Progresivitas Dalam Putusan Pengadilan
Edisi Akhir Tahun 2014

Progresivitas Dalam Putusan Pengadilan

Mengunakan hukum progresif, seorang hakim menjadi berani mencari dan memberikan keadilan dengan melanggar undang-undang.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Sekolah Hukum Progresif, salah satu kegiatan yang digelar oleh kalangan penganut hukum progresif. Foto: www.hukumprogresif.com
Sekolah Hukum Progresif, salah satu kegiatan yang digelar oleh kalangan penganut hukum progresif. Foto: www.hukumprogresif.com
Januari, empat tahun silam, dunia hukum Indonesia berkabung. Seorang tokoh yang dipuja para kolega dan anak didiknya berpulang ke Rahmatullah. Prof Satjipto Rahardjo menghembuskan nafas terakhir di Semarang, Jawa Tengah setelah menderita penyakit gagal organ dan infeksi paru-paru.

Kepergian Prof Tjip, begitu pria kelahiran Banyumas itu akrab disapa, meninggalkan sebuah warisan yang bernama Hukum Progresif. Sebagai penggagas aliran pemikiran yang seringkali dicap ‘modern’ ini, sejumlah kalangan menobatkan Prof Tjip sebagai “Bapak Hukum Progresif”.

Hingga kini aliran pemikiran hukum progresif terus berkembang. Bahkan kemudian muncul kalangan yang menyebut mereka ‘Tjipian’, dari asal kata nama Prof Tjip. Mereka secara kontinyu mengkaji, mengamati dan mengembangkan hukum progresif. Sebuah yayasan yang didedikasikan untuk Prof Tjip bernama Satjipto Rahardjo Institute pun dibentuk.

Uniknya, sejak diperkenalkan oleh Prof Tjip, hukum progresif itu tidak memiliki definisi yang saklek (baku).Sang Bidan, Prof. Tjip sendiri mendefinisikan hukum progresif sebagai “gerakan pembebasan karena ia bersifat cair dan senantiasa gelisah melakukan pencarian dari satu kebenaran ke kebenaran selanjutnya”.

Lalu, Direktur Satjipto Rahardjo Institute, Prof. Suteki, mengatakan tak mudah menjawab hukum progresif per definisi karena ia adalah hukum yang terus berkembang. Senada, Moh. Mahfud MD juga mengakui hukum progresif sulit dibuat per definisi.

Namun, menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, hukum progresif bagi hakim adalah hukum yang bertumpu pada keyakinan hakim, dimana hakim tidak terbelenggu pada rumusan undang-undang. Mengunakan hukum progresif, seorang hakim menjadi berani mencari dan memberikan keadilan dengan melanggar undang-undang.

Sementara, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Denny Indrayana mencoba mengurai definisi hukum progresif berangkat dari karakteristiknya. Menurut dia, hukum progresif bukan hanya teks, tetapi juga konteks. Hukum progresif mendudukkan kepastian, keadilan dan kemanfaatan dalam satu garis.

Menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini, hukum progresif bukan hanya taat pada formal prosedural birokratis tetapi juga material-substantif. Tetapi yang tak kalah penting adalah karakter hukum progresif yang berpegang teguh pada hati nurani dan menolak hamba materi.

Ketiadaan definisi yang baku memang sejalan dengan sifat hukum progresif itu sendiri yang sebagaimana disampaikan Prof Suteki, terus berkembang atau dinamis. Dengan kata lain, sampai kapanpun, penganut aliran hukum progersif akan terus melakukan ‘pencarian’ yang ujung idealnya adalah kebenaran dan keadilan.

Hal ini tergambar dari kegiatan Kaum Tjipian melalui wadah Satjipto Rahardjo Institute yang rutin menggelar kegiatan simposium, diskusi, ataupun kegiatan lain. Yang termutakhir adalah diselenggarakannya “Sekolah Hukum Progresif”. Dalam kegiatan-kegiatan itu, Kaum Tjipian biasanya mengidentifikasi dan kemudian membahas perkembangan hukum progresif, termasuk yang terkandung dalam putusan pengadilan.

Sejumlah literatur ataupun forum telah mengidentifikasi sejumlah putusan pengadilan yang diyakini memuat aliran hukum progresif di dalamnya. Sebagian besar putusan itu berada di ranah pidana, sebagian lagi ranah perdata. Dan, seiring dengan tingkat kepopuleran kasus-kasus korupsi di Indonesia, sebagian putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor juga ada yang dianggap sebagai hukum progresif.

Di penghujung tahun 2014 ini, redaksi hukumonline akan mencoba menyajikan putusan-putusan pengadilan tersebut dalam bentuk serial tulisan Edisi Akhir Tahun 2014. Perlu ditekankan, putusan-putusan pengadilan itu diberi label ‘Hukum Progresif’ bukan oleh redaksi hukumonline, tetapi oleh kalangan peminat dan penganut hukum progresif dari beragam latar belakang.

Masing-masing putusan, baik perdata maupun pidana termasuk korupsi, yang dipilih memiliki ciri hukum progresif yang berbeda-beda. Secara sederhana, ciri itu biasanya disebut terobosan karena biasanya majelis hakim yang memutus menunjukkan keberanian untuk ‘menyimpang’ dari hukum yang berlaku dengan tetap berpegangan pada tujuan hakiki dari hukum, yakni keadilan.

Selain putusan, Edisi Akhir Tahun 2014 juga mengetengahkan tulisan tentang tokoh serta literatur yang berada di lingkaran komunitas hukum progresif.

Semoga Edisi Akhir Tahun 2014 dengan tema “Hukum Progresif” ini dapat memberikan manfaat, setidaknya berupa pencerahan dan penambahan wawasan, bagi pembaca. Selamat menikmati!
Tags:

Berita Terkait