Ini PR Sektor Hukum Pemerintahan Jokowi-JK
Rechtschool

Ini PR Sektor Hukum Pemerintahan Jokowi-JK

Ibarat cuci piring, piring yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya bau amis.

Oleh:
ABDUL RAZAK ASRI
Bacaan 2 Menit
Kiri ke kanan: Gayus Lumbuun (hakim agung), Arminsyah (Jamintel), JE Sahetapy (Ketua KHN), dan Eryanto Nugroho (Direktur Eksekutif PSHK) dalam acara Dialog Hukum
Kiri ke kanan: Gayus Lumbuun (hakim agung), Arminsyah (Jamintel), JE Sahetapy (Ketua KHN), dan Eryanto Nugroho (Direktur Eksekutif PSHK) dalam acara Dialog Hukum
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) baru seumur jagung. Dengan masa jabatan selama lima tahun, sejumlah kalangan menilai pekerjaan rumah (PR) Jokowi-JK cukup banyak dan tidak mudah. Termasuk PR untuk sektor hukum. Dari mulai urusan kepastian berbisnis di Indonesia hingga urusan legislasi.

Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI), Melli Darsa mengatakan salah satu PR Pemerintahan Jokowi-JK adalah menjamin akses keadilan bagi pelaku bisnis. Selama ini, kata Melli, pelaku bisnis sulit mendapatkan jaminan akses keadilan di Indonesia, sehingga mereka lebih memilih forum penyelesaian sengketa internasional.

“Ada kecenderungan pelaku bisnis tidak mau menggunakan hukum Indonesia sebagai dasar hukum, lebih memilih arbitrase di luar negeri dan tidak mau menggunakan pengadilan di Indonesia,” papar Melli dalam acara Dialog Hukum “PR Sektor Hukum Pemerintahan Jokowi-JK” di Indonesia Jentera School of Law, Jakarta, Rabu (19/11).

Di forum yang sama, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Eryanto Nugroho mengatakan jika berbicara tentang PR maka salah satu rujukannya adalah visi dan misi Jokowi-JK. Menurut Ery, visi dan misi adalah dokumen penting yang harus terus dipantau dan ditagih pemenuhannya. Dengan begitu, masyarakat bisa menilai apakah Jokowi-JK konsisten pada janji-janji yang dituangkan dalam visi dan misi itu.

Dalam visi dan misi itu, Ery mencatat ada lima agenda keadilan yakni pemberantasan korupsi, penegakan dan perlindungan HAM, penegakan hukum lingkungan dan reforma agraria, reformasi lembaga penegak hukum, dan reformasi legislasi. Dari lima agenda itu, Ery berpendapat banyak program yang pelaksanaannya berada di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

“Panglima, dan komandan reformasi hukum adalah Kementerian Hukum dan HAM. Pertanyaannya apakah Kemenkumham sanggup?” ujar Ery.

Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN), Prof JE Sahetapy mengatakan PR sektor hukum yang harus dituntaskan Pemerintahan Jokowi-JK sangat banyak. Mengibaratkan masalah di sektor hukum itu seperti piring, Prof Sahetapy mengatakan piring yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya sangat bau amis.

“Apakah Pemerintahan Jokowi-JK sanggup mencuci piring dalam waktu lima tahun? Kalau bisa itu jelas luar biasa, tetapi saya sih tidak yakin,” kata Prof Sahetapy menyiratkan sikap pesimisme.

Menurut Prof Sahetapy, tugas yang diemban Pemerintahan Jokowi-JK sebenarnya bukan hanya memperbaiki hukum. Pemerintahan Jokowi-JK, kata Prof Sahetapy, harus mengembangkan sikap malu dan rasa bersalah. Dua sikap ini sayangnya semakin langka di zaman sekarang ini di Indonesia.
"Bayangkan ada profesor yang gajinya sudah gede tetapi tetap melakukan korupsi, saya tidak habis pikir," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya ini.

Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham, Wicipto Setiadi mengatakan Kemenkumham terus melakukan upaya perbaikan. Dan, salah satu perbaikin itu, kata Wicipto, adalah pembenahan program legislasi nasional (prolegnas) yang akan dilakukan di awal tahun 2015. Kemenkumham akan menyelaraskan prolegnas dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Selama ini, prolegnas tidak nyambung dengan RPJMN.

Pembenahan berikutnya, Kemenkumham akan mengubah paradigma bahwa prolegnas itu adalah “daftar keinginan” bukan “daftar kebutuhan”. Kondisi sebelumnya, prolegnas selalu dianggap sebagai “daftar kebutuhan”. Wicipto mencontohkan UU Keinsinyuran, UU Nomor 11 Tahun 2014 yang mungkin bagi kalangan non insinyur dianggap sebagai RUU yang tidak diperlukan.

“Mungkin nanti sarjana hukum ingin ada undang-undang khusus kesarjanahukuman, jika ada yang mempertanyakan, mereka akan berdalih insinyur saja punya undang-undang khusus,” papar Wicipto.
Tags:

Berita Terkait