Terkait Izin Ekspor Freeport, Pemerintah Siapkan Perppu Minerba
Berita

Terkait Izin Ekspor Freeport, Pemerintah Siapkan Perppu Minerba

Banyak hal yang telah diingkari Freeport. Seharusnya pemerintah tak perlu memperpanjang izin ekspor.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Perpanjangan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia memunculkan polemik. Dengan ditandatanganinya perpanjangan MoU, maka Freeport bisa melanjutkan kegiatan ekspor konsentrat selama enam bulan ke depan. Terkait hal ini pemerintah diminta tegas.

"Ini harus diperjelas agar ada kejelasan bagi pelaku usaha seperti Freeport dan perusahaan lainnya," ujar anggota Komisi VII DPR, Supratman Andi Agtas, dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM, Selasa (27/1).

Supratman mengatakan, sebaiknya ekspor konsentrat yang dilakukan oleh Freeport ditunda dahulu hingga ada aturan yang jelas. "Karena ini sesuai dengan UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba yang melarang eksport konsentrat, jadi tunggu sampai ada kejelasan aturan yang ada," katanya.

Anggota Komisi VII lainnya, Ramson Siagian mendesak pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan memasukan pasal tertentu agar permen yang bertolak belakang yang memperbolehkan raw material menjadi runtuh.

"Semua stakholder terkait harus membaca semua UU jangan sampai mengeluarkan kebijakan itu melanggar UU, kita harus berada dalam jalur UU," katanya.

Menurutnya, Permen ESDM No.1 Tahun 2014 juga harus dicabut karena yang boleh diekspor hanya yang sudah dimurnikan saja. "Sementara terkait pembangunan smelter juga harus melakukan revisi UU Minerba dulu karena melanggar UU bila tenggat waktu sudah lewat," ujarnya.

Menanggapi pernyataan anggota dewan, Menteri ESDM Sudirman Said, mengatakan pemerintah sedang mengkaji penerbitan Perppu sebagai pengganti UU No.4 Tahun 2009. Menurutnya, Perppu bisa menjadi solusi atas permasalahan kewajiban pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri.

"Setelah kami urut ke atas, antara PP dan Permen ESDM memang tidak menyambung dengan UU-nya," katanya.

Menurut dia, penerbitan Perppu merupakan dukungan agar kegiatan produksi tambang tidak berhenti. Namun ia mengingatkan, Perppu hanya mengakomodasi payung hukum kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sampai 2017.

"Setelah 2017, kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri tidak bisa ditawar lagi," ujar Sudirman.

Seperti diketahui, UU Minerba menyebutkan kewajiban perusahaan mengolah dan memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri. Dengan kewajiban tersebut, maka perusahaan tidak boleh mengekspor produk tambangnya ke luar negeri sebelum diolah dan dimurnikan.

Namun, aturan di bawahnya berupa PP dan Permen ESDM membolehkan ekspor pada produk tambang yang sudah diolah menjadi konsentrat, meski belum dimurnikan. Aturan tersebut memungkinkan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara mengekspor produk konsentrat tembaga, emas, dan perak. Meski demikian, izin ekspor diberikan setelah ada kemajuan pembangunan pabrik pemurnian (smelter) dan membayar bea keluar. Izin ekspor juga dibatasi maksimal hingga 2017.

Tidak Konsisten
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, FX. Arief Poyuono, menilai Pemerintahan Joko Widodo tidak konsisten menerapkan peraturan pemerintah dan UU Minerba. Jokowi juga tidak konsisten dengan program Trisaksti yang telah dijanjikannya.

“Jika memang Jokowi konsisten dengan program Trisaktinya maka sebaiknya tidak memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus hingga freeport selesai membangun Smelternya di Gresik,” ujarnya.

Dia mengatakan, perpanjangan kontrak Freeport seharusnya dibatalkan, apalagi sistim K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Freeport sangat buruk. Hal ini terbukti dengan tingginya kecelakan kerja dari mulai pekerja terlindas mobil tambang hingga tertimbun galian yang sudah banyak memakan jiwa.

Di samping itu, FSP BUMN Bersatu berencana menggugat Class Action untuk membatalkan perpanjangan kontrak freeport yang melanggar Konstitusi dan mendesak pemerintah Jokowi untuk mempersiapkan BUMN pertambangan mengambil alih Izin Usaha Pertambangan Freeport.

“Jika dipaksakan perpanjangan Freeport pasti ulah mafia pertambangan yang mencari keuntungan,” katanya.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Prof Dr Ahmad Erani Yustika, juga menyayangkan keputusan pemerintah dengan memperpanjang kerja sama dengan perusahaan asal Negeri Paman Sam tersebut. Soalnya, banyak hal yang diingkari oleh perusahaan asing yang mengeksplorasi tambang emas di Papua itu.

“Hingga kini, Freeport belum juga membangun smelter di Papua, padahal kewajiban itu seharusnya sudah direalisasikan sejak lima tahun lalu,” ujarnya.

Bahkan, sambung Erani, pembayaran royalti juga tidak terpenuhi dan sering mengalami keterlambatan. Jika mengacu pada kondisi itu, kata Erani, seharusnya pemerintah bersikap tegas. Perusahaan manapun yang tidak taat aturan seharusnya ditindak, tak terkecuali Freeport.

Kebijakan yang diambil pemerintah memperpanjang kontrak kerja dengan PT Freeport tersebut disesalkan banyak kalangan karena dampaknya sangat luas bagi negara,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait