Energi Untuk Bersih-bersih Energi
Tajuk

Energi Untuk Bersih-bersih Energi

Jokowi kini sedang melakukan percobaan yang rentan kegagalan. Hanya kalau kita melihat kesungguhan dan gerakan serta gebrakan awalnya, nampaknya itu cukup memberi harapan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Energi Untuk Bersih-bersih Energi
Hukumonline
Jokowi tidak main-main dengan kampanyenya, yang dalam satu kalimat mengerucut dalam slogan “libas mafia migas”.  Setelah terpilih dan menunjuk anggota kabinetnya, Jokowi tidak main-main dengan eksekusi kampanyenya di bidang energi, antara lain dengan menunjuk “tukang bersih-bersih” dipucuk pimpinan otoritas migas dan pertambangan, yaitu Sudirman Said sebagai Menteri ESDM, Amien Sunaryadi sebagai Kepala SKK Migas, dan Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, atau lebih popular dikenal sebagai Tim Anti Mafia Migas. Faisal dibantu oleh sekelompok orang, diantaranya Chandra Hamzah, mantan Wakil Ketua KPK yang dikenal bersih dan efektif menindak koruptor selama memimpin KPK.

Pengangkatan tukang bersih-bersih di puncak pimpinan otoritas migas dan pertambangan menunjukkan bahwa memang bidang ini perlu bersih-bersih. Di bidang perminyakan dipercaya bahwa: (i) pengelolaan BBM selama ini dianggap dipenuhi dan dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan segelintir orang yang konsisten berperilaku korup dengan jaringan yang menggurita, sehingga membungkam banyak politisi dan pejabat negara sejak jaman Soeharto sampai saat ini, bahkan sering kali dibisikkan bahwa pengaruhnya telah menyusup ke bilik-bilik istana;

(ii) sistem pengelolaan BBM begitu amburadulnya, sehingga bidang yang seharusnya menjadi tumpuan pendapatan negara justru menjadi beban keuangan negara, atau mungkin sengaja dibiarkan demikian sehingga campur tangan mafia BBM dalam pengadaan BBM bisa lestari; (iii) kebijakan di bidang BBM sangat monopolistik, dan sama sekali tidak menumbuhkan semangat persaingan, lebih lagi urusan BBM selalu dijadikan urusan negara, seakan rakyat perlu terus disubsidi, padahal selama ini subsidi banyak jatuh ke kelas yang seharusnya justru memberi subsidi;

(iv) uang negara terkuras untuk subsidi BBM, bukan untuk membangun infrastruktur untuk memproduksi BBM, akibatnya BBM harus terus diimpor dengan mahal karena tidak ada infrastruktur kilang minyak yang dibangun untuk mengurangi biaya impor BBM, bahkan semakin lama semakin jelas bahwa pembangunan kilang minyak memang sengaja tidak dilakukan agar mafia BBM tetap terus berperan besar dalam pengadaan BBM; dan (v) semua itu berujung dengan terbukanya ruang-ruang bagi mafia minyak untuk dengan leluasa bergerak mengambil keuntungan dari perdagangan,  penyelundupan dan spekulasi harga BBM.

Keruwetan yang berlangsung selama beberapa dekade ini begitu terang benderang, dengan pemain yang itu-itu juga dari zaman ke zaman. Perlu keberanian luar biasa untuk membersihkan bidang ini dengan menunjuk hidung beberapa orang yang selama ini berkubang dan main becek-becekan digenangan BBM, membangun sistem untuk memperkecil ruang gerak mafia BBM, dan membuat kebijakan baru yang memotong peran semua “middle men”, serta membangun infrastruktur dan sistem yang transparan bagi eksplorasi, eksploitasi, produksi dan distribusi BBM. Apabila itu semua bisa dilakukan, pada giliran selanjutnya perlu diberi porsi lebih besar bagi alternatif energi dengan membangun tenaga panas bumi, menggenjot eksplorasi dan eksploitasi gas, dan memberi insentif yang cukup bagi swasta yang membangun sumber-sumber bio energi baru.

Membangun semua itu memang bukan barang mudah. Apalagi pada saat yang sama perhatian dan dana juga secara serentak dibutuhkan untuk membangun infrastrukur lain untuk memberi landasan baru bagi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan jalan tol, jalan kereta api dan pelabuhan untuk menjamin produksi dan distribusi barang lebih cepat dan murah juga sedang dilakukan. Pembangunan infrastruktur bagi pertanian yang mendorong produksi pangan juga sedang giat dilakukan. Melakukan semua itu secara bersamaan seperti pada waktu kita akhir tahun 90’an berusaha melakukan reformasi di segala bidang sekaligus. Ancamannya adalah keberhasilan semu di atas kertas yang bisa mengundang skeptisme baru.

Jokowi kini sedang melakukan percobaan yang rentan kegagalan. Hanya kalau kita melihat kesungguhan dan gerakan serta gebrakan awalnya, nampaknya itu cukup memberi harapan. Menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi BBM. Memecat orang-orang yang selama ini dianggap menjadi faktor kegagalan. Dan bahkan sedikit menyimpang ke bidang lain, yakni pemberantasan “illegal fishing” dengan menenggelamkan kapal-kapal asing (walaupun itu agak berlebihan karena dilakukan tanpa keputusan pengadilan – yang juga selama ini jadi sumber masalah). Semua menunjukkan Jokowi serius, dan publik mendukungnya. Ini penting, karena pemerintahan yang lalu-lalu tidak ada yang berani melakukannya.

Yang perlu dilakukan Jokowi sekarang ini cukup hanya memberi dorongan, peran dan tanggung jawab penuh kepada Menteri ESDM dan timnya untuk melakukan perubahan-perubahan mendasar tersebut, melindunginya dari campur tangan politik dan tekanan mafia BBM, dan membuat kebijakan baru serta melaksanakan rekomendasi yang dilahirkan oleh Menteri ESDM dan timnya tersebut. Setelah persoalan BBM, Menteri ESDM masih belum bisa tidur nyenyak karena selain mencari solusi untuk alternatif energi, Sudirman Said cs masih harus membereskan dunia pertambangan yang juga sama amburadulnya terutama dari segi tumpang tindihnya kebijakan, korupsi di sektor pertambangan, dan persoalan kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pertambangan yang memberikan persoalan serius tersendiri dalam dimensi yang berbeda. 

Menteri ESDM dihadapkan pada masalah renegosiasi kontrak karya, menata kembali kewajiban perusahaan tambang untuk memenuhi kebutuhan domestik, mengatur-ulang kewajaran luas area konsesi pertambangan, mengubah struktur pemilikkan tambang-tambang strategis oleh asing, meninjau pajak dan royalti yang lebih adil, mendorong keterlibatan penguasaha nasional sebagai pendukung operasi pertambangan, mendorong pelaksanaan operasi petambangan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup, dan lain-lain. Satu hal yang harus diingat, bahwa renegosiasi kontrak merupakan kehendak kedua belah pihak yang berkedudukan sejajar dalam hukum, sehingga tidak ada suatu perubahan pun yang bisa dipaksakan tanpa persetujuan pihak lainnya. Pelanggaran atas hal tersebut bisa memaksa negara untuk berhadapan dengan kontraktor dimuka arbitrasi internasional yang tidak melihat negara sebagai penguasa, tetapi semata sebagai pihak dalam kontrak.

Sudirmas Said dikenal sebagai orang yang mampu mengurai keruwetan atau masalah rumit atau dijadikan ruwet atau rumit menjadi masalah sederhana. Ini sejalan dengan pola pikir Jokowi. Setiap tindakan tentu mengundang risiko. Setiap tindakan mengundang dukungan, tapi juga rasa tidak senang karena kepentingannya terganggu. Sebagai orang yang dikenal lurus, punya nurani yang bersih, tawakal, dan rendah hati, Sudirman punya modal kuat dalam membuat kebijakan yang sampai saat ini terus mendapat dukungan publik secara luas, dan tak kalah pentingnya dukungan Jokowi.

Presiden yang lalu dikenal sebagai pemimpin yang membiarkan anak buahnya dijadikan target serangan musuh (politik) nya, bahkan cenderung mengorbankannya. Padahal, pemimpin yang baik harus mengambil alih risiko tersebut. Jokowi seharusnya tidak demikian, dan bahkan banyak orang percaya bahwa kepemimpinan Jokowi bisa membuat sejarah baru. Kepemimpinan yang sungguh-sungguh memenuhi ajaran Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani.

Hirafu Village, 22 Desember 2014.
Tags: