Ini 10 Kepala Daerah yang Tersandung Korupsi di 2014
Refleksi 2014

Ini 10 Kepala Daerah yang Tersandung Korupsi di 2014

Ada fenomena kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama pasangannya (istri).

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Wali Kota Palembang Romi Herton dan Istrinya, Masyitoh (mengenakan rompi tahanan KPK). Foto: RES.
Wali Kota Palembang Romi Herton dan Istrinya, Masyitoh (mengenakan rompi tahanan KPK). Foto: RES.
Berdasarkan catatan statistik penindakan KPK, sepanjang 2004-2014 terdapat 54 Kepala Daerah yang terjerat kasus korupsi. Di tahun 2014 sendiri, terdapat sejumlah kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Hukumonline mencoba merangkum 10 kepala daerah aktif yang 'tersandung' kasus rasuah. Mereka terdiri dari Gubernur, dan Wali Kota/Bupati. Berikut daftar kasusnya:

1.      Gubernur Riau, Annas Maamun
Annas terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 25 September 2014. Anas ditangkap bersama delapan orang lainnya di sebuah rumah di kawasan Perumahan Citra Grand Cibubur. Setelah pemeriksaan intensif, Annas dan seorang dosen Universitas Riau bernama Gulat Medali Emas Manurung ditetapkan sebagai tersangka.

Annas diduga menerima suap Rp2 miliar terkait usulan perubahan status perkebunan sawit milik Gulat dan teman-temannya di Kuantan Singingi dari kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan. Saat ini, baru perkara Gulat yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Perkara Annas masih dalam tahap penyidikan.

2.      Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah
Setelah terjerat dalam kasus penyuapan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi M Akil Mochtar, pada 6 Januari 2014, Ratu Atut kembali ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Provinsi Banten tahun anggaran 2011-2013.

Atut ditetapkan sebagai tersangka bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Selain diduga mengatur proyek pengadaan Alkes di Banten, Atut diduga melakukan pemerasan. Sementara, Wawan selaku bos PT Bali Pasific Pragama diduga melakukan penggelembungan harga.

3.      Wali Kota Palembang, Romi Herton
Perkara Romi Herton merupakan pengembangan dari kasus suap pengurusan sengketa Pilkada di MK. Pasca vonis Akil, KPK mulai menetapkan sejumlah kepala daerah sebagai tersangka. Salah satunya adalah Romi. Namun, tidak hanya Romi, KPK juga menetapakan istri Romi, Masyito sebagai tersangka.

Selain itu, Romi dan Masyito diduga memberikan keterangan bohong di persidangan. Pasalnya, saat menjadi saksi dalam sidang perkara Akil, Romi dan Masyito mengaku tidak pernah mengenal Muhtar Ependy, pria yang disebut dekat dengan Akil. Padahal, Masyito pernah menyerahkan Rp14,145 miliar dan AS$316,7 ribu kepada Muhtar.

Alhasil, Romi dan Masyito didakwa penuntut umum KPK dengan pasal penyuapan dan pemberian keterangan bohong. Perkara keduanya hingga kini masih diperiksa di Pengadilan Tipikor Jakarta. Romi dan Masyito mengaku alasan mereka berbohong dikarenakan permintaan Muhtar.

4.      Bupati Tapanuli Tengah, Bonaran Situmeang
Seorang lagi, Bupati yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan sengketa Pilkada di MK adalah Bonaran. Mantan pengacara terpidana korupsi Anggodo Widjojo ini diduga memberikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Akil untuk pengusuran sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di MK.

Perbuatan Bonaran dianggap melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor. Walau Bonaran kerap membantah telah memberikan suap, sejumlah saksi mengakui Bonaran memberikan uang kepada Akil. Uang itu dikirimkan saksi ke rekening  tabungan  atas nama  CV  Ratu Samagat milik istri Akil.

5.      Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin
Di akhir masa jabatan Ilham sebagai Wali Kota Makassar, pada 7 Mei 2014, KPK mengumumkan penetapan Ilham sebagai tersangka. Ilham diduga melakukan korupsi dalam Kerja Sama Rehabilitasi Kelola dan Transfer untuk Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012.

Politisi Partai Demokrat ini ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja. Keduanya diduga memperkaya diri sendiri, orang lain, korporasi secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya. Akibat perbuatan tersebut, kerugian negara ditaksir mencapai Rp38,1 miliar.

Nama Ilham sendiri sempat ikut terseret dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq. Ilham yang kala itu menjadi saksi dalam perkara Luthfi mengaku menyetorkan Rp8 miliar untuk mendapatkan “restu” PKS ketika mencalonkan diri sebagai Wali Kota Makassar.

6.      Bupati Bogor, Rachmat Yasin
Pada 7 April 2014, KPK menangkap tangan Rachmat Yasin di Sentul Bogor. Rachmat diduga menerima suap terkait rekomendasi izin tukar-menukar kawasan hutan di Bogor. Selain Rachmat, KPK juga menangkap Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor M Zairin, dan pihak PT Bukit Jonggol Asri, Fransiscus Xaverius Yohan Yap.

Setelah memperoleh dua alat bukti permulaan yang cukup, Rachmat, Zairin, dan Yohan Yap ditetapkan sebagai tersangka. KPK menduga suap Rp4,5 miliar yang diberikan kepada Rachmat dengan maksud memuluskan tukar menukar kawasan hutan di Bogor untuk kepentingan PT Bukit Jonggol Asri.

7.      Bupati Karawang, Ade Swara
Di tengah hiruk pikir Pilpres 2014, KPK melakukan OTT terhadap Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah pada 17 Juli 2014. Ade dan Nurlatifah ditetapkan sebagai tersangka setelah kedapatan menerima uang yang diduga hasil pemerasan terkait izin penerbitan Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR).

Ade bersama Nurlatifah diduga melakukan pemerasan terhadap PT Tatar Kertabumi yang bergerak di bidang properti. Nilai uang yang diminta Ade mencapai Rp5 miliar. Selain diduga memeras, Ade juga diduga melakukan TPPU. Hingga kini, perkara keduanya masih disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung.

8.      Bupati Sabu Raijua, Marthen Luther Dira Tome
Marthen Luther Dira Tome ditetapkan sebagai tersangka pada November 2014. Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini diduga melakukan korupsi dana pendidikan luar biasa (PLS) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT saat menjabat Kepala Subdinas PLS di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT tahun 2007.

Meski demikian, kasus ini awalnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi NTT. Setelah KPK melakukan supervisi, KPK mengambil alih kasus tersebut. Kemudian, berdasarkan hasil gelar perkara penyidik, KPK menyimpulkan telah terdapat bukti permualaan yang cukup untuk menetapkan Marthen sebagai tersangka.

Selain Marthen, sebenarnya ada seorang lagi yang patut dimintakan pertanggungjawaban pidana. Orang itu adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT John Manulangga. Namun, John sudah meninggal dunia, sehingga perkaranya tidak diteruskan.

9.      Bupati Lombok Barat, Zaini Arony
Menutup tahun 2014, KPK kembali menetapkan seorang Kepala Daerah sebagai tersangka. KPK mengumumkan penetapan Zaini Arony sebagai tersangka pada 12 Desember 2014. KPK menduga Zaini melakukan pemerasan terkait izin pengembangan kawasan wisata di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.

Zaini diduga menyalahgunakan jabatannya selaku Bupati Lombok Barat dengan meminta uang sekitar Rp2 miliar kepada PT Djaja Business Group. KPK menyebut modus Zaini hampir serupa dengan modus Bupati Karawang Ade Swara. Bahkan, permintaan itu tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali.

10.   Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk
Yesaya Sombuk ditangkap KPK usai menerima uang sejumlah Sing$100 ribu dari Teddy Renyut. Pemberian uang itu dimaksudkan agar proyek Pembangunan Rekonstruksi Talud Abrasi Pantai pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) yang sedang diusulkan dalam APBN-P tahun anggaran 2014 diberikan kepada Teddy.

Dua bulan berselang, Yesaya dan Teddy dimejahijaukan. Berdasarkan fakta dan alat bukti yang terungkap di persidangan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menganggap keduanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Majelis menghukum Yesaya 4,5 tahun penjara, sedangkan Teddy 3,5 tahun penjara.
Tags:

Berita Terkait