SKK Migas Amandemen Perjanjian Jual Beli Gas
Berita

SKK Migas Amandemen Perjanjian Jual Beli Gas

Amandemen perjanjian diharapkan menambah penerimaan negara bukan pajak dari sektor migas.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi. Foto: esdm.go.id
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi. Foto: esdm.go.id
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, tahun ini alokasi gas untuk kebutuhan domestik mencapai 4.403 billion british thermal unit per day (BBTUD) atau berkisar 61 persen dari total produksi gas nasional. Sementara sisanya sekitar 39 persen atau 2.836 BBTUD dialokasikan untuk ekspor.  Sejak 2003 pasokan gas untuk domestik memang meningkat rata-rata 9 persen per tahun.

“Bahkan, pada 2013 volume gas untuk memenuhi kebutuhan domestik lebih besar dibandingkan ekspor,” ujar Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, Selasa (27/1).

Amien menegaskan, pihaknya berkomitmen meningkatkan pasokan gas domestik dengan porsi lebih besar daripada ekspor. Oleh karena itu, ia mendorong SKK Migas selama kepemimpinannya menjalakan sejumlah upaya untuk meningkatkan pasokan gas domestik. Salah satu langkahnya adalah dengan mengamandemen perjanjian jual beli gas yang ada.

Hari ini, Amin meneken amandemen lima perjanjian. Penandatanganan itu disaksikan oleh Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmadja. Menurut Amien, amandemen yang ditandatanganinya bisa menambah pundi-pundi penerimaan negara bukan pajak dari sektor migas sebesar AS$ 617 juta atau sekitar Rp7,7 triliun.

Lima perjanjian yang diamandemen itu adalah PJBG PT Medco E&P Malaka dengan PT. Pertamina (Persero) untuk pasokan gas sebesar 58 BBTUD dengan jangka waktu 13 tahun. Kedua, PJBG antara Conoco Phillips (Grissik) Ltd. dengan PT. Energasindo Heksa Karya untuk kebutuhan kelistrikan sebesar 44 BBTUD dengan jangka waktu selama 10 tahun.

Ketiga, PJBG antara PHE ONWJ dan Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan untuk kebutuhan bahan bakar kilang pengolahan minyak bumi dengan jangka waktu dua tahun dan pasokan sebesar 20 BBTUD.

Keempat,PJBG ConocoPhillips (Grissik) dengan Eregasindo untuk pasokan gas sebesar 20 BBTU dengan jangka waktu dua tahun. Terakhir, PJBG PT Medco E&P Indonesie dengan Perusahaan Daerah Musi Energi untuk kapasitas gas sebesar 1,8 BBTUD hingga 2,5 BBTUD selama 11 tahun.

“Ini langkah nyata dari sektor hulu migas memprioritaskan kebutuhan domestik,” tutur Amien.

Amien berharap, ditekennya PJBG dapat merealisasikan potensi penambahan penerimaan negara. Untuk itu, ia meminta agar seluruh pembeli bisa menaati PJBG yang telah diteken. Pengalamannya, masih ada kontraktor yang tak menaati komitmen dalam perjanjian yang ditandatangani.

"Pasalnya di 2014, terdapat beberapa pembeli yang penyerapan gasnya lebih rendah dari komitmen. Kita tidak ingin potensi kehilangan produksi sebesar 95 MMSCFD atau setara 17 ribu barel minyak per hari (BPH) kembali terjadi,” katanya.

Executive VP/GM PHE ONWJ, Jonly Sinulingga mengatakan, seluruh produksi gas PHE ONWJ disalurkan untuk kebutuhan domestik, antara lain untuk pembangkit listrik Jakarta dan sekitarnya, bahan baku pupuk, dan kebutuhan bahan bakar gas untuk transportasi. Sementara itu, untuk pasokan ke Unit Pengolahan VI-Balongan, gas berasal dari lapangan GG melalui Balongan Onshore Processing Facility.

"Lapangan GG merupakan lapangan baru yang 'commissioning'-nya telah dilaksanakan pada 12 Desember 2014," tutur Jonly.
Tags:

Berita Terkait