MKN Bukan untuk Lindungi Notaris
Utama

MKN Bukan untuk Lindungi Notaris

Seorang advokat minta pengujian UU Jabatan Notaris.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pihak Terkait dari Ikatan Notaris Indonesia (INI), Miftachul Machsun saat menyampaikan tanggapan atas permohonan pengujian UU Jabatan Notaris, Kamis (13/11). Foto: Humas MK
Pihak Terkait dari Ikatan Notaris Indonesia (INI), Miftachul Machsun saat menyampaikan tanggapan atas permohonan pengujian UU Jabatan Notaris, Kamis (13/11). Foto: Humas MK
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) menegaskan keberadaan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) seperti diatur Pasal 66  UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. MKN hanya berfungsi memutuskan secara proporsional terkait perlu atau tidaknya fotokopi minuta akta Notaris yang dibutuhkan penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam proses peradilan.

Penegasan itu disampaikan salah seorang Pengurus Pusat INI Ni’matul Mak’sum dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 66 ayat (1), (3), (4) UU Jabatan Notaris yang diajukan advokat Tomson Situmeang. Dalam kesempatan pengujian UU Jabatan Notaris ini, INI memberi keterangan sebagai pihak terkait.  

Sebelumnya, advokat Tomson Situmeang mempersoalkan Pasal 66 ayat (1), (3), (4) UU Jabatan Notaris khususnya frasadengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris” terkait pemeriksaan proses peradilan yang melibatkan notaris. Alasannya, ketentuan serupa pernah dibatalkan MK melalui uji materi Pasal 66 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 khususnya frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah.”

Putusan MK No. 49/PUU-X/2012 sudah menyatakan pemeriksaan proses hukum yang melibatkan notaris tak perlu persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Ketentuan itu dinilai mempengaruhi tugas penegakan hukum oleh advokat, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang berujung hilangnya independensi dalam proses peradilan. Untuk itu, pemohon meminta MK membatalkan Pasal 66 ayat (1), (3), (4) UU Jabatan Notaris karena bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Ni’matul mengatakan dibalik ketentuan Pasal 66 UU Jabatan Notaris adalah upaya menegakkan pelaksanaan kewajiban dan hak ingkar (kewajiban merahasiakan isi akta) Notaris dimana persetujuan MKN merupakan kunci pembuka atas  kewajiban ingkar Notaris. “Jadi, pemanggilan Notaris tidak bisa diartikan pemberian keterangan atau penyerahan fotokopi minuta akta kepada aparat penegak hukum diasumsikan Notaris yang bersangkutan bersalah,” tutur Ni’matul.

Pria yang berprofesi Notaris di Surabaya ini melanjutkan kewajiban ingkar dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat yang juga mengandung kepentingan individu yang memerlukan jasa Notaris, khususnya  dalam pembuatan alat bukti tertulis berupa akta otentik. “Hak ingkar ini dibebaskan memberi kesaksian mengenai akta yang dibuatnya yang mewajibkan notaris merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya,” jelasnya.

“Dengan demikian hakim hanya mencocokkan alasan Notaris yang menggunakan hak ingkarnya agar dibebaskan memberi kesaksian. Harus diakui sebelum berlakunya UU Jabatan Notaris penggunaan hak ingkar ini sering diabaikan Notaris sendiri dan aparat penegak hukum,” ungkapnya.

Ni’matul mangkui kewenangan pengawasan Notaris di tingkat kabupaten/kota sudah dinyatakan tidak berlaku sejak MK mencabut frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah”  dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004. Namun, sejak diundangkannya UU No. 2 Tahun 2014, kewenangan pemeriksaan Notaris untuk kepentingan proses peradilan dialihkan kepada MKN sebagai fungsi pembinaan, bukan pengawasan.

“Dalil yang menganggap pasal itu telah menghidupkan kembali pasal yang sudah dihapus MK, menurut PP INI tidak benar. Karena itu, mohon Majelis menolak permohonan ini atau tidak menerima,” harapnya.
Tags: