Penenggelaman Kapal Asing di Laut Anambas, Bukan Pelaksanaan UU Perikanan
Berita

Penenggelaman Kapal Asing di Laut Anambas, Bukan Pelaksanaan UU Perikanan

Penenggelaman kapal asal Vietnam dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. Foto: SGP
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. Foto: SGP
Pemerintah baru saja menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di laut perairan Indonesia. Jumat (5/12), TNI-AL dengan KRI Baracuda dan KRI Todak di Laut Anambas telah melakukan penenggelaman terhadap tiga kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal.

Namun, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengatakan penenggelaman yang dilakukan oleh TNI-AL bukan dalam rangka pelaksanaan Pasal 69 ayat (4) UU No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Akan tetapi, penenggelaman dilakukan atas dasar upaya paksa berupa eksekusi atas barang bukti yang harus dimusnahkan berdasarkan suatu putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan informasi yang dimiliki Hikmahanto, kapal nelayan yang berawakan Nelayan Vietnam ditangkap pada bulan November. Kapal-kapal ini ketika ditangkap menggunakan bendera kapal Indonesia. Hanya ketika dilakukan pemeriksaan ternyata pendaftaran kapal tidak dilakukan secara sah. Para nelayan asing pun tidak memiliki surat izin melakukan penangkapan di wilayah perikanan Indonesia.

Menurut Hikmahanto, saat ini proses penyidangan terhadap kejahatan perikanan melalui pengadilan semakin cepat karena di Pengadilan Negeri tertentu terdapat Pengadilan Perikanan.

Mekanisme lain penenggelaman kapal nelayan asing adalah saat kapal nelayan asing tertangkap basah atau tertangkap tangan melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perikanan Indonesia. Menurut Hikmahanto, Para penyidik dan pengawas perikanan dalam situasi tersebut dapat melakukan penenggelaman terhadap kapal bila awak kapal tidak dapat menunjukkan surat izin.

Tindakan penenggelaman seperti ini didasarkan pada Pasal 69 ayat (4) UU Perikanan 2009. Tindakan ini mirip dengan polisi yang melihat pelaku kejahatan melakukan aksinya atau pelaku kejahatan tertangkap tangan. “Dalam situasi tersebut polisi berwenang untuk melakukan penembakan terhadap pelaku kejahatan setelah melalui prosedur tertentu,” ujarnya.

Hikmahanto berharap, ke depan, komitmen pemerintah menenggelamkan kapal tentu tidak hanya bedasarkan putusan pengadilan, tetapi juga melakukan penenggelaman bila nelayan asing tertangkap tangan melakukan penangkapan ikan secara ilegal.

Masih Ukuran Kecil
Anggota Komisi III DPR, Dasco Ahmad, mengapresiasi tindakan yang dilakukan TNI-AL Kementerian Kelautan dan Perikanan itu. Menurutnya, ini merupakan bentuk ketegasan dan keseriusan pemerintah untuk menghentikan maraknya ilegal fishing yang telah menimbulkan kerugian sangat besar bagi negara.

Namun, katanya, ada dua masalah yang membuat aksi penenggelaman yang heroik tersebut menjadi kurang maksimal mencapai target, yakni munculnya efek jera bagi para pelaku ilegal fishing dari negara-negara lain. Masalah yang pertama adalah aksi penenggelaman tersebut lebih terkesan sebagai simulasi belaka daripada tindakan penegakan hukum yang serius.

“Awalnya kami mengira kapal-kapal yang akan ditenggelamkan adalah kapal-kapal ikan asing yang tertangkap tangan tengah melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia,” katanya.

Menurut informasi yang didapat Dasco, kapal-kapal tersebut adalah kapal rongsokan milik nelayan Vietnam  yang telah ditangkap Kapal Patroli Hiu Macan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012 lalu. Kapal-kapal nelayan vietnam itu sudah lama disandarkan di Pulau Anambas dan peralatannya juga sudah dipreteli.

“Jika informasi tersebut benar, maka kita justru  akan dianggap tidak serius atau main-main dalam menegakkan hukum karena yang ditenggelamkan adalah kapal yang sudah tak berdaya,” ujarnya.

Masalah yang kedua adalah seluruh  kapal yang ditenggelamkan terlihat  terlalu kecil yakni hanya kelas perahu nelayan tradisional yang terbuat dari kayu dan bukan kapal trawl dari fiber dengan ukuran besar dan dilengkapi mesin dan  teknologi penangkapan ikan yang cangih.

Menurut Dasco, ukuran kapal yang dijadikan target penenggelaman cukup penting untuk memaksimalkan efek jera yang timbul. Selama ini, sambungnya, yang jadi inti permasalahan penegakan hukum laut adalah tidak sanggupnya kapal-kapal patroli mengejar dan menangkap kapal ikan asing yang memiliki ukuran besar dan teknologi canggih.

“Bagaimanapun yang paling banyak mencuri ikan kita adalah kapal-kapal besar itu. Jika mereka dijadikan target penenggelaman maka pencuri-pencuri ikan asing akan berpikir seribu kali untuk beroperasi di perairan Indonesia,” katanya.

Dasco berpandangan belum maksimalnya aksi penenggelaman kapal ikan asing ini sangat mungkin disebabkan masih sungkannya pemerintah untuk bersikap tegas dengan negara-negara tetangga. Terlebih setelah beberapa waktu lalu media massa merespon keras kebijakan penenggelaman kapal itu.

“Diplomasi dan propaganda soal  negara serumpun yang digembar-gemborkan seringkali disalahartikan menjadi excuse terhadap bentuk-bentuk pelanggaran yang kerap terjadi,” ujarnya.

Dasco mengingatkan pemerintah tidak perlu sungkan dalam menegakkan hukum di wilayah laut. Kebijakan penenggelaman kapal ikan asing  yang masuk ke wilayah laut RI adalah kebijakan yang 100 persen tepat dan harus didukung oleh semua pihak. Kebijakan tersebut memiliki dasar hukum nasional dan internasional yang sangat kuat, yaitu UU tentang Perikanan dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).

“Pemerintah Jokowi harus mampu tunjukkan pada dunia bahwa era mudahnya mencuri ikan di wilayah laut RI sudah berakhir. Siapapun yang masih berani mencuri ikan kita akan berhadapan dengan sanksi tegas dari pemerintah  kita  yang didukung oleh seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait