Nomenklatur Kabinet Tak Perlu Pertimbangan DPR
Berita

Nomenklatur Kabinet Tak Perlu Pertimbangan DPR

Selama tidak mengubah nomenklatur kabinet.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Nomenklatur Kabinet Tak Perlu Pertimbangan DPR
Hukumonline
Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, berpendapat pemerintahan Jokowi-JK tidak perlu meminta pertimbangan DPR dalam menyusun kabinet. Mengacu UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, pertimbangan itu dibutuhkan jika nomenklatur kabinet yang diubah itu berkaitan dengan tiga Kementerian yang ada di konstitusi yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Luar Negeri (Kemenlu) dan Pertahanan (Kemhan).

Dalam UU Kementerian Negara, Ray melanjutkan, ada 42 nomenklatur kabinet. Jika ditambah 3 kementerian sebagaimana amanat konstitusi maka total nomenklatur kabinet yakni 45. “Kalau Jokowi membuat nomenklatur kabinet seperti yang diamanatkan peraturan perundang-undangan maka tidak perlu pertimbangan DPR. Itu hak preogatif Presiden menyusun kabinetnya,” katanya dalam diskusi yang digelar Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia di Jakarta, Kamis (23/10).

Malah Ray melihat Jokowi-JK perlu merampingkan 45 nomenklatur kabinet itu karena regulasi membatasi jumlah kementerian hanya 34. Oleh karenanya dalam pemerintahan Jokowi-JK nanti bakal ada Kementerian yang digabung.

Jika nomenklatur kabinet berubah, Ray melanjutkan, merujuk UU Kementerian Negara maka Presiden melayangkan surat ke DPR untuk minta pertimbangan. DPR harus memberikan pertimbangannya dalam waktu tujuh hari. Apabila lebih dari tujuh hari DPR tidak memberikan pertimbangan maka DPR dianggap telah menerbitkan pertimbangan.

Persetujuan DPR dibutuhkan oleh Presiden ketika mengubah tiga nomenklatur kabinet yang diamanatkan konstitusi yaitu Kemendagri, Kemenlu dan Kemhan. Kemudian, saat Presiden melakukan perombakan kabinet ditengah jalan. Mengingat Jokowi-JK baru pertama kali memimpin pemerintahan, maka persetujuan DPR tidak diperlukan karena nomenklatur kabinet baru dibentuk dan belum ada perubahan.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Riza Damanik, mengatakan nomenklatur kabinet tidak perlu diributkan. Menurutnya, nomenklatur kabinet harus dipublikasikan. Sehingga, masyarakat dapat melakukan pengawasan dan penilaian secara jelas.

Terkait ada atau tidaknya kementeriaan koordinator bidang maritim, Riza mengatakan itu sudah tertuang dalam UU Kelautan yang disahkan DPR pada September 2014. Regulasi itu menyebut akan dibuat unit kementerian khusus untuk mengkoordinasikan berbagai kementerian yang bersinggungan dengan bidang kemaritiman. “Itu perintah UU, jangan spekulasi nomenklatur kabinet,” tukasnya.

Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute, Romo Benny Susetyo, mengatakan dari puluhan nama yang disodorkan Jokowi ke KPK dan PPATK, ada sejumlah nama yang terindikasi bermasalah hukum. Ia yakin hal itu menjadi salah satu penyebab kuat batalnya pengumuman kabinet pemerintahan Jokowi-JK. Sehingga, Jokowi butuh waktu untuk mencari pengganti nama-nama yang bermasalah tersebut. “Kami mengapresiasi langkah itu. Berarti Jokowi mendengarkan keinginan rakyat,” urainya.

Terpisah, Sekjen Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Patrice Rio Capella, menyebut batalnya pengumuman kabinet Jokowi bukan karena tarik ulur kepentingan, tapi karena ada sejumlah nama yang diberi tanda merah oleh KPK. Oleh karenanya, Jokowi harus mencari orang yang tepat sebagai pengganti.

Setelah mendapat orang pengganti, bukan berarti dapat langsung dimasukan sebagai calon kabinet. Namun, diserahkan lebih dulu nama itu ke KPK untuk dicek rekam jejaknya. “Itu yang menjadi salah satu alasan kenapa pengumuman kabinet ditunda,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait