Tak Loloskan Ahmad Fadlil, Pansel MA Dikritik
Berita

Tak Loloskan Ahmad Fadlil, Pansel MA Dikritik

KY menilai MK kehilangan tenaga handalnya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri. Foto: RES.
Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri. Foto: RES.
Panitia Seleksi Calon Hakim Konstitusi MA akhirnya meloloskan dua nama hakim konstitusi baru untuk menggantikan Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi dan Muhammad Alim yang akan memasuki masa pensiun pada April 2015. Sementara Fadlil yang akan mengakhiri periode pertamanya pada Januari 2015 dan turut mengikuti seleksi ini dinyatakan tidak lulus.

Berdasarkan informasi yang dilansir dalam situs MA, Rabu (3/12), dua nama dari sembilan peserta seleksi yang dinyatakan lulus sebagai hakim konstitusi yakni Suhartoyo dan Manahan MP Sitompul. Melalui rapat Pansel MA yang diketuai Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi ini pada 2 Desember 2014 telah memutuskan mengusulkan dua nama tersebut.    

Keduanya merupakan hakim karier. Suhartoyo terakhir menjabat sebagai Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Sedangkan Manahan menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung. Mereka berhasil menyisihkan tujuh peserta lain yang telah menempuh rangkaian tahapan seleksi yakni profil assessment dan wawancara.  

Sembilan peserta yang mengikuti seleksi yakni Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Wakil Ketua PT Bangka Belitung Manahan MP Sitompul, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya M Rum Nessa, Hakim Tinggi TUN Jakarta Arifin Marpaung, Wakil Ketua PT Banda Aceh Nardiman, Hakim Tinggi PT Denpasar Suhartoyo, Naomi Siahaan, Arsyad Mawardi, dan Santer Sitorus.

Sebelumnya, KY telah merekomendasikan dua nama calon hakim konstitusi kepada pimpinan MA untuk meloloskan dua nama tersebut. Mereka adalah Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi (incumbent) dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung Manahan MP Sitompul. Pertimbangannya, dua nama itu memiliki integritas yang lebih baik dibanding calon-calon lain.

Kecewa
Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrohman Syahuri mengaku kecewa dan menyayangkan tidak diloloskan Ahmad Fadlil Sumadi. Padahal, KY sudah mengusulkan agar Fadlil diloloskan karena Fadlil memiliki kualitas dan integritas yang baik. “Secara kapasitas ketatanegaraan atau konstitusi Fadlil sudah mumpuni, pernah menjadi hakim MK selama 5 tahun dan sebelumnya menjadi Panitera MK. Lalu, apa yang kurang dari Fadlil sehingga Pansel tidak memperpanjang?” ujar Taufiq mempertanyakan.   

Dia juga mempertanyakan proses seleksi hakim konstitusi yang dilakukan Pansel MA. Sebab, proses seleksi yang dijalankan dinilai kurang akuntabel, transparan, dan partisipatif dengan melibatkan akademisi dan mantan hakim MK atau mantan hakim agung. “Panselnya siapa saja kita tahu, apa ada tim penilai dari ahli konstitusi atau mantan hakim MK?”

Taufiqurrahman membandingkan proses seleksi calon hakim MK dengan proses seleksi calon hakim agung di KY. Menurut dia, seleksi calon hakim agung di KY melibatkan pihak yang tokoh masyarakat dan mantan hakim agung.

“Kalau semua tim pansel dari MA dan uji kelayakan juga tertutup, ini potensi tidak memenuhi syarat transparan karena publik tidak tahu tes wawancaranya, tidak obyektif karena tidak ada anggota pansel dari luar dan tidak akuntabel karena pewawancara atau penilai tidak ada ahli konstitusi dan ketatanegaraan,” kritiknya.

Padahal, kata dia, Pasal 19 UU MK telah mengariskan bahwa seleksi calon hakim konstitusi harus dilakukan secara transparan, partisipatif, obyektif. Menurutnya, syarat ini telah dipenuhi DPR ketika mengusulkan calon hakim konstitusi, tetapi tidak dipenuhi oleh Presiden SBY. “Nah, di Pansel MA apa sudah memenuhi syarat-syarat di atas?”

Kritikan senada dilontarkan Koalisi LSM yang menyampaikan kekecewaannya atas seleksi calon hakim konstitusi yang dilakukan Pansel MA. Sebab, selain proses seleksi tidak tranparan dan partisipatif sesuai amanat UU MK, Pansel MA mengabaikan rekomendasi KY.  “Padahal, KY lebih memiliki otoritas dalam menilai kompetensi seorang hakim,” ujar Peneliti Indonesia Legal Rountable, Erwin Natosmal Oemar saat dihubungi hukumonline.   

Terlebih, kata dia, salah satu nama yang diloloskan Suhartoyo pernah memiliki catatan buruk. Hal itu terlihat dari kejanggalan kasus peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan yang ditangani Suhartoyo saat menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan. “MA jelas-jelas mengabaikan salah satu syarat utama figur hakim kontitusi yang tidak boleh berperilaku tercela,” katanya.

“Ini sangat mungkin untuk digugat koalisi LSM ke PTUN karena proses seleksinya kurang transparan dan partisipatif. Nanti kita pelajari terlebi dahulu.”  

Sementara itu, mantan hakim MK Maruarar Siahaan juga menyampaikan kekecewaannya tidak diloloskan Fadlil sebagai hakim konstitusi untuk periode kedua. “Ini sangat merugikan karena kita tahu Fadlil sudah cukup lama dibentuk MK baik sebagai panitera MK maupun hakim konstitusi, sehingga dia banyak tahu dalam setiap proses kerja dan perkara di MK,” ujar Maruarar di Gedung MK.

“Selain pengalamannya, Fadlil sudah bergelar doktor ilmu hukum. Saya sendiri kurang  tahu, bagaimana mekanisme dan apa parameter yang digunakan Pansel MA. MK kehilangan tenaga handalnya.”

Menurutnya, seharusnya Fadlil masih sangat layak untuk melanjutkan jabatan hakim konstitusi selama lima tahun ke depan. “Saya kurang tahu prosesnya, tetapi seharusnya Pansel tidak hanya dari internal MA, tetapi melibatkan pihak luar termasuk MK dan mantan hakim MK,” sarannya.

Terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur mengaku sudah mempertimbangkan berbagai sudut untuk meloloskan dua nama itu. Sebab, dari rangkaian tahapan seleksi yang dilakukan keduanya memiliki nilai terbaik. Bahkan, pengaduan keduanya sudah diverifikasi Bawas MA.

“Saya tidak tahu persis penilaian yang dijatuhkan Pansel ya, tetapi dari 9 calon yang ikut mulai seleksi administrasi, karya tulis, psikotes, dan wawancara, dua orang itu nilainya tertinggi,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait