Ketua DPR Ancam Pemilihan Pimpinan Komisi Tanpa KIH
Berita

Ketua DPR Ancam Pemilihan Pimpinan Komisi Tanpa KIH

Jika dilakukan pemilihan tanpa mengacu tatib, dinilai sebagai diktator mayoritas.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Ancam Pemilihan Pimpinan Komisi Tanpa KIH
Hukumonline
Ketua DPR Setya Novanto mengultimatum fraksi-fraksi yang belum menyerahkan nama anggotanya untuk mengisi alat kelengkapan dewan, seperti komisi. Bila fraksi-fraksi tersebut masih menolak menyerahkan nama anggota fraksi, Setya menegaskan pemilihan pimpinan komisi akan tetap dilakukan. Sejauh ini, fraksi-fraksi yang belum menyerahkan nama adalah fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

“Iya bisa dilakukan (tanpa 5 fraksi partai tergabung dalam KIH, red),” ujarnya di Gedung DPR, Senin (27/10).

Koalisi partai yang tergabung dalam KIH adalah PDIP, PKB, Hanura, Nasdem, dan PPP. Dalam dua kali rapat paripurna, kelima fraksi itu belum menyerahkan nama anggota fraksinya untuk mengisi alat kelengkapan dewan. Saat itu, kelima fraksi itu beralasan kalau pemerintah belum mengumumkan kabinet menteri. Selain itu, mereka meminta agar pemilihan pimpinan komisi dilakukan secara musyawarah mufakat.

Dikatakan Setya, kelima fraksi tak ada alasan tidak menyerahkan nama anggotanya untuk mengisi alat kelengkapan dewan. Maka dari itu, Setya berharap kelima fraksi segera menyerahkan nama agar dapat segera dilakukan pemilihan komisi. Setidaknya, dengan begitu DPR dapat menjalankan roda organisasi lembaga.

“Saya berharap hari ini dapat berlangsung baik  dan saya sudah minta  pimpinan fraksi, karena rakyat sudah menunggu,” katanya.

Mantan anggota Komisi III DPR periode 2009-2014 itu mengatakan, pertimbangan agar segera diserahkan nama anggota fraksi lantaran menyangkut nasib staf serta tenaga ahli di lingkungan DPR. Selain itu, berdampak pada penyusunan perundang-undangan yang dilakukan di Badan Legislasi (Baleg). Kendati demikian, Setya tetap optimis kelima fraksi dari KIH akan menyerahkan nama anggota fraksinya.

Wakil Ketua DPR Agus Hemanto menambahkan, setelah pengumuman kabinet menteri, pihaknya akan fokus pada pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan. Pembentukan alat kelengkapan dewan sudah mendesak dilakukan. Apalagi kinerja anggota dewan sudah dinanti masyarakat luas.

Menurutnya, kementerian yang dibentuk pemerintahan Jokowi bakal diselaraskan dengan jumlah komisi di DPR. Namun, belum terisinya alat kelengkapan dewan menghambat kerja parlemen.

“Kami akan fokus untuk masalah penetapan komisi dan pimpinan komisi. Strukturnya tidak berubah, sehingga komisi terbentuk tinggal keselarasannya,” ujar politisi Demokrat itu.

Anggota Fraksi Golkar Tantowi Yahya menambahkan, tak ada alasan bagi KIH untuk menunda proses pengisian alat kelengkapan dewan, khususnya komisi. Menurutnya, jika kelima fraksi itu tetap menunda, sama halnya mengganjal kinerja DPR.

“Itu sama saja menyandera, yang rugi pemerintah,” ujarnya.

Dengan tidak diserahkannya nama anggota fraksi, Tantowi menduga KIH enggan terlibat dalam proses pemilihan pimpinan komisi. Ia menilai sikap tersebut tak ubahnya walk out dalam pemilihan pimpinan DPR beberapa waktu lalu. Ia menilai permintaan KIH agar mendapat jatah pimpinan komisi tak logis.
“Karena Koalisi Merah Putih (KMP) tidak meminta jatah menteri. Mereka harus mau menerima kenyataan ada dua kekuatan di parlemen, saling berbagi peran,” ujarnya.

Anggota Fraksi PDIP, Ahmad Bassarah, menampik tudingan bahwa KIH menyendera maupun mengganjal kinerja DPR. Menurutnya, mekanisme pemilihan pimpinan komisi dilakukan sesuai dengan Tata Tertib DPR. Menurut Bassarah, KIH meminta persentase kursi pimpinan menjadi 40 KIH, dan 60 KMP. Maka dari itu, KIH kekeuh pemilihan pimpinan komisi dilakukan melalui mekanisme musyawarah mufakat.

“Sikap kami adalah terus meminta agar di DPR tak terjadi praktik diktator  mayoritas,” ujarnya.

Mantan anggota Komisi III DPR periode lalu itu mengatakan, permintaan kursi pimpinan berbasis pada proporsi koalisi. Ia berharap KMP dapat mengakomodir permintaan KIH. Ia mengatakan, keputusan pemilihan pimpinan komisi dapat dilakukan sepanjang quorum dari anggota fraksi.

“Tatib sudah mengatur keputusan 50+1 dan lebih separuh fraksi. Kalau keputusan diambil itu namanya diktator,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait