragam kritik dan masukan terlontar dari calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah mengikuti proses seleksi. Robby Arya Brata, misalnya, mengkritik kebijakan KPK yang terlalu fokus pada penindakan. Kebijakan ini diyakini tidak akan berhasil mengentaskan penyakit korupsi dari Indonesia.

“Performa KPK sebenarnya sudah baik, tetapi masih ada kekurangan,” kata Robby dalam acara diskusi “Lebih Dekat Mengenal Calon Pimpinan KPK”, Selasa (7/10), yang digagas sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti MaPPI FHUI, ICW, YLBHI, ILR, dan PSHK.

Kekurangan itu, kata Robby, terkait keseimbangan antara upaya penindakan dan pencegahan. KPK selama ini terkesan terlalu asyik menangkap tersangka korupsi, sehingga upaya pencegahan. Terlalu fokus pada upaya penindakan, menurut Robby, selain tidak akan menyelesaikan masalah korupsi secara tuntas, juga memakan biaya yang besar.

“KPK bisa gagah-gagahan menangkap menteri, tetapi besok pasti ada lagi yang korupsi,” ujar calon pimpinan KPK dari kalangan akademisi ini. “Ide saya mengkombinasikan penindakan dan pencegahan secara seimbang.”

Robby berpendapat KPK seharusnya jangan terlalu fokus pada penindakan, karena itu sama saja ‘mengepel lantai kotor tetapi atap yang bocor tidak tambal sehingga lantai akan kotor terus menerus’. Dia menegaskan bahwa penindakan dan pencegahan sama penting, makanya keduanya harus dilaksanakan secara seimbang.

Lebih lanjut, Robby mengingatkan KPK bahwa korupsi itu bukan masalah hukum semata. Oleh karenanya, pemegang gelar Master of Public Policy ini berpendapat pimpinan KPK jangan semuanya berlatar belakang hukum. Robby membandingkan sejumlah pakar pemberantasan korupsi seperti Robert Klitgaard yang justru latar belakang pendidikannya non hukum.

“Saya sempat surprise begitu mengetahui pimpinan KPK sekarang berlatar belakang hukum semua, seolah-olah korupsi itu hanya masalah hukum saja,” papar penulis buku “Why Did Anticorruption Policy Fail? a Study of Anticorruption Policy Implementation Failure in Indonesia”.

Dalam acara yang sama, I Wayan Sudirta mengatakan KPK harus terlibat dalam rekrutmen pegawai birokrasi. Menurut calon pimpinan KPK berlatar belakang advokat ini, persoalan korupsi di birokrasi dapat ditangkal dengan sistem rekrutmen yang baik yang mampu mencegah individu-individu korup masuk dalam birokrasi.

“KPK juga harus mengawasi rekrutmen politik, makanya UU Partai Politik itu harus diperbaiki agar sistem rekrutmen politik dapat menghasilan politisi-politisi yang bersih,” dia menambahkan.

Selaku calon pimpinan incumbent, Busyro Muqoddas mengatakan KPK tetap mengupayakan pencegahan. Salah satu program pencegahan korupsi yang sedang dirintis KPK adalah dekonstruksi pendidikan keluarga. KPK, kata dia, berencana menggelar training of trainer (TOT)untuk para orang tua.

“Dengan TOT, kami berharap orang tua akan mengawasi gejala-gejala korupsi yang ada di masyarakat,” ujar Busyro.
Tags:

Berita Terkait