Topo Santoso Paparkan Pentingnya Hukum Pidana dalam Proses Demokrasi
Berita

Topo Santoso Paparkan Pentingnya Hukum Pidana dalam Proses Demokrasi

Pembuat undang-undang kerap gamang dalam menentukan norma mana yang perlu diberikan sanksi pidana atau sanksi administratif.

Oleh:
CR-17
Bacaan 2 Menit
Dekan FHUI Prof. Topo Santoso. Foto: RES.
Dekan FHUI Prof. Topo Santoso. Foto: RES.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Prof. Topo Santoso memaparkan pentingnya peran hukum pidana dalam proses demokrasi dalam pidato pengukuhan guru besar dirinya di Balai Sidang UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (5/11).

Topo menjelaskan pemilihan umum (pemilu) demokratis yang dilewati oleh Indonesia pasca reformasi, dari 1999 hingga 2014 tidak lepas dari berbagai persoalan. Di antaranya, adalah pelanggaran administratif, tindak pidana pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, sengketa pemilu dan perselisihan hasil pemilu.

“Tindak pidana pemilu tidak hanya diatur baru-baru ini saja, melainkan dalam setiap pemilu di Indonesia sejak tahun 1955, pemilu orde baru, hingga pemilu-pemilu era reformasi juga sudah diatur,” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini.

Lebih lanjut, Topo menjelaskan Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHP) juga memiliki lima aturan yang bisa digunakan sebagai pidana pemilu, yakni dalam Pasal 148 – Pasal 152. Ketentuan itu menyangkut tindak pidana perbuatan penyuapan, perbuatan tipu muslihat, mengaku sebagai orang lain, dan menggagalkan pemungutan suara.

Topo menjelaskan setiap negara di dunia menyadari pentingnya hukum pidana untuk melindungi proses pemilu agar berlangsung secara bebas dan adil.  “Salah satu yang diperlukan adalah adanya aturan pidana yang mengancam sejumlah perbuatan yang membahayakan proses pemilu. Sehingga hukum pidana memiliki peranan dalam pelaksanaan pemilu, dalam proses demokrasi di  masing- masing negara,” jelasnya.

Selain itu, dalam pidato pengukuhan guru besarnya, Topo juga memaparkan syarat-syarat terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law. Yakni, adanya perlindungan konstitusional yang menjamin hak individu, adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pendidikan kewarganegaraan, kebebasan menyatakan pendapat dan berserikat atau berorganisasi, serta oposisi. “Terakhir ialah pemilihan umum yang bebas,” ujarnya.

Melihat pentingnya pemilu dalam suatu negara demokrasi, jelas Topo, maka pemilu membutuhkan hukum. Dalam konteks pemilu, maka norma-norma dibuat bertujuan agar pemilu berjalan dengan free and fair atau dalam hukum Indonesia dikenal Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil). “Untuk menguatkan ditaati norma itu maka Hukum Pidana mengadakan sanksi-sanksi pidana seperti pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda serta pidana tambahan,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait