Kecelakaan, Perusahaan Kapal dan Pengelola Pelabuhan Saling Gugat
Berita

Kecelakaan, Perusahaan Kapal dan Pengelola Pelabuhan Saling Gugat

Saling menuding kesalahan petugas pandu dan nahkoda.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jaksel. Foto: SGP
Gedung PN Jaksel. Foto: SGP

Sebuah perusahaan kapal laut dan pengelola pelabuhan Pulau Laut di Kalimantan Selatan saling menyalahkan sebagai akibat kecelakaan kapal dan saling menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Gulf Ahmadi Sipping, perusahaan kapal yang mengalami kecelakaan, menggugat PT Indonesia Bulk Terminal (IBT) dengan tuntutan ganti rugi senilai Rp6,9 miliar.  Rinciannya adalah ganti rugi memperbaiki lambung kapal yang robek senilai US$193.000,  ganti rugi kapal yang tidak dapat digunakan senilai US$290.000. Sementara itu, untuk ganti rugi immaterial, penggugat menuntut senilai Rp1 miliar.

Gulf Ahmadi Shipping menilai IBT telah melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam gugatan, IBT selaku pengelola terminal dinilai telah lalai dalam memandu keberangkatan kapalnya dari Pulau Laut, Kalimantan menunju Xianmen, China, sehingga terjadi kecelakaan

Sebagai informasi, Gulf Ahmadi Shipping merupakan perusahaan kapal yang teregistrasi di bawah bendera Republik Marshall Islands di Pasifik Utara. Sementara IBT, merupakan pengelola Pelabuhan Pulau Laut yang mendapat wewenang menyediakan jasa penanganan dan pemuat kapal batubara.

Namun, IBT tidak tinggal diam dengan gugatan Gulf. Anak usaha dari PT Adaro Energy Tbk ini justru menuding balik bahwa kecelakaan terjadi karena kesalahan nahkoda Kapal MV Gulf Ahmadi. "Nahkoda MV Gulf Ahmadi tidak segera mengambil alih tindakan mengendalikan kapal sebagaimana mestinya ketika buritan kapal mendekati dermaga," demikian isi dari berkas kesimpulan IBT yang diperoleh Hukumonline.com, Selasa (20/1).

IBT menjelaskan kesalahan nahkoda ini berdasarkan laporan survey pada 5 Oktober 2010. Pasalnya, sang nahkoda  tidak merespons perintah dari petugas pandu dari IBT, Edy Suwanta dari IBT.

Selain itu, IBT juga semakin yakin bahwa kesalahaan ada pada nahkoda berdasarkan keterangan dua nahkoda yang menjadi ahli dalam persidangan, Antoni Arif Priadi dan Timbul Arifin. “Disebutkan oleh ahli bahwa MV Gulf Ahmadi terbukti tidak melakukan asas kecakapan pelaut yang baik,” demikian bunyi kesimpulan IBT.

IBT juga menilai tuntutan ganti rugi yang diajukan penggugat tidak relevan. Gulf Ahmandi awalnya mengklaim rugi karena kapalnya tidak dapat melanjutkan perjalanan ke China. "(Pernyataan tersebut) bertolak belakang dengan dalil gugatannya yang secara tegas diakui oleh penggugat bahwa Kapal MV Gulf Ahmadi justru melakukan perbaikan di Xiamen, China," papar IBT.

Dalam perkara ini, IBT justru menggugat balik lawannya melalui gugatan rekonvensi. Mengklaim bahwa pihaknya dirugikan akibat kapal milik Gulf Ahmadi yang menabrak dermaganya. Melalui gugatan rekonvensi ini Gulf Ahmadi dituntut ganti rugi senilai US$157.703 untuk materiil dan Rp1 miliar untuk immateriil.

Persidangan perkara ini sudah mencapai tahap pembacaan kesimpulan. Putusan atas perkara yang terdaftar dengan nomor 290/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL ini rencananya akan dibacakan pada 3 Februari 2015 mendatang yang akan digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tags:

Berita Terkait