Dalam Aturan Baru, Kewajiban Divestasi Saham Freeport Berkurang
Berita

Dalam Aturan Baru, Kewajiban Divestasi Saham Freeport Berkurang

Pemerintah menilai, angka 30 persen saja sudah bagus.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: ptfi.co.id
Foto: ptfi.co.id
Seminggu sebelum melepas jabatannya sebagai Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 mengenai divestasi saham perusahan pertambangan asing. Tepatnya pada14 Oktober 2014, SBY menandatangani produk hukum yang mewajibkan semua perusahaan pertambangan mineral dan batubara asing untuk melakukan divestasi saham.

Secara tegas, Pasal 7c mengatur besaran divestasi saham tersebut. Berdasarkan ketentuan dalam pasal itu, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan pemilik IUP Khusus (IUPK) yang sudah melakukan eksplorasi sahamnya hanya boleh dimiliki asing sebesar 75 persen. Sedangkan untuk perusahaan pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang tidak sendiri melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, harus menjual sahamnya mencapai 51 persen.

Sementara itu, perusahaan pemegang IUP OP dan IUPK OP yang telah melakukan sendiri kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian, boleh dimiliki asing hingga 60 persen. Sedangkan perusahaan pemilik IUP OP dan IUPK OP yang telah melakukan kegiatan penambangan dengan menggunakan metode penambangan bawah tanah, pihak asing diperbolehkan memiliki saham 70 persen.

Di sisi lain, pemerintah membolehkan perusahaan asing untuk mendivestasikan 30 persen saham. Ini berlaku untuk perusahaan tambang yang melakukan kegiatan tambang bawah tanah (underground mining) dan tambang terbuka. Kegiatan divestasi akan dilakukan secara bertahap mulai dari tahun kelima sebanyak 20 persen, tahun kesepuluh sebanyak 25 persen dan tahun kelima belas sebesar 30 persen.

Ketentuan tersebut memberi kewajiban kepada PT Freeport Indonesia yang sudah melakukan kegiatan penambangan bawah tanah untuk mendivestasikan sahamnya hanya sebesar 30 persen. Padahal, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 justru mengamanatkan perusahaan asal Amerika Serikat itu melepas 51 persen kepemilikannya.

Perubahan jumlah saham yang harus dilepas itu, tak serta-merta menimbulkan optimisme bahwa Freeport akan melakukannya segera. Anggota DPR dari Partai Nasdem, Kurtubi, menilai Freeport tak akan mau melakukan divestasi kecuali jika hal itu sudah ada dalam klausul kontrak. Menurutnya, perusahaan tambang akan sulit melakukan hal-hal yang belum diatur di dalam kontrak.

"Mestinya divestasi mengacu ke kontrak. Apa itu ada di kontrak? Kalau tidak ada di sana, perusahaan tambang itu sulit," kata Kurtubi, Kamis (13/11).

Kurtubi juga menyayangkan bagian divestasi yang menjadi lebih kecil dalam aturan PP teranyar itu. Menurutnya, negara seharusnya bisa mendapat bagian lebih besar dari keuntungan perusahaan tambang. Untuk mendapatkanya, Kurtubi menilai, revisi UU Minerba merupakan langkah yang lebih efektif. Dengan begitu, ia yakin perusahaan tambang bisa didorong melakukan divestasi.

"Sebenarnya, menurut pendapat saya, negara bisa mendapat bagian lebih besar dari keuntungan perusahaan tambang. Caranya lebih dulu UU Minerba diubah," tambah Kurtubi.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar menegaskan bahwa besaran divestasi sesuai dengan kesepakatan amandemen kontrak.  Lebih lanjut Sukhyar memaparkan, Freeport McMoran masih dapat mengempit mayoritas saham Freeport Indonesia hingga satu tahun setelah PP ini terbit. Pasalnya, aturan divestasi saham akan mulai diberlakukan pada perusahaan IUP OP dan IUPK OP yang telah berproduksi lebih dari lima tahun.

"Ini sesuai kesepakatan amandemen kontrak kalau Freeport masuk kriteria tambang bawah tanah. Angka 30 persen saja  sudah bagus," tutur Sukhyar.

Di dalam PP No. 77 Tahun 2014 ditegaskan, mekanisme penawaran saham divestasi dilakukan secara berjenjang. Pemerintah pusat mendapat kesempatan pertama, kemudian kepada Pemerintah Daerah, tempat tambang tersebut beroperasi, lalu ke BUMN dan kemudian BUMD. Jika tidak ada yang berminat baru ditawarkan perusahaan swasta nasional lewat pelelangan.

Sukhyar mengaku pihaknya siap melaksanakan pelelangan saham sebagaimana diamanatkan PP itu. Ia yakin, aturan terkait mekanisme penawaran aset tidak akan menimbulkan masalah baru di sisi pembagian saham. Sebab, pada dasarnya aturan tersebut masih sama seperti dalam PP sebelumnya.

"Kami siap. Walau belum dapat salinan akhirnya PP tentang divestasi diterbitkan juga. Kalau diakomodir dengan baik tentunya tidak masalah," pungkas Sukhyar.
Tags:

Berita Terkait