Aksi Menaker Dinilai Salah Sasaran dan Dapat Dipidana
Berita

Aksi Menaker Dinilai Salah Sasaran dan Dapat Dipidana

Menaker meminta masyarakat tidak terfokus kepada caranya bekerja, tetapi cukup melihat hasil kerjanya.

Oleh:
CR-18/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung Kementerian Tenaga Kerja. Foto: ilustrasi (Sgp)
Gedung Kementerian Tenaga Kerja. Foto: ilustrasi (Sgp)

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Trisakti (FH Usakti) Abdul Fickar Hadjar menilai aksi Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri yang melompat pagar dalam inspeksi mendadak penampungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) salah sasaran, dan bahkan bisa berujung pidana.

“Yang pertama ya dia itu sebenarnya salah sasaran mendatangani tempat penampungan TKI. Karena gini, sebenarnya kan selain Depnaker ada badan yang menangani khusus pengiriman TKI yaitu BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia,-red). Nah, itu ada kepalanya. Kepala badan itu lah yang sebenarnya punya otoritas resmi mengatur TKI,” ujarnya ketika dihubungi Hukumonline, Sabtu (8/11). 

Fickar mengatakan bahwa urusan Kementerian Tenaga Kerja masih banyak di luar itu. “Misalnya, ada pengawasan perusahaan, ada binapenta, ada izin tenaga kerja asing, ada banyak gitu loh. Ada mengenai upah pekerja. Mestinya dia bisa mengambil isu yang agak strategis semestinya. Itu satu,” tambahnya.

Kedua, lanjutnya, dengan alasan apapun, selain kepolisian dalam rangka menyidik tindak pidana, maka masuk ke rumah orang lain harus atas seizin orang tersebut. “Kecuali itu tadi, kepolisian ketika dia melaksanakan tugasnya sebagai penyidik pidana. Siapa pun termasuk menteri, menurut saya, nggak boleh dia masuk sembarangan ke halaman orang lain. Dalam perspektif hukum pidana, itu sudah (tindak,-red) pidana,” ujar pengajar hukum pidana ini.

Salah satu ketentuan yang bisa digunakan untuk menjerat Hanif adalah Pasal 167 ayat (1) KUHP. Ketentuan itu berbunyi, “Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

“Ya, kalau menurut saya begitu. Karena meskipun tidak mengusir, buruh itu bukan yang punya rumah kan? Yang punya rumahnya nggak ada ya? Dikabarkan nggak dibukakan karena nggak ada bosnya,” jelasnya.

Fickar menilai tindakan itu sudah masuk ke dalam tindak pidana formil, yakni memasuki pekarangan orang lain walau tanpa mengakibatkan kerugian apapun. “Dia sudah melawan hukum,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait