Terpidana Mati Ajukan PMH Terhadap Hakim
Berita

Terpidana Mati Ajukan PMH Terhadap Hakim

Pengacara meminta agar eksekusi mati ditunda.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
M. Choirul Anam. Foto: Sgp
M. Choirul Anam. Foto: Sgp
Termasuk salah seorang yang disebut-sebut akan dieksekusi mati pada Januari 2015 ini, Namaona Denis belum menyerah. Terpidana kasus narkotika ini masih berusaha menempuh upaya hukum. Melalui kuasa hukumnya, Namaona mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Ketua, Wakil Ketua dan Panitera PN Tangerang, serta Ketua Mahkamah Agung.

Choirul Anam, pengacara Namaona, mengatakan sudah mendaftarkan gugatan itu ke PN Jakarta Pusat. Gugatan itu sudah diregister pada  15 Januari 2015, nomor perkara 19/Pdt.GBTH.PLW/2015/PN.JKT.PST .

Anam menjelaskan gugatan PMH yang diajukan itu intinya menggugat hak untuk mengupayakan keadilan Namaona yang ‘dirampas’ PN Tangerang dan MA. Perampasan itu terjadi karena dua kali Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Namaona selalu ditolak. Setelah SEMA No. 7 Tahun 2014 terbit, pengacara Namaona ajukan PK, tetapi belum ada putusan PN Tangerang.

Anam meminta penundaan eksekusi mati Namaona karena perkembangan hukum baru, yaitu adanya gugatan PMH yang telah terdaftar secara resmi di pengadilan. Eksekusi mati bisa menimbulkan problem hukum di kemudian hari jika gugatan PMH itu dikabulkan. “Ketika gugatan PMH kami diterima pendaftarannya oleh PN Jakpus maka eksekusi harus ditunda,” katanya di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (15/1).

Anam datang ke Komnas HAM untuk meminta dukungan Komisi ini atas penundaan eksekusi mati. Ia berharap Komnas HAM segera melayangkan surat resmi kepada pihak terkait seperti Presiden Jokowi, Jaksa Agung dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, menegaskan secara institusi Komnas HAM menolak hukuman mati. Komnas HAM mendorong pemerintah untuk melakukan moratorium hukuman mati dan memperbaiki regulasi terkait sampai pada penghapusan hukuman mati.

Dalam kasus yang menimpa Naoma Denis, perempuan yang disapa Roi itu mengindikasikan ada proses hukum yang tidak adil. Sehingga Naoma tidak mengetahui bagaimana proses hukum yang semestinya berjalan sampai akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Terkait permintaan terhadap Komnas HAM untuk mendorong pemerintah menunda eksekusi hukuman mati, Roi mengatakan Komnas HAM segera melayangkan surat kepada pihak terkait. “Kami akan kirim surat resmi ke Presiden Jokowi, Jaksa Agung dan KemenkumHAM,” paparnya.

Ketua Setara Institute, Hendardi, mengingatkan hak untuk hidup dijamin konstitusi dan tergolong hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun (non-derogable rights). Selaras itu tren hukuman mati di dunia menurun. Banyak negara mulai menghapus hukuman mati, diawali dengan moratorium.

Hendardi menyatakan  heran terhadap pemerintahan Jokowi yang menginginkan eksekusi terhadap terpidana mati cepat dilakukan. Kebijakan itu memunculkan tanda tanya besar, apakah eksekusi mati itu dilakukan dalam rangka menurunkan tingkat kejahatan seperti narkotika atau sekadar politik pencitraan.

Hendardi menilai eksekusi mati itu penictraan pemerintah. Sebab bukti statistik menunjukan pelaksanaan hukuman mati tidak menurunkan tingkat kriminalitas. Bahkan jumlah kejahatan narkotika setiap tahun selalu naik.

Atas dasar itu Hendardi mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi kebijakan hukuman mati. Ia khawatir yang dieksekusi mati bukan bandar narkotika tapi malah korban. Ketimbang hukuman mati, ia sepakat pemerintah menggantinya dengan hukuman seberat-beratnya tanpa remisi dan pembebasan bersyarat. “Kami setuju hukuman seberat-beratnya untuk kejahatan tertentu, tapi bentuknya bukan hukuman mati,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait