Jaminan Pensiun Tak Bisa Gantikan JHT dan Pesangon
Berita

Jaminan Pensiun Tak Bisa Gantikan JHT dan Pesangon

Karena masing-masing program punya manfaat berbeda.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Sekjen OPSI, Timboel Siregar. Foto: SGP
Sekjen OPSI, Timboel Siregar. Foto: SGP
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memiliki lima program yang akan dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Lima program itu adalah Jaminan Kesehatan (Jamkes/JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Masing-masing program mempunyai fungsi dan manfaat yang berbeda.

Karena perbedaan itulah, Timboel Siregar tidak setuju program JP menggantikan JHT dan pesangon seperti yang diusulkan pengusaha. Menurut Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) ini JHT berguna mendukung hak dasar pekerja agar bisa bekerja di masa tua karena dana JHT dapat digunakan untuk modal usaha. Sedangkan JP untuk mendukung daya beli pekerja pada masa pensiun.

Dana pensiun diberikan berdasarkan manfaat pasti yaitu pekerja mendapatkannya setiap bulan. Oleh karenanya JP berfungsi mengganti upah bulanan yang biasa diterima pekerja. Besaran dana JP yang diterima pekerja berdasarkan presentase tertentu dari upah terakhir. “Jadi, JP dan JHT adalah dua hal yang berbeda dan tidak bisa saling menggantikan,” kata Timboel kepada hukumonline di Jakarta, Senin (20/10).

Begitu pula dengan pesangon sebagaimana diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pesangon adalah instrumen pendukung pekerja saat diputus hubungan kerja (PHK). Pesangon akan digunakan pekerja dan keluarganya untuk bertahan hidup.

Dana pensiun akan diperhitungkan sebagai komponen pengganti kompensasi pesangon saat pekerja masuk usia pensiun. Tapi dana pensiun itu tidak dapat dipakai untuk menggantikan pesangon ketika pekerja mengalami PHK sebelum pensiun. “JP tidak bisa digunakan untuk menggantikan pesangon ketika pekerja mengalami PHK sebelum memasuki usia pesiun,” ujar Timboel.

Untuk JKN, walau sudah beroperasi sejak 1 Januari 2014, namun sampai sekarang belum terlihat peningkatan kualitas pelayanan yang lebih baik. Timboel melihat pelaksanaannya masih mengalami kendala. Hal itu yang menjadi sorotan pemangku kepentingan dibidang hubungan industrial terhadap JKN, termasuk pengusaha yang diwakili Apindo. Apalagi, pekerja sektor formal wajib menjadi peserta JKN pada 1 Januari 2015.

Belum lagi mekanisme coordination of benefit (COB) atau manfaat tambahan yang tidak tersosialisasi dengan baik. Itu menyebabkan sebagian pengusaha dan pekerja yang selama ini mendapat pelayanan kesehatan yang lebih baik merasa khawatir ketika beralih ke JKN. Padahal, COB berperan penting agar fasilitas pelayanan kesehatan bagi pekerja dan keluarganya tidak menurun.

Timboel mengusulkan agar BPJS Kesehatan terus menginformasikan kepada pengusaha dan pekerja manfaat pelayanan kesehatan dan COB, sekaligus meyakinkan pemangku kepentingan bahwa BPJS Kesehatan mampu melayani pekerja formal tanpa ada penurunan fasilitas pelayanan kesehatan.

Jika BPJS Kesehatan tidak mampu sosialisasikan petunjuk pelaksanaan dan teknis COB kepada pengusaha dan pekerja maka keharusan pekerja formal menjadi peserta JKN pada 1 Januari 2015 patut ditinjau ulang. Khususnya terhadap pekerja formal yang selama ini sudah mendapat pelayanan kesehatan lebih baik. Tapi bagi pekerja formal yang belum mendapat pelayanan kesehatan yang baik maka wajib menjadi peserta JKN paling lambat 1 Januari 2015. “Kegagalan BPJS Kesehatan dalam mengelola COB merupakan ancaman riil bagi hubungan industrial di tempat kerja,” tegas Timboel.

Sebelumnya, Konferensi Hubungan Industrial yang digelar Apindo Training Center (ATC) dan Apindo di Yogyakarta beberapa waktu lalu menghasilkan sejumlah usulan. Diantaranya, program JP BPJS Ketenagakerjaan sebaiknya mengatur dengan jelas dan merupakan komponen pengganti JHT Jamsostek serta pesangon.

Untuk program JKN, diharapkan dapat dilaksanakan untuk rakyat yang tidak mampu, pekerja bukan penerima upah dan pekerja yang selama ini menggunakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Menurut Direktur ATC, M Aditya Warman, pekerja penerima upah yang selama ini mendapat jaminan kesehatan yang lebih baik dari BPJS Kesehatan agar ditunda pengalihan kepesertaannya ke program JKN.

Pengalihan kepesertaan itu menurut Aditya layaknya dilakukan setelah BPJS Kesehatan mampu dan berpengalaman mengelola pelayanan kesehatan. “Terutama dalam mengelola COB,” katanya dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Jumat (17/10).
Tags:

Berita Terkait