Menyoal Penyempitan Doktrin Fiksasi Dalam UU Hak Cipta Terbaru
Kolom

Menyoal Penyempitan Doktrin Fiksasi Dalam UU Hak Cipta Terbaru

Fiksasi dalam RUU Hak Cipta hanya mencakup dua jenis ciptaan yaitu rekaman suara dan rekaman gambar. Padahal doktrin Fiksasi itu tidak terbatas hanya pada dua jenis ciptaan itu.

Bacaan 2 Menit
Risa Amrikasari. Foto: ipasinstitute.com
Risa Amrikasari. Foto: ipasinstitute.com

DPR telah mengesahkan RUU Hak Cipta pada tanggal 16 September 2014 yang terkesan lebih “penuh” karena di dalamnya mengatur hal-hal yang memang belum sepenuhnya dipahami secara mudah oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. RUU Hak Cipta yang baru disahkan ini tentunya diharapkan akan dapat memberikan aturan yang lebih jelas mengenai penerapan hukum hak cipta di negara kita.

Saya tertarik untuk membaca lebih dalam dan menemukan bahwa memang pada beberapa bagian, kelihatannya RUU Hak Cipta “berusaha keras” untuk memenuhi harapan para pihak yang berkepentingan mempergunakannya untuk mendapatkan kepastian hukum melalui Undang-undang yang baru. Tapi pada tulisan kali ini saya hanya ingin membahas sedikit saja mengenai hal baru yang dimunculkan oleh RUU Hak Cipta, yaitu Fiksasi.

Pada Pasal 1 butir (13) dinyatakan Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.

Saya mencoba mencari dalam bagian Penjelasan. Tidak ada keterangan tambahan pada Penjelasan. Jadi mari kita coba uraikan pengertian FIKSASI berdasarkan definisi di atas.
-Perekaman suara yang dapat didengar,
-Perekaman gambar atau keduanya (artinya suara + gambar) yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.

Sampai di sini yang dapat saya tangkap dari uraian definisi di atas adalah bahwa Fiksasi hanya mencakup dua jenis Ciptaan di atas, yaitu rekaman suara dan rekaman gambar. Ada masalah di sini, padahal doktrin Fiksasi itu tidak terbatas hanya pada apa yang dicantumkan dalam definisi Fiksasi yang diatur dalam RUU Hak Cipta.

Doktrin Fiksasi Sebagai Prinsip Utama Dalam Perlindungan Hak Cipta
Manusia dikaruniai kemampuan berpikir untuk melahirkan ide-ide kreatif yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya. Ide-ide tersebut diwujudkan dalam bentuk ekspresi yang memungkinkan pemilik ide ataupun orang lain dapat menikmati manfaatnya.

Bicara mengenai ide, Plato dan John Locke adalah dua orang yang sangat terkenal dengan diskusi dan pandangan mereka mengenai IDE. Keduanya memiliki pandangan yang saling bertentangan. Plato beranggapan bahwa dunia nyata adalah ilusi dari akal sehat, oleh karenanya ia beranggapan dunia nyata adalah ranah ide. Sedangkan John Locke berpendapat bahwa ide adalah pikiran seseorang yang dapat dipergunakan oleh orang lain secara berulang-ulang. 

Tags:

Berita Terkait