Pasca Putusan MK, KKB Minta RPP Terkait UU Ormas Distop
Berita

Pasca Putusan MK, KKB Minta RPP Terkait UU Ormas Distop

Karena pasal-pasal penting UU Ormas telah dibatalkan MK.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Demo penolakan sebelum UU Ormas disahkan DPR. Foto: SGP
Demo penolakan sebelum UU Ormas disahkan DPR. Foto: SGP
Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) merekomendasikan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM untuk menghentikan penyusunan maupun harmonisasi rancangan peraturan pemerintah dari UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

"UU Ormas telah kehilangan daya gunanya. Praktis pasal-pasal yang menjadi organ penting UU Ormas dinyatakan inkonstitusional (oleh MK, red)," kata Koordinator KKB Fransisca Fitri di Jakarta, Kamis.

Meskipun hanya dikabulkan sebagian, KKB menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82/PUU-XI/2013 dan Nomor 3/PUU-XII/2014 tertanggal 23 Desember 2014 terhadap uji materi UU Ormas.

Pasal-pasal penting yang dikabulkan MK adalah pasal-pasal yang sudah sejak awal diidentifikasi bermasalah oleh KKB, di antaranya soal tujuan, ruang lingkup, registrasi, dan pemberdayaan. Pasal-pasal tersebut bermasalah sejak akar pemikirannya, di mana sektor masyarakat yang terorganisasi dianggap sebagai ancaman bagi negara. Oleh karenanya harus dikontrol dan dibatasi.

Amar putusan MK menyebutkan adalah bertentangan dengan UUD 1945 jika negara menyatakan sebuah organisasi ilegal karena tidak terdaftar. Hal tersebut merupakan ancaman bagi kemerdekaan berserikat dan berkumpul.

Selain menghentikan penyusunannya, KKB juga mendesak agar menghentikan implementasi Permendagri No 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendaftaran Ormas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dan menyatakan tidak berlaku.

Menarik kembali Surat Edaran Dirjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Nomor 220/1328 D.III tertanggal 24 April 2012 perihal Penertiban Aktivitas Ormas dan menyatakan tidak berlaku Menginformasikan kepada pemerintah daerah khususnya Badan Kesbangpol terkait putusan MK tentang UU Ormas dan menghentikan seluruh kegiatan sosialisasi UU Ormas.

Serta mendorong DPR dan Pemerintah memasukkan RUU Perkumpulan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 dan menjadikannya prioritas Prolegnas 2015 serta menggantikan UU Ormas.
Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU Ormas yang diajukan Pengurus Pusat Muhammadiyah. Dari total 21 pasal yang dimohonkan, MK membatalkan 10 pasal yakni Pasal 8, Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 34, Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) huruf a. Dengan begitu, peran negara yang membatasi atau mempersulit ruang gerak ormas menjadi berkurang.   

“Pasal 8, Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 34, Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) huruf a UU Ormas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan bernomor 82/PUU-XI/2013 di ruang sidang pleno MK, Selasa (23/12).  

Mahkamah beralasan Pasal 8, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 UU Ormas yang membedakan ruang lingkup ormas tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota dapat mengekang prinsip kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat yang dijamin konstitusi. Padahal, tidak ada hak dan kebebasan orang lain yang terganggu oleh keberadaan ormas yang memiliki ketiga lingkup tersebut secara bersamaan. Walaupun Ormas hanya memiliki kepengurusan pada tingkat kabupaten/kota.  

“Ketika Ormas melakukan aktivitas yang dibiayai negara di tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota, hal itu persoalan administrasi yang tidak perlu diatur undang-undang. Ormas yang menjalankan kegiatan dengan anggaran negara atau pelayanan dalam bentuk pembinaan oleh pemerintah dapat dibatasi dengan peraturan yang lebih rendah sesuai lingkup ormas yang bersangkutan,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan hukum.  

Prinsipnya, ormas yang tidak berbadan hukum dapat mendaftarkan diri kepada semua tingkat instansi pemerintah yang bertanggung jawab dan dapat pula tidak mendaftarkan diri. Ketika ormas yang tidak berbadan hukum telah mendaftarkan diri haruslah diakui keberadaannya dalam lingkup daerah maupun nasional. Sebaliknya jika tidak mendaftarkan diri, negara tidak dapat menetapkan ormas tersebut sebagai Ormas terlarang sepanjang tidak mengganggu keamanan/ketertiban umum, atau pelanggaran hukum.

“Walaupun pemohon tidak menguji Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, tetapi ketiga pasal yang mengatur pendaftaran ormas terkait ruang lingkup Ormas, maka harus dinyatakan inkonstitusioal pula,” lanjutnya.
Tags:

Berita Terkait