PP Pengetatan PK Ditargetkan Selesai Enam Bulan
Berita

PP Pengetatan PK Ditargetkan Selesai Enam Bulan

Masih dibahas di internal Kemenkumham, setelah menjadi draf baru, dibahas bersama-sama kementerian dan lembaga terkait.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Wicipto Setiadi. Foto: Sgp
Wicipto Setiadi. Foto: Sgp
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menargetkan rampungnya Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengetatan syarat Peninjauan Kembali (PK) selama enam bulan ke depan. Hingga kini, internal Kemenkumham masih menyusun draf PP.

“Pak Menteri menargetkan paling lama enam bulan. Jadi kita terus siapkan itu (draf PP),” kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Dirjen PP) Kemenkumham Wicipto Setiadi kepada hukumonline di Jakarta, Selasa (20/1).

Ia menuturkan, setelah internal Kemenkumham selesai membahas substansi PP dan merampungkan ke dalam draf, akan dilakukan diskusi dengan sejumlah kementerian atau lembaga terkait. “Begitu sudah siap (drafnya, red), nanti didiskusikan bersama,” katanya.

Wicipto tak menampik, penyusunan draf PP di internal Kemenkumham membutuhkan waktu yang tak sebentar. Alasannya, karena Kemenkumham memerlukan referensi yang cukup sebelum draf tersebut dibahas bersama dengan stakeholder yang lain. Referensi itu bertujuan agar pembahasan bersama instansi lain tak berjalan alot.

Sejumlah substansi akan diatur dalam PP ini. Menurut Wicipto, salah satu yang akan dibahas dalam PP adalah mengenai novum atau bukti baru. Novum ini nantinya yang menjadi kategori pengetatan dalam pengajuan PK sesuai dengan kesepakatan yang diambil beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, terkait novum ini perlu diperjelas mengenai pengertiannya. Mulai dari apa saja yang bisa masuk dalam kategori novum hingga tata cara dan waktu pemberian novum sehingga PK bisa dilaksanakan. Wicipto berharap, PP ini nantinya bisa mengatasi polemik pengajuan PK yang selama ini ‘heboh’.

Menurut Wicipto, pada prinsipnya pengajuan PK dilakukan selama satu kali. Namun, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pengajuan bisa beberapa kali asalkan ada novum. Pihak yang menentukan ada tidaknya novum ini adalah Mahkamah Agung (MA).

“Yang menentukan ada tidaknya novum, itu Mahkamah Agung. Jadi prinsipnya sebetulnya sekali, boleh beberapa kali asal ada novum,” ujar Wicipto.

Sebelumnya, MA berharap dilibatkan dalam penyusunan PP ini. Ketua MA Hatta Ali mengatakan, MA perlu dilibatkan agar terdapat kejelasan dalam penanganan PK tanpa bertentangan dengan putusan MK No. 34/PUU-XI/2013 yang membolehkan PK dapat diajukan berkali-kali.

“Mudah-mudahan, sama-sama nanti kita membuat PP-nya,” ujar Hatta usai menghadiri acara Sidang Pleno Khusus Pengambilan Sumpah Jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK di Gedung MK, Rabu (14/1).

MA merasa perlu memberi masukan kepada pemerintah dalam penyusunan PP itu. Sebab, MA dan lembaga peradilan di bawahnya merupakan lembaga yang akan melaksanakan ketentuan PP tersebut. “Tentunya, harus ada masukan karena yang melaksanakan kan MA,” kata dia.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan PP Pengetatan PK yang tengah disusun sangat penting bagi Kejaksaan sebagai eksekutor dalam perkara pidana. Sebab, pihaknya merasa adanya putusan MK itu membuat kejaksaan seolah menunda-nunda pelaksanaan eksekusi terutama terhadap terpidana mati kasus-kasus narkoba.

“Adanya rencana penerbitan PP pengetatan PK sudah menjadi kesepakatan bersama dan persoalan ini sangat perlu untuk diatur,” kata Prasetyo.
Tags:

Berita Terkait