Ketua DPRD Bangkalan Tersangka Korupsi Jual Beli Gas Alam
Berita

Ketua DPRD Bangkalan Tersangka Korupsi Jual Beli Gas Alam

KPK dalami keterlibatan PD Sumber Daya yang merupakan partner PT MKS dalam memasok gas di Bangkalan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron usai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa malam (3/12). Foto: RES
Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron usai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa malam (3/12). Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron sebagai tersangka. Fuad diduga menerima hadiah atau janji dari PT Media Karya Sentosa (MKS) terkait penjualan gas alam untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gresik dan PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, penetapan tersangka itu setelah penyidik melakukan pemeriksaan intensif terhadap Fuad, serta tiga orang lainnya yang ikut diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT). “Hasil gelar perkara pimpinan dan penyidik, mereka ditetapkan sebagai tersangka,” katanya di KPK, Selasa (2/12).

Selain Fuad, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Ketiga tersangka itu adalah Antonio Bambang Djatmiko dari PT MKS, Darmono (perantara dari pihak pemberi), dan Rauf (perantara dari pihak penerima). Darmono diketahui sebagai orang suruhan Antonio yang berstatus TNI AL berpangkat Kopral Satu (Koptu).

Bambang menerangkan, penangkapan itu bermula dari penangkapan ajudan Fuad yang bernama Rauf pada 1 Desember 2014 sekitar pukul 23.30 WIB di parkiran Gedung A di Bangkalan. Dari mobil Rauf, KPK menemukan uang senilai Rp700 juta. Uang tersebut diduga sebagai uang pemberian dari Antonio untuk Fuad.

Sekitar 15 menit kemudian, KPK menangkap Antonio di sebuah lobi gedung di Jl Bangka Raya, Jakarta Selatan. Lalu, pada 2 Desember 2014 pukul 00.15 WIB dini hari, KPK kembali menangkap Darmono yang merupakan perantara dari pihak pemberi di Gedung EB di Jakarta. Pada pukul 01.00 WIB, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan.

Dari rangkaian peristiwa itu, lanjut Bambang, KPK melakukan penyitaan terhadap sejumlah uang yang ditemukan di rumah Fuad. KPK menemukan tiga koper berisi uang yang sekarang jumlahnya masih dihitung penyidik. Uang pecahan ratusan dan lima puluh ribuan itu masih berbundel Bank Jatim, BCA, dan UOB.

“Uang disita di rumah FA di berbagai tempat, misalnya di balik lukisan. Untuk ABD dan dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, dan/atau Pasal Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. FAI dan Rf dikenakan Pasal 12 huruf a, b, Pasal 5 ayat (1), dan/atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujarnya.

Sementara, untuk oknum TNI AL Darmono, Bambang telah berkomunikasi dengan Danpuspom AL. Berdasarkan Pasal 42 UU KPK, KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tipikor yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer.

Oleh karena itu, Bambang mengaku, KPK menyerahkan pemeriksaan Darmono kepada Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Gunung Heru. KPK juga turut menyerahkan surat laporan hasil pemeriksaan dan Darmono secara fisik kepada Danpuspom AL.

Dengan demikian, penahanan Darmono diserahkan kepada Danpuspom AL, sedangkan Antonio yang sama-sama dari pihak pemberi ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang Kelas I Cipinang cabang KPK. Sementara, Fuad dan Rauf ditahan di Rutan Korupsi Jakarta Timur kelas I cabang KPK di Detasemen Polisi Militer Guntur.

Saat ke luar dari Gedung KPK, Darmono tidak mengeluarkan sepatah katapun. Darmono dijemput petugas berseragam untuk diproses secara militer. Anehnya, Darmono tidak jadi menaiki kendaraan yang disediakan petugas karena pintu mobil tidak terbuka. Darmono malah berlari menjauhi gedung KPK untuk menghindari kejaran wartawan.

Dalami Motivasi
Bambang menyatakan, hingga kini, KPK masih mendalami motivasi para tersangka. Ia belum bisa menyebutkan, siapa pihak yang berinisiatif memberikan atau meminta uang. Pasalnya, Antonio dan Fuad memberikan keterangan yang berbeda. Fuad menerangkan pemberian uang itu bukan atas permintaannya.

Ia mengungkapkan, sesuai pengakuan Antonio, petinggi PT MKS ini sudah biasa memberikan uang kepada Fuad. Di lain pihak, Fuad mengaku tidak pernah meminta untuk diberi uang. “Namun, biasanya, dalam konteks seperti ini, masing-masing pihak, baik dari pemberi maupun penerima mempunyai kepentingan,” jelasnya.

Selain itu, KPK juga masih mendalami pihak-pihak lain yang diduga terlibat atau memiliki kepentingan dalam jual beli gas tersebut. PT MKS diketahui sebagai perusahaan swasta yang bekerja sama dengan PD Sumber Daya untuk memasok gas ke PLTG Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

PT MKS merupakan penyalur gas PT Pertamina EP berdasarkan perjanjian antara PT MKS, PD Sumber Daya, dan Bupati Bangkalan. Perjanjian ini ditandatangani Fuad yang pada 2007 menjabat sebagai Bupati Bangkalan. Untuk itu, KPK masih mendalami kedudukan PD Sumber Daya apakah hanya sebagai trader atau sebatas calo.

“Tapi, yang ada sekarang ada pemberi dan penerima. Apa FAI menerima pemberian sejak menjabat Bupati Bangkalan hingga Ketua DPRD, itu yang sedang didalami. Mengenai PT MKS yang membeli gas dari Pertamina dan bekerja sama dengan PD SD juga sedang didalami, apakah dia sebagai sarana saja atau pelaku,” tutur Bambang.

Gerindra gelar sidang etik
Penangkapan Fuad yang merupakan kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) membuat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerindra terkejut. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra sekaligus anggota Komisi III DPR S Dasco Ahmad mengatakan Fuad adalah Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Bangkalan.

Menurut Dasco, Partai Gerindra sudah mengutus salah seorang pengurus DPP ke KPK untuk mengecek perkembangan kasus Fuad. Begitu KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka, maka tidak ada ampun untuk Fuad. “Dia akan segera dijatuhi sanksi pemecatan,” katanya dalam rilis yang diterima hukumonline.

Sebagai konsekuensi dari pemecatan, status keanggotaan Fuad di DPRD Bangkalan akan gugur. Aturan itu tertuang dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang secara tegas mengatur bahwa setiap anggota legislatif yang dipecat partainya, otomatis akan kehilangan status keanggotaannya di DPRD.

Dasco sangat menyayangkan adanya peristiwa penangkapan Fuad. Pasalnya, dalam berbagai forum internal partai, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto selalu mengingatkan kepada kadernya mengenai tindakan tegas yang akan dikenakan kepada para kader yang terjerat kasus korupsi.

“Hanya ada satu opsi bagi mereka yang korupsi, yaitu dipecat dengan tidak hormat. Khusus untuk anggota legislatif baik di tingkat pusat, tingkat provinsi maupun tingkat Kabupaten atau Kota, mereka juga terikat dengan pakta integritas yang ditanda-tangani pada saat pendaftaran sebagai caleg dahulu,” ujarnya.

Isi Pakta integritas tersebut adalah kesiapan untuk dipecat dengan tidak hormat jika terjerat kasus korupsi dan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dasco bahkan mengatakan partainya tidak perlu menunggu kasus Fuad sampai berkekuatan hukum tetap untuk menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Fuad.

Namun, jika kelak di pengadilan Fuad tidak terbukti bersalah, maka nama Fuad akan direhabilitasi dan status keangotaannya akan dipulihkan. Oleh karena itu, Dasco mengungkapkan, dalam waktu dekat Majelis Etik dan Kehormatan Partai Gerindra akan menggelar sidang terkait kasus Fuad.

Sesuai Anggaran Dasar Partai Gerindra, penjatuhan sanksi pemecatan adalah kewenangan Majelis Etik dan Kehormatan. Partai Gerindra sangat mendukung upaya KPK. “Kami mendukung agar KPK mengungkap kasus korupsi tersebut secara tuntas dan menangkap siapapun juga yang terlibat,” tandas Dasco.
Tags:

Berita Terkait