Pemerintah Berencana Pulangkan 1,8 Juta TKI
Berita

Pemerintah Berencana Pulangkan 1,8 Juta TKI

Jutaan TKI itu rawan tersangkut masalah karena tidak punya dokumen kontrak kerja, paspor dan visa kerja.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. Foto: Sgp
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. Foto: Sgp
Pemerintah berencana memulangkan sekira 1,8 juta orang buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) yang tersebar di berbagai negara penempatan. Kepala Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid mengatakan para buruh migran itu dalam kondisi rentan tersangkut masalah karena tidak punya dokumen seperti kontrak kerja, paspor dan visa kerja.

“Daripada mereka bermasalah, dan mereka juga takut untuk pulang karena khawatir ditangkap polisi, maka kita akan pulangkan ke daerah asalnya masing-masing,” kata Nusron dalam diskusi yang digelar Migrant Care di Jakarta, Kamis (19/12).

Dikatakan Nusron, para buruh migran itu tidak sekadar dipulangkan. Menurutnya, setelah dipulangkan, pemerintah akan melatih mereka dan mencarikan modal usaha. Walau mengaku itu tidak mudah, tapi ia menegaskan pemerintah berkomitmen. Oleh karenanya ia berharap semua pihak membantu pemerintah mengawal implementasi rencana tersebut.

Nusron menegaskan pemerintah tidak hanya memberi pilihan kepada para buruh migran Indonesia yang rentan itu untuk pulang. Pemerintah akan memfasilitasi jika ada buruh migran yang ingin tetap di negara penempatan itu untuk bekerja. Tapi, itu tidak serta merta dapat dilakukan karena harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara penempatan tersebut.

Jika regulasi yang berlaku di negara penempatan itu memungkinkan bagi buruh migran Indonesia yang bersangkutan untuk tetap bekerja maka pemerintah akan memfasilitasi. Jika tidak, Nusron melanjutkan, maka pemerintah akan memulangkannya. Berbagai negara penempatan yang berpotensi melakukan pemutihan agar para buruh migran Indonesia itu bisa tetap bekerja di negara tersebut.

Nusron berpendapat para buruh migran Indonesia itu rata-rata bekerja di luar negeri karena keterpaksaan. Itu juga diakibatkan oleh bonus demografi yang terjadi di Indonesia yakni jumlah penduduk usia produktif lebih besar ketimbang yang tidak produktif.

Bonus demografi itu menurut Nusron harus dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga dapat menyerap tenaga kerja usia produktif itu dalam lapangan kerja. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini belum sesuai harapan. Akibatnya, ada warga negara yang tidak bisa mendapat peluang kerja di dalam negeri sehingga mereka bermigrasi ke negara lain untuk bekerja.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan berbagai aspek dalam memulangkan 1,8 juta buruh migran Indonesia yang dianggap bermasalah itu. Sebab, persoalan yang dihadapi buruh migran tak berdokumen itu rumit. Apalagi para buruh migran Indonesia itu menjadi tidak berdokumen di negara penempatan biasanya karena ulah agen pengiriman (PJTKI/PPTKIS).

Misalnya, Anis menandaskan, buruh migran Indonesia yang sudah habis kontrak kerjanya tapi masih ingin bekerja lagi namun enggan menggunakan agen. Sebab, pungutan agen sangat besar dan memberatkan buruh migran. Akibatnya, buruh migran menjadi terjerat utang. “Mereka posisinya rentan karena tidak berdokumen,” ujarnya.

Anis berharap pemerintah tidak hanya merespon dampak dari persoalan buruh migran seperti pemulangan. Menurutnya, persoalan itu juga diakibatkan oleh proses persiapan pra pemberangkatan seperti pendidikan dan pelatihan.

Untuk itu Anis mendorong pemerintah mengevaluasi kurikulum pendidikan buruh migran sehingga mereka mendapat manfaat dan memperkuat keterampilan. Bahkan ia berharap pemerintah mengambil alih pelatihan pra pemberangkatan untuk buruh migran, bukan diserahkan kepada swasta (PJTKI/PPTKIS). “Akan lebih baik jika negara mengambil alih pelatihan itu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait