Grasi Kliennya Ditolak Jokowi, Todung Akan Tempuh PK Lagi
Berita

Grasi Kliennya Ditolak Jokowi, Todung Akan Tempuh PK Lagi

Disayangkan, penolakan grasi tanpa pertimbangan yang jelas.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Todung Mulya Lubis. Foto: RES
Todung Mulya Lubis. Foto: RES
Puluhan terpidana mati kasus narkotika masih menunggu waktu untuk dieksekusi. Setelah enam orang dieksekusi, 18 Januari 2015 lalu, nampaknya dua nama dalam daftar tunggu akan segera menyusul. Dua nama tersebut adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Warga Negara Australia yang kini berada di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar.

Presiden Joko Widodo secara resmi telah menolak permohonan grasi kedua terpidana mati ‘Bali Nine’ ini. Akhir tahun 2014 Presiden Jokowi menolak grasi yang diajukan Myuran. Lalu, 17 Januari 2015, Presiden juga menolak grasi yang diajukan oleh Andrew melalui Keputusan Presiden R.I. No. 9/G Tahun 2015.

Kuasa hukum Andrew dan Myuran, Ponti Azani, menyampaikan kedua kliennya memahami betul bahwa keputusan tersebut merupakan hak prerogatif yang dimiliki oleh Presiden. Hanya saja, ucap Ponti, sangat disayangkan Presiden tidak memberikan dasar pertimbangan apapun dalam memberikan penolakan grasi.

“Kalau dilihat pernyataan presiden belakangan ini, penolakan-penolakan grasi yang dilakukan alasannya hanya karena saat ini Indonesia sedang berada pada kondisi darurat narkoba,” tutur advokat pada Kantor Hukum Lubis Santosa Maramis (LSM) dalam jumpa pers, Selasa (27/1).

Partner sekaligus Pendiri LSM, Todung Mulya Lubis mengatakan permohonan grasi secara konsep melekat pada diri pribadi masing-masing pemohon. Doktrin hukum juga telah memberikan dasar “terpidana berkelakuan baik selama berada di Lembaga Pemasyarakatan dan memperlihatkan keinsyafan atas kesalahannya” sebagai salah satu pertimbangan pemberian atau penolakan grasi.

Oleh karena itu, menurut Todung, seharusnya Presiden sebelum mengambil keputusan menerima atau menolak permohonan grasi, memeriksa terlebih dahulu perkembangan pemohon. “Presiden melalui Kementerian Hukum dan HAM seharusnya melakukan assesment dan evaluasi terhadap pemohon,” ucap Todung.

Baik Andrew maupun Myuran, kata Todung, telah menjadi pribadi yang lebih baik setelah menempuh 10 tahun proses rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan. Myuran banyak membantu narapidana lainnya belajar melukis. Hal ini dilakukan Myuran agar ketika narapidana tersebut kembali ke masyarakat, mereka memiliki ketrampilan. Selain itu Andrew pun sudah memutuskan untuk menjadi pendeta.

Sangat disayangkan, hal tersebut tidak dilihat dan dijadikan pertimbangan oleh Presiden. “Padahal tujuan pemidanaan sendiri adalah untuk merehabilitasi agar orang (yang dijatuhkan pidana, red) menjadi orang baik,” kata Todung.

Selain itu, yang juga dikhawatirkan Todung, Mahkamah Agung memberikan pertimbangan kepada presiden hanya berdasarkan permohonan grasi yang dibacanya, tanpa mendatangi, memeriksa, dan mengevaluasi terpidana.

“Ini persoalan kemanusiaan,” ujar Todung berkali-kali.

Dalam mempertimbangkan permohonan grasi atas hukuman mati, Todung meminta hal tersebut tidak hanya diperlakukan layaknya tumpukan berkas lainnya. Siapa pun menurut Todung harus menghormati hak untuk hidup yang dimiliki seseorang.

Menyikapi penolakan grasi terhadap kedua kliennya, Todung berencana akan mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) untuk yang kedua kalinya. Mengacu pada penerapan hukum sebagaimana tidak mestinya seperti yang telah dijabarkan di atas, Todung mengaku saat ini berkas PK kedua ini sedang disusun bersama dengan timnya.

Meski Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 34/PUU-XI/2013 telah membatalkan aturan PK hanya sekali, sebagaimana diatur dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Todung menyadari betul MA berpegang teguh bahwa PK hanya boleh sekali dilakukan demi kepastian hukum. Namun, Todung melihat hal yang lebih krusial dalam kasus ini, yakni ada hak hidup yang harus diperjuangkannya.

Todung tidak dapat menyatakan dengan tegas optimismenya bahwa PK kedua tersebut dapat diterima. Namun dalam siaran pers yang diadakan di Kantor LSM yang berada di Kawasan SCBD, ia mengatakan, “saya sangat berharap pengadilan  akan mengizinkan kita untuk mendaftarkan PK tersebut, agar paling tidak hakim dapat membaca permohonan tersebut.”

“Setidaknya bila permohonan diterima pendaftarannya, kita masih memiliki harapan” imbuh Todung.
Tags:

Berita Terkait