Mahasiswa Drop Out Menang Lawan Rektor di PTUN
Berita

Mahasiswa Drop Out Menang Lawan Rektor di PTUN

Rektor harus rehabilitasi mahasiswa yang telah dihukum.

Oleh:
CR-18
Bacaan 2 Menit
Demo Mahasiswa Untag. Foto: LBH Jakarta
Demo Mahasiswa Untag. Foto: LBH Jakarta
Perjuangan enam mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas 17 Agustus 1945 (FISIP Untag), Jakarta melawan tindakan kampus menghukum mereka akhirnya membuahkan hasil positif. Senin (20/10), Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan Zainudin Alamon, Mamat Suryadi, Ade Arqam Hidayat, Patrisius Berek, Muhammad Sani, dan Alfi Wibowo.

Zainudin dkk menggugat SK Rektor Untag Nomor: 03/SK-REK/SM/II/2014 tertanggal 3 Februari 2014 tentang Penerapan Sanksi Akademis Bagi Mahasiswa Fakultas ISIP Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Lewat SK Rektor itu, Zainudin dan tujuh koleganya –dua di antaranya tidak ikut menjadi penggugat- mendapat sanksi akademis.

Zainudin dan Mamat mendapat sanksi paling berat berupa pemberhentian permanen alias drop out. Sementara, Ade, Patrisius, Sani dan Alfi mendapat sanksi pemberhentian sementara alias skorsing antara empat sampai enam semester. Sanksi ini didapat Zainudin dkk pasca mereka berunjuk rasa menentang kebijakan pihak yayasan dan Rektorat Untag.

Dalam putusan Nomor 87/G/2014/PTUN-JKT, majelis hakim yang diketuai Nur Akti mengabulkan seluruh gugatan Zainudin dkk. Majelis hakim menyatakan SK Rektor Untag Nomor: 03/SK-REK/SM/II/2014 batal atau tidak sah. Oleh karenanya, Rektor Untag diwajibkan untuk mencabut SK tersebut.

“Menghukum Tergugat untuk merehebilitasi kedudukan para Penggugat selaku mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta berikut segala hak dan kewajiban sehubungan dengan kedudukan tersebut,” ucap Nur Akti.

Majelis hakim menilai SK Rektor Nomor: 03/SK-REK/SM/II/2014 melanggar PPNomor 4 Tahun 2014tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. SK Rektor tersebut juga dinilai melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya asas kepastian hukum.

Majelis hakim berpendapat tindakan Rektor menerbitkan SK yang menghukum Zainudin dkk tidak dapat dibenarkan. Rektor dianggap bersikap berat sebelah dengan berpihak pada pihak Yayasan dan mengenyampingkan hak-hak dari para mahasiswa dan para dosen.

“Sikap demikian menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi para mahasiswa dan dosen yang berarti bertentangan dengan misi utama Pendidikan Tinggi yakni mencari,  menemukan, menyebarluaskan, dan menjunjung tinggi kebenaran,” papar Nur Akti.

Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Tergugat, Supandi mengatakan pihaknya akan banding atas putusan majelis hakim PTUN Jakarta. Namun begitu, dia mengaku akan berkoordinasi dengan Rektor Untag terlebih dahulu.

“Kami akan sampaikan kepada Rektor. Proses masih panjang, ada upaya banding, terus ada kasasi, ada juga peninjauan kembali. Itu proses,” ujar pengacara pada Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Untag Jakarta.

Kuasa hukum Penggugat, Nelson Nikodemus Simamora mengatakan meminta Rektor segera merehabilitasi Zainudin dkk sesuai dengan putusan majelis hakim. Dengan rehabilitasi, Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta ini berharap Zainudin dkk bisa kuliah kembali.

“Rektor ini pejabat tata usaha negara, pejabat publik. Jangan membangkang dari putusan pengadilan. Sekalipun banding, mereka (para penggugat) harus masuk lah jadi mahasiswa kembali,” ujar Nelson.

Sementara, Zainudin Alamon juga berharap bisa segera kuliah. “Ya, kalau saya sih pertahankan di situ karena orang bilang sudah mau skripsi jadi biaya yang mau keluar kan juga sudah banyak. Masasaya mau pindah lagi kan butuh biaya yang banyak lagi.”
Tags:

Berita Terkait