ICW: Penetapan Harga BBM dan Elpiji Berpotensi Korupsi
Berita

ICW: Penetapan Harga BBM dan Elpiji Berpotensi Korupsi

YLKI meminta Pertamina untuk membereskan tata niaga elpiji.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada pemahalan harga (markup) dari penetapan harga gas elpiji 12 kilogram. ICW juga menduga ada potensi korupsi dalam penetapan harga untuk BBM RON 88 jenis premium dan solar oleh pemerintah. Hal ini disampaikan Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, dalam jumpa pers di kantor ICW, Selasa (6/1).

Firdaus mengatakan ada kejanggalan dalam penetapan harga BBM dan penetapan harga elpiji 12 Kg yang baru saja naik 2 Januari 2015. “Berdasarkan perhitungan ulang ICW terdapat beberapa kejanggalan. Bukan hanya harga premium dan solar, namun juga harga baru elpiji 12 kilogram yang dijual PT Pertamina (Persero) mulai 2 Januari 2015,” ujar Firdaus.

ICW menghitung harga keekonomian premium untuk Januari 2015 Rp 7.013,67 perliter. Sementara harga premium Rp 7.600 perliter versi pemerintah termasuk mahal. Di sisi lain pemerintah mengklaim jika harga itu sudah disesuaikan dengan ketetapan harga pasar.

Lainnya, harga patokan solar Januari 2015 Rp 6.607,53 perliter. Sehingga beban subsidi solar yang ditanggung oleh negara bukan Rp 1.000 per liter tetapi hanya Rp 303,18 perliter.

Sementara harga LPG 12 kg yang dijual Pertamina per Januari 2015 Rp 9.508 per kg. Namun itu termasuk mahal. ICW mencatat ada potensi pemahalan harga elpiji 12 kg sebesar Rp 1.717 perkilogram atau Rp 20.600 pertabung. "Secara keseluruhan potensi pemahalan harga terkait penetapan harga BBM jenis premiun dan solar serta elpiji 12 kg untuk bulan Januari 2015 sebesar Rp2,479 triliun," kata Firdaus.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Pertamina  untuk membereskan tata niaga elpiji menyusul kenaikan harga tabung gas elpiji nonsubsidi 12 kilogram. "Pertamina harus membereskan tata niaga elpiji, supaya nanti tidak ada migrasi besar-besaran ke tabung elpiji 3 kilogram," kata Anggota Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Menurut dia, pembenahan tata niaga elpiji bisa mengantisipasi migrasi pengguna elpiji ke tabung 3 kilogram pascakenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kilogram. Pasalnya, dengan kenaikan harga elpiji 12 kilogram, masyarakat dipastikan akan berpindah ke tabung 3 kilogram karena harga yang lebih murah.

"Masyarakat akan berpikir lebih baik beli yang murah saja daripada yang mahal. Makanya harus diatur agar tabung 3 kg ini harus benar tepat sasaran dan tidak dinikmati oleh yang mampu," katanya.

Lebih lanjut lagi, pemerintah melalui Pertamina juga harus menjamin pasokan gas elpiji 12 kg tak hanya dari segi kuantitas tetapi juga harga.

"Pertamina harus menjaga agar elpiji ini menggunakan distribusi pendek. Artinya harus bisa sampai ke tangan konsumen dengan alur distribusi yang pendek sehingga biaya distribusi tidak besar. Distribusi panjang akan membuat harganya mahal," ujarnya.

Selain itu, Tulus meminta Pertamina untuk membereskan tata niaga elpiji menyusul kenaikan harga tabung gas elpiji nonsubsidi 12 kilogram. "Pertamina harus membereskan tata niaga elpiji, supaya nanti tidak ada migrasi besar-besaran ke tabung elpiji 3 kilogram," katanya.

Menurutnya, pembenahan tata niaga elpiji bisa mengantisipasi migrasi pengguna elpiji ke tabung 3 kilogram pascakenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kilogram. Pasalnya, dengan kenaikan harga elpiji 12 kilogram, masyarakat dipastikan akan berpindah ke tabung 3 kilogram karena harga yang lebih murah.

"Masyarakat akan berpikir lebih baik beli yang murah saja daripada yang mahal. Makanya harus diatur agar tabung 3 kg ini harus benar tepat sasaran dan tidak dinikmati oleh yang mampu," katanya.
Tags:

Berita Terkait