Wacana Pengurangan Jam Kerja, Hambat Perempuan Berprestasi
Berita

Wacana Pengurangan Jam Kerja, Hambat Perempuan Berprestasi

ILUNI FHUI, Pelita UI, dan Jurnal Perempuan siap turun ke jalan.

Oleh:
CR-18
Bacaan 2 Menit
Kiri ke kanan: Deedee Achriani (Jurnal Perempuan), Melli Darsa (ILUNI FHUI), Gadis Arivia (Jurnal Perempuan/Pelita UI) dan Ria Ramli dalam acara konferensi pers di Jurnal Perempuan, Kamis (4/12). Foto: CR-18
Kiri ke kanan: Deedee Achriani (Jurnal Perempuan), Melli Darsa (ILUNI FHUI), Gadis Arivia (Jurnal Perempuan/Pelita UI) dan Ria Ramli dalam acara konferensi pers di Jurnal Perempuan, Kamis (4/12). Foto: CR-18
Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) melontarkan wacana pengurangan jam kerja bagi pekerja perempuan sebanyak dua jam. Sebagaimana dilansir situs berita Kompas, JK mengatakan pengurangan jam kerja itu bertujuan agar perempuan bisa memiliki waktu lebih banyak untuk mendidik anak-anak mereka.

Wacana yang dilontarkan JK langsung menuai kritik. Jurnal Perempuan, Perempuan Lintas Fakultas untuk Reformasi Universitas Indonesia (Pelita UI) dan Ikatan Alumni Fakultas Hukum UI (ILUNI FHUI) tegas menolak wacana tersebut. Ketiga lembaga tersebut menilai wacana pengurangan jam kerja bagi perempuan itu diskriminatif.

Dosen Filsafat UI, Gadis Arivia berpendapat jika wacana yang dilontarkan JK direalisasikan maka imbasnya perusahaan akan enggan merekrut karyawan perempuan. Menurut Pendiri Jurnal Perempuan ini, perusahaan akan lebih suka merekrut calon karyawan laki-laki karena jam kerjanya lebih banyak.

“Mereka (perusahaan, red) akan mengatakan ‘kalau saya punya uang sekian saya akan meng-hire laki-laki yang bisa bekerja delapan jam ketimbang harus mempekerjakan perempuan yang hanya bisa bekerja selama enam jam’,” ujar Gadis di kantor Jurnal Perempuan, Jakarta, Kamis (4/12).

Lebih jauh, Gadis berpendapat pengurangan jam kerja akan menghambat kalangan perempuan mencapai posisi puncak dalam jenjang kariernya. Secara persentase, kata Gadis, jumlah pekerja perempuan sudah minim saat ini. Meminjam data Pusat Kajian Politik UI, dia menyebut jumlah PNS perempuan sekitar 205 ribu, sedangkan laki-laki sekitar 297 ribu.

Ketua Umum ILUNI FHUI, Melli Darsa mengamini argumen Gadis. Melli mengatakan saat ini saja kalangan perempuan yang menduduki posisi puncak masih minim dibandingkan laki-laki. Apalagi, jika wacana pengurangan jam kerja bagi perempuan benar terjadi.

Menurut Melli, pemerintah seharusnya mendorong pekerja perempuan untuk memiliki prestasi yang sama sebagaimana halnya laki-laki. Hal itu, lanjut dia, tentunya tidak mungkin terjadi jika ada pembedaan jam kerja antara perempuan dan laki-laki. Lantaran jam kerja yang berbeda, Melli khawatir penilaian kinerja terhadap perempuan pun akan dibedakan.

“Saya (pengusaha, red) harus menilai kamu dengan berbeda karena kamu kan bekerjanya lebih sedikit,” ujar Melli mencontohkan.

Melli berharap Wakil Presiden dan Menteri Tenaga Kerja mempertimbangkan dan mengkaji dengan cermat sebelum menggagas wacana pengurangan jam kerja bagi perempuan. Menurut Melli, tidak semua perempuan adalah ibu. Ada perempuan yang ditakdirkan tidak memiliki anak atau ada perempuan yang memang memilih jalan hidup untuk meniti karier saja. Kepentingan mereka juga harus diperhatikan, kata Melli.

“Janganlah melihatnya seolah-olah itu harus diatur itu harus dipaksa, karena at the end of the day manusia punya pilihan-pilihan sendiri,” ungkap Founding Partner Melli Darsa and Co.

Melli mengatakan pihaknya saat ini akan menunggu kelanjutan dari wacana pengurangan jam kerja perempuan. ILUNI FHUI, Pelita UI, dan Jurnal Perempuan bertekad akan terus menyuarakan penolakan atas wacana tersebut.

“Kalau sampai pemerintah mengabaikan pendapat kelompok perempuan ya tentunya kita tidak segan-segan untuk turun ke jalan,” ujar Melli.
Tags:

Berita Terkait