Kemlu Dorong Hukum ASEAN Diajarkan di Fakultas Hukum
Berita

Kemlu Dorong Hukum ASEAN Diajarkan di Fakultas Hukum

Dikti menyerahkan sepenuhnya kepada perguruan tinggi untuk menyusun kurikulum Hukum ASEAN ini berdasarkan kompetensi lulusan dan kompetensi kerja.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Suasana Lokakarya Hukum ASEAN untuk Dosen Hukum se-DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat yang diselenggarakan oleh Kemlu di Bandung, Senin (15/12). Foto: Ali
Suasana Lokakarya Hukum ASEAN untuk Dosen Hukum se-DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat yang diselenggarakan oleh Kemlu di Bandung, Senin (15/12). Foto: Ali
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mendorong perguruan tinggi hukum se-Indonesia untuk mengajarkan mata kuliah hukum ASEAN (organisasi negara-negara Asia Tenggara) kepada para mahasiswa.

“Kemlu sangat eager (ingin sekali,-red) agar ASEAN Law ini jadi satu mata kuliah tersendiri di fakultas hukum Indonesia,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu Damos Dumoli Agusman dalam lokakarya hukum ASEAN yang diikuti oleh dosen hukum se-DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat di Bandung, Senin (15/12).

Damos menjelaskan selama ini Hukum ASEAN kerap diajarkan secara sporadis di berbagai mata kuliah di fakultas hukum. “Selama ini hanya ngekos. Mending keluar dari tempat kos. Kita belikan rumah supaya nggak jadi anak kosan lagi,” ujarnya menggunakan analogi.

Lebih lanjut, Damos mengatakan bahwa apakah Hukum ASEAN bisa berdiri sendiri dan diajarkan di FH se-Indonesia memang menjadi kewenangan Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) dan universitas-universitas itu sendiri. Namun, lanjutnya, apa saja cakupannya itu yang harus dibahas.

“Saya sih berharap agar ASEAN Law ini diintroduce sebagai cabang dari hukum internasional, bukan cabang dari hukum tata negara (HTN,-red),” ujarnya.

Damos menjelaskan bahwa sumber hukum dari Hukum ASEAN ini cukup banyak. Di antaranya, adalah ASEAN Charter (Piagam ASEAN), ASEAN Instruments (berupa soft and hard laws), serta praktik-praktik negara-negara ASEAN yang terkristalisasi sebagai norma.

Pria yang juga penggagas dan admin Grup Diskusi Erga Omnes (forum diskusi hukum internasional di facebook) ini merinci beberapa bahasan yang bisa diajarkan dalam mata kuliah Hukum ASEAN. Yakni, ASEAN Institutional Law, ASEAN System on Dispute Settlement Mechanism, ASEAN and Legal Cooperation, ASEAN and International Trade Law, ASEAN and Investment.

Damos menambahkan perguruan tinggi hukum di ASEAN yang sudah mulai dan paling siap mengajarkan mata kuliah Hukum ASEAN adalah Thailand dan Singapura.

Sebagai informasi, Lokakarya Hukum ASEAN terhadap dosen hukum di Indonesia ini adalah kali ketiga yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri. Sebelumnya, Lokakarya digelar untuk dosen hukum wilayah Sumatera, dan dosen-dosen hukum di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Ketua Tim Revitalisasi Kurikulum Pendidikan Tinggi Hukum Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi, Prof. Johannes Gunawan mengatakan bahwa kurikulum yang terbaru harus berbasis kompetensi, bukan lagi berbasis mata kuliah.

Dahulu, lanjutnya, penyusunan kurikulum di perguruan tinggi hanya berdasarkan mata kuliah. “Jadi hanya berdasarkan instuisi. Bahkan ada perguruan tinggi yang menyusun mata kuliah, saya punya dosen bidang apa. Hasilnya pun gado-gado,” ujarnya.

Lalu, pada 2002, metode ini dikoreksi dengan kurikulum berbasis kompetensi. “Ketika menyusun kurikulum, Bapak/Ibu harus menyusun kompetensi lulusan FH Bapak/Ibu. Profile lulusan yang dikehendaki seperti apa. Itu yang perlu disusun pertama kali ketika menyusun kurikulum,” ujarnya.

Johannes menjelaskan pada 2012 lalu, penyusunan kurikulum di perguruan tinggi juga sedikit berubah. Yakni, tidak hanya berdasarkan kompetensi lulusan, tetapi juga kompetensi kerja. “Misalnya, sebuah FH ingin agar lulusan mempunya kompetensi sebagai legal drafter. Itu profilenya. Maka kurikulum yang harus disusun harus menunjang kemampuan sebagai legal drafter,” ujarnya.

Nah, untuk konteks Hukum ASEAN ini, lanjut Johannes, perguruan tinggi hukum harus lebih dahulu menentukan kompetensi lulusan dan kompetensi kerja kelak setelah mereka lulus. Sehingga, mata kuliah pun tergantung dengan profile lulusan yang dikehendaki.

Oleh karena itu, Johannes mengatakan kemungkinan pengajaran Hukum ASEAN di setiap perguruan tinggi hukum bisa berbeda. “Mungkin tidak berdiri sendiri. Bisa juga masuk ke Mata Kuliah Perbandingan Hukum Tata Negara (HTN). Materinya terdistribusi ke beberapa mata kuliah. Itu fine (baik-baik saja,-red),” ujarnya.

“Kalau mau diramu menjadi satu mata kuliah tersendiri, itu juga fine. Kami tidak memaksakan,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Topo Santoso mengatakan kurikulum tidak bisa diubah setiap satu tahun sekali. Di FHUI, lanjut Topo, kurikulum terbaru baru saja diperbaharui pada 2013 lalu. “Ini kan baru tahun kemarin, biasanya paling cepat itu perubahan tiga tahun sekali,” ujarnya.

Topo mengatakan meski tak bisa diubah setiap tahun, tetapi pihak universitas bisa terus melakukan evaluasi. Nah, dari evaluasi setiap tahun itulah maka akan ditentukan apakah ke depan perlu diubah atau tidak. “Kita lihat bagaimana evaluasinya,” ujarnya kepada Hukumonline.com, Kamis (18/12).

Namun, Topo menyambut positif wacana memasukan Hukum ASEAN sebagai mata kuliah di FH. “Saya merespon ini sebagai usulan positif,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait