Lolos dari Sanksi Etik, Patrialis Diminta Hati-hati Bicara
Utama

Lolos dari Sanksi Etik, Patrialis Diminta Hati-hati Bicara

Meskipun dalam kegiatan ilmiah.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Foto: RES
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Foto: RES
Dewan Etik Hakim Konstitusi akhirnya membebaskan Hakim Konstitusi Patralis Akbar terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK. Dalam keputusannya, Dewan Etik menganggap Patrialis Akbar tidak melanggar kode etik terkait pernyataannya yang mendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

“Iya, Patrialis sudah diputuskan tidak melanggar kode etik. Keputusannya bisa dilihat di situs MK,” ujar Ketua Dewan Etik Abdul Mukhtie Fajar saat dihubungi hukumonline, Senin (1/11).  

Sebelumnya, Patrialis diadukan sejumlah LSM ke Dewan Etik lantaran mengomentari substansi RUU Pilkada saat memberi kuliah umum di FH Universitas Muhammadiyah Jakarta pada 15 September lalu. Patrialis melontarkan dukungannya atas pemilihan kepala daerah melalui DPRD dalam RUU Pilkada yang menjadi polemik di masyarakat saat itu. Koalisi menganggap pernyataannya itu melanggar kode etik hakim konstitusi.

Spesifik, Patrialis dinilai melanggar dua prinsip yakni prinsip kepantasan dan kesopanan dan prinsip integritas seperti termuat dalam PMK No. 9/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim. Sebab, bagaimanapun prinsip kode etik itu mengikat di dalam atau di luar sidang.

Seperti dikutip dalam Berita Acara Pemeriksaan nomor 07/Lap-I/BAP/DE/2014, Dewan Etik mengganggap tindakan Patrialis bukan pelanggaran kode etik. Sebab, dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dikenal adanya kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik yang merupakan tanggung jawab citivitas akademika yang wajib dilindungi dan difasilitasi pimpinan perguruan tinggi.

Kebebasan mimbar akademik merupakan kewenangan profesor atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab terkait rumpun ilmu dan cabang ilmunya. Fakta yang terungkap dalam pemeriksaan, Patrialis hadir dalam kapasitasnya sebagai dosen Fakultas Hukum UMJ atas undangan Dekan FH UMJ Syaiful Bahkri dan telah mendapat izin dari ketua MK.

“Persoalan pilkada langsung atau tidak langsung (melalui DPRD) muncul dalam proses tanya jawab dan hakim terlapor hanya merujuk pada hasil skripsi mahasiswa. Ini sesuai kesaksian Ibnu Sina yang menjadi moderator dalam kuliah umum tersebut,” demikian bunyi pertimbangan berita acara pemeriksaan Dewan Etik bernomor 07/Lap-I/BAP/DE/2014.

Menurut Dewan Etik, bukti rekaman yang diserahkan sebagai barang bukti menurut keterangan Julius Ibrani (YLBHI) diperoleh dari wartawan, tetapi isinya tidak jelas dan hanya sepotong-potong. Dua wartawan yang tadinya akan dihadirkan, enggan dan takut untuk memberi keterangan. “Dari fakta itu, menurut Dewan Etik tidak cukup bukti Hakim Terlapor melanggar kode etik saat memberi kuliah umum di FH UMJ.”

Meski tak melanggar, Dewan Etik mengingatkan agar Patrialis lebih berhati-hati dalam berbicara meskipun dalam forum kegiatan ilmiah. Pasal 10 huruf a Prinsip Kepantasan dan Kesopanan dalam Kode Etik Perilaku Hakim Konstitusi menentukan dengan tetap mengutamakan dan terikat aturan dan tugas peradilan, hakim konstitusi salah satunya dibolehkan memberi kuliah atau mengajar.         
Putusan Dewan Etik dihasilkan pada 19 November 2014. Komposisi Dewan Etik terdiri dari Abdul Mukthie Fadjar (ketua), M. Zaidun (anggota), dan M. Hatta Mustafa (anggota).
Tags:

Berita Terkait