Advokat Menilai Aborsi Karena Perkosaan Sulit Diimplementasikan
Utama

Advokat Menilai Aborsi Karena Perkosaan Sulit Diimplementasikan

Karena aborsi hanya diperbolehkan di usia kandungan 40 hari, sedangkan proses hukum kerap berjalan lama.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Pakar Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah (kedua dari kanan) dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie (paling kiri). Foto: RES
Pakar Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah (kedua dari kanan) dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie (paling kiri). Foto: RES

Peraturan Pemerintah (PP) No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi sempat menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Pasalnya, PP ini membolehkan dilakukannya aborsi dalam dua hal, yakni indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan.

Nah, aturan ini rupanya masih menimbulkan pertanyaan di kalangan para advokat. Setidaknya itu yang ada di benak Victor Sinaga yang hadir sebagai peserta dalam Seminar setengah hari “Benarkah Aborsi Diperbolehkan?” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) di Jakarta, Rabu (15/10).

Victor menyebutkan PP itu mengatur bahwa salah satu alasan aborsi adalah kehamilan akibat perkosaan. Di Pasal 31 ayat (2) PP itu, disebutkan bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

“Bagaimana  aplikasinya? Karena sulit sekali untuk mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang menyatakan adanya perkosaan dalam waktu 40 hari,” ujarnya saat bertanya kepada pembicara seminar.

Guru Besar Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah memahami bahwa ini memang bisa menimbulkan persoalan. Apalagi, ada orang yang diperkosa baru melapor sejak dua tahun kasusnya terjadi. “Bagaimana bila memperoleh kekuatan hukum tetap? Masa’ 40 hari sudah diputus,” ujarnya.

Andi memahami sekaligus mengkritik kinerja penegak hukum sekarang yang sangat lambat. “Dulu waktu saya menjadi jaksa. Hari ini dikasih berkas oleh polisi, besok saya limpahkan ke pengadilan. Jadi, tidak berlama-lama seperti sekarang,” ujarnya.

Oleh karena itu, Andi berpendapat melihat realitas yang ada saat ini, maka untuk menentukan terjadinya perkosaan sebagaimana diminta oleh PP ini, tidak perlu menunggu putusan inkracht. “Itu bisa bertahun-tahun. Putusan Pengadilan Negeri (PN) saja sudah cukup,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait