Pengacara Presiden di Masa Mendatang
All the Presidents’ Lawyers

Pengacara Presiden di Masa Mendatang

Bagi presiden, kehadiran pengacara bisa menimbulkan rasa aman dari gangguan gugatan hukum. Silang pendapat jika dianggarkan lewat APBN.

Oleh:
M. Yasin
Bacaan 2 Menit
Palmer Situmorang (Kanan). Foto: RES
Palmer Situmorang (Kanan). Foto: RES
Presiden adalah jabatan penting di negara dengan sistem presidensial. Penting bukan saja dalam pengambilan keputusan politik, tetapi juga dalam beberapa isu hukum. Almarhum Prof. Harun Alrasid, seorang akademisi yang mendalami masalah kepresidenan, pernah mengutip kalimat Bernard Schartz tentang presiden sebagai ‘the most powerful elective position in the world’. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang seharusnya bekerja penuh untuk kesejahteraan rakyat.

Agar selalu tenang menjalankan tugas pemerintahan dan negara, presiden mendapat beberapa perlindungan. Misalnya, untuk rasa aman dari gangguan fisik, presiden selalu dikawal Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Agar tetap sehat, presiden mendapat layanan kesehatan paripurna dari tim dokter kepresidenan. Lalu, bagaimana agar presiden merasa aman dari gangguan hukum, atau tidak dibebani masalah-masalah hukum? Presiden memang punya Kapolri dan Jaksa Agung. Tetapi bagaimana kalau urusan hukum yang menyangkut pribadi?

Angkat pengacara presiden! Itu salah satu solusi. Setidaknya, bagi Palmer Situmorang, pengacara pribadi SBY dan keluarga, penunjukan pengacara bisa menimbulkan rasa aman bagi presiden dalam menjalankan tugas. Presiden atau para pembantunya di bidang hukum tak perlu direpotkan untuk urusan hukum. Palmer menyebut contoh: perpanjangan STNK mobil pribadi presiden tak perlu diurus Kapolri, membayar pajak bumi dan bangunan tak perlu ditangani Paspampres.

Atau, presiden mendapatkan hadiah dalam suatu kunjungan. Untuk memastikan apakah itu masuk gratifikasi atau tidak, Presiden tak perlu turun tangan langsung. Pengacaralah yang mengurus semua kebutuhan hukum domestik presiden tersebut. Menurut Palmer, seharusnya urusan-urusan semacam itu tak perlu membebani anggota kabinet. Pengacara bisa menjalankan urusan itu secara profesional, tanpa terbebani subordinasi sebagai bawahan presiden layaknya seorang menteri. “Kehadiran pengacara bisa terbebas dari kepentingan pemerintahan,” jelas Palmer.

Karena itu, alumnus pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung itu setuju jika presiden-presiden Indonesia mendatang punya tradisi mengangkat lawyer. Bahkan jika memungkinkan anggaran untuk lawyer presiden itu dimasukkan ke dalam APBN. Logikanya, kalau urusan keamanan saja pakai anggaran negara, mengapa kalau urusan hukum tidak bisa.

Sekretaris Komisi Hukum Nasional, Mardjono Reksodiputro sependapat dengan Palmer mengenai pentingnya Presiden menunjuk advokat yang mengurusi urusan domestik hukum presiden dan keluarga. Presiden, kata Prof. Mardjono, tak sepantasnya membebankan urusan pribadi itu kepada para pembantunya di eksekutif seperti Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, atau Kapolri. “Kalau memang ada masalah-masalah pribadi, sudah sepantasnya presiden memilih advokat yang bertugas untuk dia pribadi,” ujarnya kepada hukumonline.

Cuma, Prof. Mardjono kurang setuju jika biaya lawyer pribadi presiden itu dibebankan kepada APBN. “Jangan urusan pribadi diangkat menjadi urusan negara, dan kemudian dibiayai negara,” kata ahli hukum pidana itu. “Musti bayar sendiri,” tegasnya.
*****
Begitulah dinamika hubungan presiden dan para mantan presiden dengan lawyers. Organisasi advokat tumbuh, berkembang, pecah, di bawah presiden yang berbeda. Para presiden dan mantan presiden mungkin punya pandangan personal tentang kegiatan pengacara. Penghormatan dan penghargaan kepada profesi pengacara dari para kepala negara yang masih aktif atau yang sudah pensiun akan tetap tercatat sebagai bagian dari sejarah advokat Indonesia.

Presiden SBY bukan saja presiden yang welcome menerima rombongan advokat, tetapi juga menunjuk advokat sebagai pengacara pribadi dan keluarga. SBY tercatat pernah menerima rombongan DPN Peradi pada 15 Mei 2006 dan 4 Juni 2008. Ia meminta advokat ikut berperan membantu pemerintah menciptakan good governance. Bahkan saat memberikan sambutan pada Pertemuan Puncak Akses Terhadap Keadilan dan Bantuan Hukum, 24 April 2006, Presiden SBY tak melupakan advokat.

Saya gembira dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, negara telah mengakui keberadaan advokat sebagai penegak hukum, yang berkedudukan setara dengan aparatur penegak hukum lainnya, baik penegak hukum dari kalangan Pemerintah maupun dari badan-badan peradilan. Saya sungguh-sungguh berharap, agar para advokat dapat menyelesaikan persoalan internal organisasi advokat, agar kita memiliki advokat professional yang tangguh, yang benar-benar mengabdi kepada upaya penegakan hukum di negara kita”. Inilah penggalan pidato Presiden SBY yang mungkin layak direnungkan paralawyer
Tags:

Berita Terkait